Hari Pernikahan
Dari hubungan calon sepasang suami istri yang saling mencintai dan bahagia, antara Andika dan Nuri cinta yang sudah lama terjalin selama 7 tahun dari masa kuliah. Mereka hidup dengan bahagia selama di usia pacaran hingga tunangan. Namun, pernikahan yang Dika harapkan selama 7 tahun itu hanya bisa terjadi setelah dia sukses menjadi pria ternama di Swiss.
Nuri yang lebih muda dari Dika usia 2 tahun darinya, seorang gadis konglomerat dari keluarga Anderson Duke, dia yang begitu anggun dan penuh perhitungan. Nuri bersedia menikah jika Dika sudah menjadi pria sukses dan menjadi seorang penguasa.
Dika yang sudah sukses jadi pewaris satu-satunya keluarga Pratama saat ini. Dia juga terjangkit dengan geng hitam dunia mafia. Kehidupan keras yang menjadi syarat pewaris mengharuskan dia berada jauh dari Nuri selama 3 tahun. Namun tidak menyurutkan cintanya pada Nuri.
Hingga seiring berjalannya waktu, perubahan hati dan sikap seseorang tidak dapat di pungkiri antara Nuri dan Dika. Nuri yang juga di didik oleh keluarga besarnya untuk menjadi wanita anggun dan tangguh. Dan Dika menjadi seorang penguasa yang dingin dan kejam.
Tanggal 12 juli ini, Pernikahan Nuri dan Dika di adakan dengan sangat mewah dan megah. Gedung yang bertingkat tinggi, nuansa elegan dan juga pengiring yang mewah di sediakan oleh kediaman Pratama.
Hari itu pagi sekali, dimana Nuri dan para pelayan di sibukan akan persiapan pernikahan. Lain dengan Dika yang baru saja melakukan pertemuan dengan musuh lamanya geng Flores. Baku hantam dan tembakan terjadi di sebuah pulau disana. Namun saat di tengah perjalanan pulang dengan kendaraan kecepatan tinggi. Tiba-tiba, Dika merasa tubuhnya panas dan terkontra akan obat yang di selipkan oleh para penjahat itu di minumannya.
"Sialan! Aku ingat sama sekali belum memakan apapun pagi ini!" umpat Dika.
"Tuan, biar saya periksa keadaan Anda."
Ben yang selaku sekretaris dan juga dokter khusus untuk Dika mengambil sample darah Dika disana. Di mobil yang begitu penuh dengan fasilitas yang memadai. Mereka bisa melakukan apapun dengan peralatan lengkap itu, termasuk mengobati luka.
"Cepatlah!" Dika tampak kesusahan.
Tiba-tiba, di perjalanan yang juga Dika mengumpat supirnya agar membawa kendaraannya dengan cepat. Tiba-tiba mereka menabrak sebuah mobil hingga terpental dan menabrak pohon.
"Tuan, ini bahaya!" seru Ben keluar dari mobilnya.
"Merepotkan!" umpat Dika.
"Tuan, seorang gadis ada di dalam mobil dan juga tidak sadarkan diri!" seru Ben dengan cepat dia kembali dan membuka paksa pintu mobil itu.
Dika yang menahan tubuhnya dengan sangat kuat akan obat yang ada di tubuhnya, dia melihat Ben menggendong seorang gadis yang terluka di dahinya.
"Cepatlah! Aku ingin segera menemui Nuri!" seru Dika.
Ben kebingungan dengan gadis di pangkuannya, dia dengan terpaksa menyimpan gadis itu di samping Dika. Skat mobil terpasang, meski Dika tidak menghiraukan gadis itu, namun dia masih merasakan panas di tubuhnya begitu kuat membuatnya muak akan dirinya sendiri yang di serang musuh di bagian inti tubuhnya.
"Cepatlah Ben!" seru Dika.
Mengingat perjalanan yang sangat jauh untuk segera sampai ke kota, Dika yang semakin berkeringat tubuhnya, dia membuka dasi yang membuatnya sesak. Satu persatu dia buka kancing pakaiannya, dan mencoba untuk menenangkan dirinya, dia bahkan berulang kali membasahi tubuhnya menggunakan air mineral. Hingga dia menenggaknya berulang kali. Terdengar erangan dari gadis di samping Dika, dia melihat gadis yang terluka itu, darah di dahinya menyulitkan Dika melihatnya.
Tanpa sadar, Dika mengambil sapu tangannya dan mengusap darah di dahi gadis itu, hingga dia tertegun melihat gadis itu sangat cantik di hadapannya. Bibir kecil mungil tebal di bagian bawahnya, bulu mata lentik, kulit halus dan rambut lembut di rasakan oleh Dika.
"Ini obat yang reaksinya dengan jangka waktu lama Tuan! Berkemungkinan Anda mengkonsumsinya tadi malam dan hanya Flores yang memproduksi obat terlarang itu!"
Suara Ben menjelaskan dan membuyarkan Dika yang tengah memperhatikan gadis di sampingnya itu. Gaun yang gadis itu kenakan terlihat biasa saja. Namun tubuhnya begitu berisi dan ideal bagi seorang wanita.
"Kau tahu cara lain mengobatinya Ben!" Dika semakin dengan wajah murkanya.
"Ini ... Obat ini tidak ada cara lain selain menyalurkannya Tuan," Ben menjelaskan dengan ragu.
"Sialan! Akan aku bunuh seisi Flores!" Dika tampak murka akan apa yang terjadi.
Ben dan juga supirnya ketakutan akan ucapan Dika yang semakin murka. Dia tidak percaya jika tuannya yang begitu di lindungi dan teliti bisa terjebak akan hal ini.
"Cepatlah!" seru Dika.
Semakin mengerahui Dika semakin murka, supir dan Ben semakin mempercepat kendaraannya, meski sempat terjadi kecelakaan dan harus menemukan seorang gadis di sampingnya.
"Shiit!!!"
Dika mengumpat berulang kali, namun tubuhnya semakin memanas dan sudah tidak kuat lagi jika dia harus menahannya untuk segera sampai dan menikahi Nuri. Dia melihat ke arah gadis di sampingnya dan melihat tubuh gadis itu dengan penuh minat. Hingga dengan tanpa kesadaran yang tinggal setengah Dika menarik gadis itu hingga di dekapannya.
"Kau beruntung gadis mungil, Ben tepikan mobilnya! Keluarlah!" tegas Dika tersenyum tipis.
Setelah menepikan mobil, mereka kini keluar dari mobil dan membiarkan Dika hanya berdua saja di dalam mobil dengan gadis yang tak sadarkan diri.
Dika yang sudah tidak bisa menahan panas di tubuhnya, dia menciumi 2 buah milik gadis itu dan membukanya dengan sekali tarikan gaun yang mudah sobek itu kini meninggalkan tubuh pemiliknya.
"Heh, kau memakai pakaian yang mudah sobek," Dika menyeringai.
Namun dia terkejut ketika melihat tubuh yang begitu indah dan menawan dan menggairahkan baginya. Dia yang sudah tidak bisa menahan diri dengan sekali hentakan dia menyatukan dirinya dengan gadis yang tengah tak sadarkan diri itu.
"Kau ... Seorang gadis yang sulit aku kerjakan!" seru Dika, dia kesulitan memasukan miliknya.
Satu kali dia kesulitan, hingga kedua kali dia tersenyum puas mendapati ruang untuk miliknya hingga membuatnya meringis untuk pertama kalinya dia lakukan.
Terdengar erangan dari gadis itu, membuat Dika tersenyum dan melancarkan aksinya.
Gadis itu hanya mengerang dengan tubuhnya yang bergetar dengan kedua buahnya yang mengampul membuat Dika semakin rakus akan aksinya. Dia tidak menyangka jika hal pertama yang seharusnya dilakukan olehnya dengan Nuri, kini justru dengan wanita lain.
Meski setengah sadar, gadis itu masih tidak sadarkan diri dalam kondisinya yang berdarah di kepala dan juga bagian bawah sensisitipnya. Dika yang terkulai lemas setelah dia melakukannya berulang kali, dengan efek obat yang kuat dalam tubuhnya. Dia mengumpat berulang kali dan memanggil Ben.
"Iya Tuan?" angguk Ben tanpa melihat ke arah tuannya.
"Hmmm, belikan sebuah pakaian wanita dan juga untukku!" seru Dika.
Ben mengangguk, dia berjalan memasuki mobil kembali melajukan kendaraannya. Hingga sampai di kota Ben membeli pakaian untuk di kenakan Dika dan juga gadis itu.
"Apa saya perlu memakaikannya Tuan?" tanya Ben.
Dika tertegun, melihat ke arah gadis yang masih belum sadar. Dengan tubuh tanpa busana dan bekas cumbuan gila pengaruh obat tampak sangat jelas.
"Merepotkan!"
Dika meraih paperbag dari Ben dan menatap gadis yang sudah tanpa helaian pakaian di hadapannya. Dia tidak menyadari apa yang saat ini tengah dia lakukan. Memakaikan seorang gadis yang tidak dia kenal dengan sangat baik dan teliti. Setelah itu dia merapihkan rambutnya dengan sangat lembut. Kismark di leher dan dad@nyapun tampak jelas di hadapan Dika.
"Sialan! Jika bukan karena mereka. Mungkin tidak akan terjadi," umpat Dika.
"Tuan!" panggil Ben mengkhawatirkan Dika.
"Jalan!" seru Dika.
Mobil kembalu melaju, dengan suasana yang mencekam. Dika yang tengah murka akan apa yang terjadi dan juga panggilan telphone dari Nuri lebih dari 20 kali, membuatnya ingin sekali segera sampai. Namun, pernikahan yang di nantikan selama 7 tahun terurung karena keterlambatan Dika.
Nuri duduk di altar, dia tidak menyangka jika Dika benar-benar tidak datang setelah tadi malam dia memarahi Dika yang belum juga kembali.
"Sebaiknya jangan datang ke pernikahan jika kau benar tidak mencintaiku!"
Teriakan itu Nuri lakukan pada suaminya yang sedang di tengah perseteruan antar geng mafia.
Mengingat hal itu, Nuri menyesalinya dan mencoba untuk menghubungi Dika berulang kali. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari kekasihnya itu.
"Nona, tuan Dika menunggu Anda di Vila utama!" seorang penjaga utusan keluarga Pratama menghampiri pengantin dan memintanya untuk kembali.
"Tapi dia ... Dia tidak kembali?" tatapan kosong Nuri meneteskan air mata.
"Apa Dika benar-benar tidak akan datang?" tanya Tuan Anderson Duke.
"Tuan Dika mengalami kondisi yang tidak baik saat pulang dari pertarungan. Hingga menghambatnya untuk hadir ke pernikahan, lagipula acara sudah berlangsung meski tuan Dika tidak hadir Tuan," jelas penjaga itu lagi.
Tuan Anderson sangat murka, namun dia tidak memungkiri akan apa yang akan terjadi pada menantunya itu. Organisasi yang dia pegang memang beresiko untuk pertarungan, akan jauh lebih baik juga jika tidak ada media di pernikahannya. Hanya satu media yang meliput dan itu milik keluarga Anderson.
Meski Nuri kini sudah ada di rumah utama, duduk di kamar pengantin, kamar utama Dika Pratama. Namun nyatanya, Dika tidak ada di sana, Nuri masih penasaran akan suaminya itu. Dia memilih untuk tidak mengganti pakaiannya meski sudah larut, Dika belum kembali.
Setelah memasuki area vila, Dika berjalan dengan tatapan dinginnya. Membuat suasana vila semakin sunyi sepi. Hanya terdengar suara kaki milik Dika yag berjalan menghampiri kamarnya.
"Apa Nyonya ada di dalam?" tanya Dika pada kedua pelayan di depan pintu kamar.
"Nyonya sudah menunggu sedari tadi Tuan Muda," angguk pelayan.
Membuang nafas kasar, Dika kini memasuki kamar yang tampak indah dengan hiasan lilin di kamarnya. Bunga mawar merah di lantai bertebaran dengan wangi mawar yang menyejukan. Dia berjalan menghampiri seorang wanita dengan gaun warna putih masih dengan riasan yang cantik.
Berdiri di dekat Nuri yang terdiam, Dika mencoba untuk menyapanya. Namun saat dia membuka mulutnya untuk berbicara. Tiba-tiba Nuri meneluknya dengan isakan tangis di pelukannya.
"Maafkan aku Dika, aku tidak akan mengatakannya lagi!" isakan tangis Nuri di pelukan Dika terdengar sangat jelas.
Dika tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Hal yang seharusnya di katakan olehnya yang tidak hadir di acara pernikahan, justru Nuri yang malah meminta maaf padanya.
"Dika, maafkan aku," tangisan Nuri masih di pelukan Dika.
"Jangan di pikirkan lagi, ayo istirahat kau pasti lelah," ucap Dika.
"Tapi, kamu ...."
"Kemarilah! Apa kamu tidak lelah dengan gaun ini?" Dika menarik Nuri duduk di sampingnya di tepi ranjang.
"Tidak, aku hanya ingin memperlihatkan padamu, penampilanku saat ini," ucap Nuri tersenyum.
"Penampilan apa? Kamu merengek?" goda Dika tersenyum.
"Kan kamu mengejekku!" seru Nuri.
"Hahaha, iya iya. Kamu sangat cantik hari ini, lebih cantik lagi jika kamu tidak mengenakan apapun," tawa Dika.
Nuri tersipu malu saat mendengar ucapan Dika. Dia bergegas berjalan ke kamar mandi membersihkan tubuhnya.
Dika melihat Nuri yang kini sudah jadi istrinya berjalan ke kamar mandi. Dia teringat lagi, akan seorang gadis yang sempat di tabrak mobilnya tadi. Bahkan menolongnya untuk kesalahan fatalnya. Dia terbayang akan wajah cantik wanita itu. Usianya seumuran dengan Nuri. Dia bahkan sangat cantik dari istrinya.
"Sshit!! Apa yang ku pikirkan!" umpat Dika, dia berjalan keluar kamar dan membersihkan tubuhnya di kamar tamu.
Guyuran air dingin di atas kepalanya, mengingatkannya kembali akan kejadian tadi di dalam mobil. Bahkan dia menikmati tubuh yang selama ini tidak pernah di lakukan, itupun sudah berjanji pada Nuri, jika mereka akan melakukannya untuk pertama kalinya. Namun hancur hanya karena kecerobohannya.
"Kenapa aku malah mandi disini? Bukankah aku dengan Nuri sudah menikah?!" rutuk Dika.
Dulu Dika berulang kali mencoba untyk menggoda Nuri setiap kali dia menginap di rumah kekasihnya itu. Namun Nuri yang berpendirian, selalu me nolaknya dan menunggu pernikahan tiba. Kali ini Dika hanya bisa berharap Nuri tidak menyadarinya.
"Jika tidak, akan sangat bermasalah sekali jika dia tahu akan hal ini," gumam Dika, dia keluar dari kamar mandi dan mengenakan pakaian yang di sediakan pelayan.
Berjalan keluar dari kamar itu, Dika menaiki tangga dan memasuki kamar pengantin dimana istrinya berada. Dika tertegun melihat Nuri yang mengenakan lingeri transfaran di hadapannya. Dia berjalan menghampiri istrinya yang menyambutnya dengan senyuman lembut. Bersandar di dad@ bidang Dika, tangan menyentuh setiap kulit lembut halus tubuh kekar Dika, Nura mendongakan kepalanya dengan senyum di wajahnya.
"Dika, apa kamu melupakan sesuatu?" tanya Nuri.
"Hmm, apa?" balas Dika.
"Ungkapan?"
"Besok kita urus surat pernikahannya Sayang! Kamu jangan khawatir," jelas Dika.
"Hmm, apalagi?" Nuri masih meraba tubuh suaminya.
"Hmm, sebaiknya kita duduk Sayang!" seru Dika, deru nafas dan detak jantungnya sangat kencang.
Nuri mengangguk, dia mengikuti Dika yang kini duduk di tepi ranjang.
Dengan perasaan bersalah, Dika mencoba untuk berbicara pada Nuri. Memegang kedua tangannya Dika kini menarik nafas panjang dan mencoba untuk berbicara pada istrinya itu.
Tatapan kosong Dika melihat wajah senyum tulus Nuri, dia belum mengetahui tentang perasaan dan jantungnya yang berdetak sangat kencang. Antara perasaan bersalahnya atau memang itu cinta. Selama ini, Dika selalu bertanya pada dirinya sendiri apa itu tentang cinta. Namun tak pernah dia mendapatkan jawabannya.
"Maaf," lagi-lagi, Nuri mengatakannya dengan wajah cantiknya.
"Kau jangan mengatakannya lagi, apa kau lelah?" balas Dika dengan perasaan canggungnya.
"Tidak."
"Hmmm, selanjutnya apa yang akan kita lakukan?" tanya Dika ragu.
"Bukankah ini ...."
Dika terkejut melihat wajah tersipu malu Nuri, dia menarik istrinya ke pelukannya. Namun apa yang saat ini dia rasakan sudah tidak ada pelukan hangat dulu yang pernah di berikan Nuri padanya. Melainkan perasaan bersalah pada Nuri tengah terjadi padanya.
"Dika?" tanya Nuri di pelukan Dika.
"Hmmm,"
"Malam ini ... Adalah malam yang selalu kamu tunggukan?" ucap Nuri tersipu malu.
Dika tertegun, dia tidak percaya jika Nuri akan mengatakan itu. Selama 7 tahun Dika mencoba untuk meminta hal itu selama berpacaran. Namun Nuri bertahan demi pernikahan mereka, tapi kali ini Dika tidak memahami apa yang saat ini dia rasakan dan pahami, kekasihnya yang ada di pelukannya bahkan tidak dapat menghangatkan pelukannya lagi.
"Dika?" Nuri mendongakan kepalanya menatap suaminya.