Menutup kedua matanya dengan rasa sakit di kepala Dika kini mulai merasa membaik setelah berdiam diri menenangkan hati dan perasaannya Juga sesuatu di bawah sana yang hendak berontak sedari tadi namun jika tahan setiap kali mengingat tentang nuri kepada dirinya
"Kau siapa?"
Suara seorang wanita mengejutkan Dika hingga dia bangun dari posisinya dan duduk di tempat tidur nya. Hingga dia membulatkan kedua matanya ketika melihat gadis dengan berbalut handuk melingkar di tubuhnya dan salah satu handuknya melingkar diatas kepala membungkus seluruh rambutnya.
Menelan saliva ketika Dika melihat tubuh yang begitu terlihat indah meski sedikit di tutup, saat dia melihat Raisa berdiri tepat di hadapannya dan juga setelah gadis itu keluar dari kamar mandi. Selain itu Dika juga mengingat kembali tubuh di balik handuk yang menutupi nya yang sudah pernah dia lihat beberapa hari lalu.
Raisa melupakan sesuatu tentang dirinya lupa akan siapa pria yang ada di hadapan nya itu. Dia mengerutkan dahinya ketika melihat ke arah mana pandangan mata Dika di hadapannya hingga sesekali menelan salivanya.
"Dasar mesùm, ke mana ke mana arah pandangan itu!" teriak Raisa sembari dia menutup dan memegang handuk yang melipat di kedua buah dadànya dengan perasaan bercampur aduk rasa takut dan malu dia rasakan kali ini. ketika Dika memandanginya tanpa berkedip.
Pria itu menjadi salah tingkah ketika mendengar teriakan Raisa hingga dia membuang pandangannya ke samping, Dika menyadari apa yang dia lakukan kali ini.
"Kenapa kau berada di kamarku?" tanya Dika mengalihkan suasana.
"Kau siapa dulu, kenapa berada di dalam kamar suamiku?" balas Raisa.
Raisa terpaksa mengatakan nya dan melupakan tentang wajah pria yang sudah menolongnya, bahkan samar dia ingat tentang Dika. Namun Raisa memang tidak mengenali Dika sama sekali kali ini.
"Suamimu?"
"Hmm," angguk Raisa.
"Ternyata kau sudah bersuami?" Dika mengangkat sebelah alisnya ketika Raisa mengatakan bahwa kamar yang sedang dia tempati itu adalah milik suaminya.
"Tentu saja, aku memiliki seorang suami dan juga kau dengan lancang nya masuk kedalam kamar kami. Bahkan tidur sesuka hatimu!" tegas Raisa, dia berbicara dengan penuh percaya diri.
Dika mengangkat sebelah alisnya dia bahkan menahan tawa ketika mendengar penuturan Raisa dengan kepercayaan dirinya, mengatakan bahwa dirinya adalah suaminya.
"Ini kamar suamimu, lalu ke mana suamimu itu?" tanya Dika dia bertanya mengikuti apapun yang dikatakan oleh Raisa.
"Dia sangat sibuk, bahkan sampai melupakan diriku dan juga pria pekerja keras seperti dirinya tidak akan memiliki waktu di jam pagi seperti ini. Tentunya dia sudah berangkat ke kantor," jelas Raisa, dia merutuki dirinya yang berbicara sembarangan tentang pemilik rumah yang bahkan dia sama sekali tidak begitu jelas mengenal pria itu.
Dika tersenyum tipis, merubah posisi duduknya salah satu kaki menopang kaki satunya.
"Suamimu seperti apa?" tanya Dika.
"Hah, kau tidak perlu tahu tentang suamiku!" tegas Raisa.
"Kalau begitu ini bukan milikmu," balas Dika.
"Kau ...."
Raisa kehabisan kata untuk berbohong, diam sejenak dan mencoba berbicara lagi.
"Suamiku sangat tidak suka jika ada seseorang mengusik ketenangan istrinya apalagi kamar pribadinya. Dia sangat memanjakanku, kau akan dalam bahaya jika mengganggu istrinya!" tambah Raisa berbicara semakin kemana-mana, ingin sekali rasanya dia lari keluar saat itu juga.
"Memanjakanmu?" tatap Dika.
"Hmm, kau ... Sebaiknya keluar! Aku mau kenakan pakaianku."
Raisa berjalan mendekati Dika membuat pria itu tertegun apa yang akan dilakukan gadis itu. Hal yang sama sekali tidak dia duga ketika Raisa menarik tangannya bahkan tanpa bertanya lagi menariknya keluar dari kamarnya sendiri hingga berada di luar pintu kali ini, di tatap tajam oleh Raisa.
"Aku tidak tahu kau siapa? Walau kau sodaranya, aku tidak perduli. Tapi aku akan berbaik hati karena kau tampan dan aku tidak akan membicarakannya pada suamiku," ucap Raisa menatap tajam dan menutup pintu tanpa menunggu Dika bicara.
Dika terdiam mendengar dan melihat wajah cantik Raisa dan manja sepertinya. Dia mengangkat tangannya dan tersenyum tipis.
"Tangannya halus sekali dan juga sejuk," gumam Dika tersenyum menghirup aroma tangan yang sempat di pegang Raisa.
"Astaga, jantungku hampir saja copot karena ketampanannya. Hihi, sayangnya dia bodoh. Aku tipu begitu dia dengan polosnya percaya akan ucapanku," tawa Raisa berjalan ke arah ruang ganti.
Raisa menyadari kesalahannya yang sudah berani masuk ke dalam kamar utama milik tuan rumah yang menjadi tempat kesukaannya setiap kali merasa jenuh. Sudah beberapa kali dia masuk bahkan tidur di kamar utama, apalagi mendengar penjelasan dari para pelayan tentang pemilik rumah yang sangat jarang sekali datang ke villa itu. Perkiraan dari para pelayan biasanya pemilik rumah akan datang jika sudah sekitar 1 tahun dari pertama dia datang.
Namun Raisa melupakan ucapan dari para pelayan yang mengatakan jika tuan rumah mereka akan datang kapanpun bila merasa jenuh. Gadis itu memilih untuk mengabaikan peringatan dari pelayan dan menetap di kamar utama, kesalahan dari Raisa dia sama sekali tidak mengingat wajah pemilik rumah bahkan pria yang sudah menidurinya, dia lupakan dalam sekejap mengingat Raisa pernah mengalami benturan di bagian kepalanya yang menjadi bagian kontraksi yang sensitif dari memorinya yang lemah.
Raisa juga sabar mengingat keluarganya selama ini dia hanya ingat bahwa dirinya bernama Raisa meski sama sekali tidak mengingat Nama lengkapnya, namun dia jauh lebih bersyukur ketika tahu siapa dirinya meski terakhir kali yang dia ingat adalah ketika bersama dengan pria tua bangun dari tidurnya, hingga dia menjadi seorang pelayan dan hendak di jual oleh pria tua itu dan tersadar di sebuah rumah yang cukup besar yang ditinggali kali ini.
"Kenapa juga aku harus mengatakan kalau kamar ini adalah milik suamiku? Seharusnya aku tidak melakukannya, bisa saja dia adalah saudara pria yang tidak jelas itu. Dasar Raisa bodoh, kenapa aku harus mengatakannya? Sebaiknya aku jelaskan saja nanti setelah mengenakan pakaianku dan membereskan semuanya kembali ke kamar kecilku," gumam Raisa.
Dia mempercepat aktivitas mengenakan pakaiannya dan berharap pria itu masih ada di bawah dan tempat dia menjelaskannya.
"Bukankah, akan jauh lebih baik jika dia sudah pergi begitu saja dan melupakannya?" prasangka Raisa semakin jauh ketika dia mengingat kepolosan Dika di hadapannya.
Keluar dari kamarnya setelah bersiap dan mengenakan pakaiannya Raisa kini mengenakan gaun warna putih selutut, berjalan menuruni tangga dengan wajah sedikit bersemangatnya. Dia mencoba untuk mencari ke setiap sudut keberadaan pria yang sempat dia usir itu hingga dia bergegas untuk mencari dan bertanya kepada pelayan.
Namun pelayan bernama Dera berjalan menghampirinya dengan perasaan dan wajah bersemangat gadis itu. Raisa melihat wajah bersemangat Dera hingga dia tahu apa yang akan diberitahukan kepadanya tentang pria yang sempat ia temui tadi di kamar.
"Nyonya, tuan muda meminta Anda untuk pergi ke ruang kerjanya!" seru Dera.
"Tuan muda siapa maksudmu?" tanya Raisa.
"Tentu saja tuan muda Dika Pratama," jelas Dera, dia terlihat bersemangat setiap kali mengucapkan nama Dika.
"Kapan dia datang?" tanya Raisa.
"Sekitar jam 8 pagi tuan datang. Apakah nona muda belum menemuinya? Sebaiknya Anda bergegas ke ruang kerja, karena tuan muda sudah meminta anda untuk menemuinya," jelas Dera.
Raisa terdiam dia kali ini berharap jika pria yang sempat ada di kamarnya bukanlah Dika Pratama yang dikatakan oleh para pelayan. Dia mencoba untuk mengangguk sebagai jawaban dari Dera dan mencoba untuk menenangkan dirinya bahwa pria yang sempat ditemui di kamar bukanlah Dika Pratama pemilik rumah itu.
"Jika benar, itu adalah dia sama saja aku membunuh diriku sendiri, berteriak di hadapannya bahkan mengusirnya! Kenapa kau malah semakin bodoh Raisa!" rutuk Raisa.
Gadis itu mencoba untuk melangkah dan berjalan menghampiri ruangan di mana yang di tunjukkan oleh Dera tentang keberadaan Dika Pratama yang untuk pertama kalinya Raisa bertemu dengan pria yang sudah membawanya ke sini. Termasuk menolongnya dari malapetaka dan para pria tua yang hendak menjualnya.
Meski ragu-ragu, Raisa tetap berjalan dan kini dia berdiri di depan pintu ruang kerja Dika berada. Dia mengantungkan tangannya tanpa mengetuk pintu. Menarik nafas dalam-dalam mencoba untuk menenangkan diri dan meyakinkan dirinya tentang apa yang dia lakukan terhadap pria yang sempat ditemui di dalam kamar dan juga Dika yang sama sekali tidak di kenalinya.
Raisa kali ini mengetuk pintu hingga balasan izin dari seseorang di dalam sana membuat Raisa semakin ragu-ragu untuk masuk ke dalam. Namun tangannya menghianatinya dan tetap saja menyentuh pedal pintu dan membuka pintu itu hingga dia terpaksa masuk ke dalam ruangan juga berjalan dan mendekati meja kerja milik Dika.
Raisa mengangkat sebelah alisnya ketika melihat seorang pria duduk bersandar di kursi kerjanya membelakangi dirinya. Sedikit bernapas lega ketika dia tahu jika pria itu bukanlah ah orang yang sempat bertemu dengan dirinya di dalam kamar apalagi sampai tahu dia mengusirnya.
Hingga saat Raisa sibuk dengan pikiran semangatnya dia tidak menyadari jika Dika sudah berada di hadapannya dengan mengangkat sebelah alisnya menatap Raisa tersenyum tipis masih tidak percaya jika ada gadis yang sepolos Raisa. Bahkan tanpa menyadari jika dirinya di tatap oleh seorang pria, termasuk bahkan Raisa tidak mengingat tentang pria yang sudah merenggut keperawanánnya.
"Apakah istriku sangat merindukan ku?"
Pertanyaan dari Dika membuat Raisa terkejut hingga dia mundur beberapa langkah dari posisi berdiri nya dengan perasaan tidak percaya jika pemilik rumah itu adalah pria yang sempat dia temui tadi, bahkan dengan ucapannya yang tidak masuk akal apalagi ketika mendengar dan melihat reaksi Dika mengatakan tentang bahwa dia adalah suaminya.
"Kau .... "
Dika masih diam mencoba untuk membiarkan Raisa berbicara ketika melihatnya menarik napas dalam-dalam Raisa mencoba untuk menenangkan dirinya dan memperbaiki keadaan sehingga dia harus mengembalikan wajahnya setelah dia berbicara sembarangan di hadapan jika.
"Untuk apa kamu berada di tempat kerja suamiku?"
Raisa merutuki dirinya yang malah berbicara sembarangan lagi membuat dia memilih untuk menutup mulutnya dan tidak ingin berbicara lagi sudah jelas bahwa Dika di hadapannya itu adalah pemilik rumah. Tapi dia masih saja mencoba untuk berbohong dan berbicara sembarangan di hadapan Dika sendiri.
Ketika Andhika Pratama yang tidak percaya jika gadis yang ada di hadapannya itu masih berbicara seperti itu, dia bangun dari posisi duduknya tersenyum tipis ketika melihat Raisa berbalik enggan untuk melihatnya. Hingga Dika kini berdiri tepat di belakangnya dan menarik Raisa ke pelukannya.
"Bukankah suamimu ini sangat memanjakan mu, lalu apa yang dia lakukan sampai-sampai membuat istrinya tersipu malu dan membelakanginya? Apakah kau tidak puas dengan pelayanan suamimu ini?"
Ucapan Dika membuat Raisa terkejut hingga dia mencoba untuk lepas dari pelukan Dika, namun tenaga pria itu begitu kuat sehingga membuatnya tidak bisa lepas dan terjadi sesuatu hal yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh mereka. Tentang Dika yang akan mencium bibir Raisa tanpa dia sadari.
Keduanya membulatkan kedua mata ketika saling bersitatap dengan bibir saling bersentuhan, tanpa ada salah satu di antara mereka yang mencoba untuk melepas apa yang terjadi kali ini.
Hingga Raisa tersadar dia mencoba untuk memalingkan wajahnya membuat Dika mengangkat sebelah alisnya, dia juga tidak percaya dengan apa yang terjadi bahkan Dika sama sekali tidak menolak ataupun menyingkirkan wanita yang ada di hadapannya itu yang dengan berani menciumnya.
Perasaan keduanya kini menjadi canggung di dalam suasana ruangan tanpa siapapun lagi. Hanya ada mereka berdua membuat Raisa menjadi salah tingkah detak jantungnya berdetak tanpa beraturan begitupun dengan Dika dia masih tidak percaya jika benar-benar bisa membiarkan seorang gadis berdekatan dengan dirinya.
Bahkan bersentuhan bibir meski sempat Dika meniduri gadis itu, namun tidak pernah terpikirkan bagi dirinya akan tetap berinteraksi dengan Raisa tanpa dirinya protes sama sekali kepadanya. Apalagi saat itu di bawah pengaruh obat.