Reuni

1115 Kata
"Bisa-bisanya kalian berdua tuh ya milih tempat reuni Club kayak gini! Pasangan sinting emang!" Gerutuan sama sekali tidak bisa aku tahan saat akhirnya aku bisa duduk dan bernafas dengan lega usai melewati lautan manusia di lantai dasar yang menikmati music dari DJ dengan menari-nari. Dengan pandangan marah aku langsung melotot pada Rachel yang bisanya cengengesan mendapati kekesalanku. Sungguh teman biadab, pantas saja Rachel berjodoh dengan Randi, dari SMA dua orang manusia ini memang otaknya agak geser beberapa senti sampai-sampai segala hal yang mereka lakukan terasa tidak masuk di akalku. Coba kalian bayangkan, reuni kali ini memang di prakarsai oleh mereka dengan alasan untuk memberikan undangan pernikahan mereka, lalu, bisa-bisanya mereka memilih tempat klub malam, hell, iya kalian tidak salah membaca nama tempat yang baru saja aku sebutkan karena memang tempat yang di pilih oleh pasangan sinting ini untuk acara reuni. Sangat membagongkan bukan? Ayolah memangnya sudah tidak ada tempat lain lagi yang lebih bagus selain klub malam yang suara musiknya saja sudah membuatku pusing bukan kepalang, di tambah dengan aroma berbagai macam minuman keras, asap rokok, dan pod, mungkin sebentar lagi aku akan mengidap asma karena ulah teman laknatku ini. Tentu saja gerutuanku ini mengundang gelak tawa dari beberapa temanku lainnya yang berbasa-basi menanyakan kabar terhadapku. "Huuusss, anak Pak Jendral diem Lo! Nggak usah banyak protes, nikmatin saja semuanya Ra. Anggap aja Lo lagi healing keluar dari Penjara Bokap Lo, lagian klub ini milik si Ares, gue nggak bayar, hahaha!" Mendapati nama salah satu teman sekelasku lainnya yang di sebut oleh Rachel membuatku mengikuti arah pandangan perempuan laknat yang menunjuk pada sisi table lainnya, dan benar saja, teman satu bangku Sabda dahulu itu menatap ke arahku dengan senyuman lebarnya yang membuatku mendengus sebal. Masih aku ingat dengan jelas bagaimana usilnya dia dahulu yang duduk di belakangku dan aku tidak mudah melupakan kenakalannya yang membuatku sering darah tinggi dan aku tidak akan mudah melupakannya. Sayangnya pria bertato di lengan sebelah kanan dan juga bertindik di bibir ini adalah manusia yang sangat tidak peka, melihat wajahku yang masam melihatnya justru membuatnya menghampiriku dan tanpa dosa sama sekali dia langsung duduk di sebelahku lengkap dengan tangannya yang melingkar di bahuku. "Cemberut aja Lo, Ra! Nggak kelihatan cakepnya Lo kalo manyun terus kayak ikan lohan kek gini!" Sungguh, aku merasa tidak tersanjung sama sekali dengan pujian Ares, alih-alih mupeng seperti temanku lainnya yang iri karena di rangkul Ares, salah satu pria most wanted di kelasku dulu yang kini penampakannya lebih mirip seorang gangster, aku justru menepis tangan kekar tersebut sekuat tenaga, masih bagus aku tidak melempar kepalanya dengan botol Chivas di atas meja. "Nggak usah godain si Sara, Res. Kalau sampai si Anak Jendral pulang, di gorok gue sama Calon bini gue." Aku sudah berniat mendamprat Ares, namun seruan dari belakangku sudah mendahuluiku, dan ternyata pelakunya adalah Randi dan yang menyebalkan dari semuanya adalah Randi yang datang dengan Sabda, dan jangan lupakan juga jika ada Sabda, sudah pasti ada adik tiriku, satu pemandangan yang membuatku langsung merasa mual mendapati adik tiriku tersebut langsung mengerut mendapatiku tengah menatapnya. Aku benar-benar membenci Raya, entah apa niatnya sebenarnya yang selalu memasang wajah ketakutan setiap bertemu denganku, mungkin dia ingin membuat semua orang melihat jika aku adalah orang yang kejam dan tega menyiksanya hingga ketakutan. Benar-benar menggelikan, Raya dan Ibunya adalah tersangka utama segala hal buruk di dalam hatiku namun mereka justru membuatku terlihat seperti seorang tersangka yang sudah menyakiti mereka. "Iyeee, gue nggak akan godain si Sara!" Suara dari Ares membuatku mendengus sembari mengalihkan pandanganku dari perempuan yang semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Sabda dan membuatku mencibir muak, berasa ada yang mau ambil pacarnya saja, andaikan saja aku sama sundalnya seperti Ibunya, aku tidak akan berpikir dua kali untuk melakukan hal yang di sarankan Rachel tadi pagi. "Gue cuma gemes saja sama boneka hidup ini, kok sekarang bawaannya senggol bacok mulu. Beda amat kayak waktu SMA dulu! Dahlah, nggak usah ngomentarin gue yang mau duduk di sini, sono duduk sama calon bini Lo. Lo juga Da, noh duduk depan gue Sono sama pacar Lo, gue udah ngontrak di sini, udah betah di deket anak Pak Jendral nggak mau di ganggu gugat." Randi yang di usir pun hanya geleng-geleng kepala, sementara temanku satu kelas yang lainnya pun sudah hafal betul bagaimana kelakuan Ares yang terkadang suka seenaknya ini, "nggak ada duduk di sini, enak aja, minggat sono lu!" namun aku yang tidak sudi di dekat mahluk yang kelebihan energi ini tentu saja mendorong keras-keras tubuh besar manusia setengah alien yang sama sekali tidak bergeming, bukannya menjauh Ares justru menangkap tanganku dan berbisik tepat di telingaku. "Lo pilih duduk di samping gue sekarang ini, atau Lo milih duduk di samping si Sabda sama adik tiri Lo? Gue baru saja nyelametin Lo dari mereka, t***l!" Bisikan dari Ares membuatku membeku seketika, setiap table di Club' ini memang di isi 6 atau 8 orang, teman kami yang lainnya memang tidak akan keberatan jika aku bergabung namun aku yang merasa canggung dengan mereka, belum lagi dengan meja lainnya yang sudah terbooking full mengingat betapa populernya klub malam milik Ares ini, apalagi Rachel yang sudah memberikan peringatan kerasnya jika aku berani meninggalkan dirinya. Akhirnya walau menahan sakit mata yang amat sangat karena ada Sabda dan adik tiriku tepat di hadapan mataku, dan dongkol dengan Ares yang ada di sebelahku, aku hanya bisa duduk bersedekap di tempatku, mendengar bagaimana yang lainnya bercuap-cuap menikmati reuni dan mengenang masa SMA kami dulu lengkap dengan Ares yang mengumumkan jika apapun yang kami pesan di malam ini dia gratiskan sebagai traktiran. Hal murah hati yang membuat Rachel dan juga Randi yang memiliki maksud khusus di reuni kali ini tersenyum lebar. Ya, mungkin aku menikmati acara kumpul teman SMA ini andaikan saja tidak ada dua manusia yang paling aku benci di dunia ini tepat di hadapan mataku, aku membenci mereka berdua terutama Raya yang kini tertawa terbahak-bahak bersama dengan temanku lainnya, berbeda denganku, dia adalah sosok yang mudah sekali membaur. Ciiiiihhh, dasar caper! Jengah dengan segala hal yang menjadi sangat tidak menyenangkan ini akhirnya mencapai batas kesabaranku, Rachel sudah memberikan undangannya, berbasa-basi dengan beberapa teman yang lainnya sudah, dan saat temanku yang bernama Dion dan juga Wira berpamitan untuk pergi di ikuti dengan beberapa lainnya, aku pun memilih meraih handbag-ku, "gue pulang duluan, Chel. Takut di kunciin sama Bokap, tau ndiri dia sensi banget sama gue." Sayangnya berbeda dengan yang lainnya yang pergi dengan lancar mulus dan tanpa hambatan, temanku yang seringkali bisa menjadi Harlequin ini justru menarikku untuk duduk kembali bahkan memelototiku seolah apa yang aku ucapkan baru saja adalah hal yang salah. "Nggak boleh pergi, Lo harus ikut ToD sama kita!" Yaaah, ToD! Permainan gila yang siapa sangka akan membuatku terjebak dalam kegilaan lainnya yang bahkan tidak pernah aku bayangkan dalam hidupku.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN