Pelayan bernama Dera berlari dan menemani Raisa sepanjang hari dia lakukan. Bercerita menghibur dan membuat Raisa tak merasa bosan dia lakukan.
"Kamu tahu Nona, saat aku buat ini. Koki selalu mengatakan jika aku bukanlah pembuat tapi penikmat puding saja," ucap Dera.
Raisa tersenyum tipis dia memakan puding sembari mendengarkan cerita Dera sedari tadi. Raisa melihat daerah di usianya yang jauh lebih muda darinya, dari cara dia berbicara pun terlihat jika daerah memang masih muda.
"Berapa usiamu?" tanya Raisa, membuat Dera terdiam menghentikan ceritanya.
"Saya 20, tahun depan. Nona!" jawab Dera.
"Kamu masih muda, kenapa malah memilih jadi pelayan?" tanya Raisa lagi.
"Tentu saja karena upah yang menjanjikan, Nona!" seru Dera bersemangat.
Raisa terdiam mendengar ucapan Dera yang tidak masuk akal Setelah dia mendengarkan cerita dari daerah tentang dirinya lebih memilih menjadi seorang pelayan di Villa milik keluarga Pratama. Sempat tertegun ketika mendengar penuturan dari Dera tentang upah yang didapat oleh seorang pelayan namun juga terbayarkan dengan tugas-tugas mereka yang cukup penuh tanggung jawab dalam pekerjaannya. Dera sempat ragu ketika menceritakan semua itu kepada Raisa namun dia tidak mungkin merahasiakannya ketika Raisa sendiri menjadi Nona mudanya sekarang.
Melihat Raisa yang terdiam, Dera kembali mengalihkan perbincangan dengan membahas taman dan juga danau yang khusus di buat untuk tuan muda nya itu sendiri. Dia menceritakan jika dulu Dika selalu menghabiskan waktunya hanya untuk study dan perusahaan. Hanya gadis itu yang dapat membuatnya bangkit dan bersemangat, tapi tetap saja Dika harus bersungguh-sungguh untuk menjadi orang berpengaruh di kota dan sukses.
Tapi menjalaninya dan sukses malah membuat Dika semakin dingin tanpa perasaan. Hingga menambah suasana danau dan juga taman untuk tempat dia melepas rasa lelahnya setiap kali pulang bekerja.
Raisa terdiam mendengar cerita dari Dera, tentang suaminya yang cukup kelam di masa-masa dia membutuhkan dukungan dari seseorang, dia malah harus bertahan sendiri dengan segala tuntutannya. Semakin mendengarkan cerita tentang Dika, Raisa semakin penasaran tentang suaminya itu.
Tapi sebuah panggilan telepon membuyarkan perbincangan mereka berdua di di taman. Raisa mengangkat sebelah alisnya dia tidak percaya jika suaminya menelpon di jam kerja. Sekitar pukul 02.00 siang.
Dera tersenyum tipis dia memilih untuk berpamitan dan pergi meninggalkan Raisa sembari membawa mangku puding yang sudah dihabiskan oleh Raisa.
Menghela nafasnya dengan halus, Raisa mengangkat panggilan videonya, terlihat Dika mengerutkan dahinya saat melihat keberadaan Raisa.
"Kamu sedang di mana?" tanya Dika.
"Memangnya aku bisa pergi kemana selain keluar villa?" balas Raisa.
"Di dalam kamar dengan penampilan yang sangat cantik untuk menyambut suamimu kembali. Harusnya itu yang kau lakukan," ucap Dika tersenyum tipis tidak percaya jika dia akan mengatakan hal seperti itu kepada seorang wanita.
"Hmm."
"Jawaban apa itu?" tanya Dika.
"Bukankah hanya mau service tuan muda?" tatap Raisa.
"Heem," angguk Dika bersemangat.
"Pulanglah dan kamu akan mendapatkannya!" seru Raisa.
"Baiklah, Sayang. Hmm sekarang pun aku bisa datang!" seru Dika.
"Untuk apa?"
"Seperti katamu, service," senyum Dika.
"Cih, benar-benar ...."
"Benar-benar kamu menginginkan sentuhanku ya, Sayang?" sela Dika tersenyum.
"Hah?"
"Aku akan pulang, bersiaplah!" seru Dika menutup panggilan telponnya tanpa menunggu Raisa berbicara lagi.
Raisa terdiam melihat layar ponselnya padam, suaminya menutup telpon tanpa menunggu jawabannya.
"Apa maksudnya, menelpon dan menutupnya sesuka hati," gerutu Raisa.
Menoleh ke arah para pelayan yang sedang menyiram tanaman, Raisa mengingat kembali ucapan Dika.
"Apa maksudnya, dia akan datang sekarang?" gumam Raisa.
Sempat terpikirkan jika suaminya akan datang saat itu juga, apalagi ucapkan Dika memang tidak bisa ditebak olehnya. Tapi Raisa sama sekali tidak menghiraukannya dan memilih tetap pergi kembali ke halaman berjalan di tepi danau seperti yang dia biasa lakukan.
Raisa selalu mencoba untuk mengingat kembali pecahan ingatan yang selalu melintas di pikirannya tapi dia tidak mencoba untuk mengingatnya terlalu dalam, apalagi sampai membuat kepalanya sakit dan terpikirkan tentang Dika yang selalu menghabiskan waktunya yang saat ini dia berdiri.
"Apa yang membuatnya sampai membuat tempat seperti ini dan mencoba untuk menenangkan dirinya?" gumam Raisa.
Duduk diatas rerumputan hijau melihat danau yang begitu tenang Raisa menghabiskan waktunya kali ini di villa.
"Tempat yang paling menyenangkan adalah duduk disini menikmati kesendirian," ucap Raisa.
Trik matahari sudah tertutup oleh pepohonan hingga tidak membuat dia tersengat oleh teriknya matahari di saat itu. Raisa tersenyum tipis ketika dia teringat tentang bagaimana pernikahan yang begitu mudah dilakukan oleh Dika dan juga Raisa yang hanya meminta pernikahan itu sekedar ucapan saja. Tapi benar-benar terjadi merasa berada di tempat yang sangat aman adalah harapan dari Raisa selama ini Ketika bersama dengan pria tua itu selalu dihantui dirinya yang harus menjaga diri tanpa merasa nyaman dengan pria tua itu.
"Apakah seperti ini yang kau bilang pelayanan service dengan sangat cantik?"
Ucapan Dika membuat Raisa terkejut dan menoleh kearah Dika yang benar-benar berdiri tepat dihadapannya.
"Kamu datang?" tanya Raisa.
"Kenapa kamu selalu berbalik bertanya setiap aku berbicara kepadamu?" tatap Dika raut wajahnya tidak bisa ditebak oleh Raisa ketika Dika mengaplikasikan wajahnya dengan tatapan yang begitu lembut kepadanya.
"Kamu benar-benar datang? tanya Raisa mencoba untuk menenangkan dirinya agar tidak kesal.
"Aku tidak pernah mengingkari ucapanku!" seru Dika.
"Hmm, iya tuan muda memang pantas di juluki pria pengusaha yang selalu teladan, lalu apa yang kamu lakukan di sini bukankah ini jam kerja?" tanya Raisa.
"Tentu saja untuk menagih servisan dari seseorang?" balas Dika menggoda istrinya.
Raisa mengerutkan wajahnya dia mencoba untuk menghindar wajah Dika yang begitu dekat dengannya. Apalagi ada sekretaris pribadi di yang berada tidak jauh dari sana memperhatikan mereka.kl
"Bukankah ada sekretaris mu yang melihat, perhatikan sikapmu ini!" seru Raisa.
"Apa yang bisa dilakukan, melarangku bertemu dengan istriku?" balas Dika.
Raisa tertegun mendengar ucapan Dika dia tahu posisinya kali ini memang adalah sebagai istri Dika, hal apapun yang diinginkan oleh suaminya memang harus dilakukan oleh Raisa.
"Kali ini, apa yang sedang kamu lakukan di sini? Tidak ada tempat lain kah yang bisa kamu datangi di villa ini dan cukup menyenangkan?" tanya Dika.
"Entahlah, mungkin karena tempat ini dibuat oleh seseorang untuk menemani kesendiriannya," balas Raisa.
Dika tertegun dia saat mendengar ucapan dari Raisa.
"Apakah kamu sendirian, Sayang? Bukankah begitu banyak pelayan di sini. Kamu bebas berteman dengannya tapi tidak dengan para penjaga pria!" ucap Dika.
"Mempunyai seseorang yang dapat melindungiku, itu sudah jauh lebih cukup dari apapun. Lagipula selama aku berada di vila ini aku akan tetap merasa aman tidak mungkin pria tua itu dapat masuk kedalam Villa ini kan?" jelas Raisa.
"Dia tidak akan melakukannya, kamu jangan khawatir."
"Ya," angguk Raisa.
Dika duduk di samping istrinya dan berbincang dengan Raisa bercerita satu sama lain. Lain dengan Dika, Raisa hanya menceritakan tentang apa yang dia rasakan kali ini perasaan nyaman dan juga perasaan takut saat 1 tahun lalu.
Ben yang berada tidak jauh dari Dika, dia hanya bisa pergi ke kursi taman dan menikmati coffee sorenya di kursi taman Villa, setelah para pelayan menyediakannya untuk dirinya meski sempat band meminta Tuannya untuk bertemu dengan Tuan Pratama. Namun mengingat hal itu sama sekali tidak terlalu menekanya membuat Ben setuju akan Tuan mudanya yang meminta kembali ke Villa.
Kini, berada di dalam kamar Dika dan Raisa duduk di tepi ranjang saling terdiam.
"Kenapa kamu, ragu-ragu untuk menyentuhku?"
Pertanyaan Raisa membuat Dika mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum. "Awalnya aku ingin memakanmu, tapi sepertinya tubuhmu perlu nutrisi dan gizi yang baik untuk membuat sesuatu tampak lebih besar di sana. Dan juga aku tidak ingin jika istriku terlihat begitu kusut dan tidak bisa merawat diri," balas Dika.
Raisa mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan Dika yang menilai tubuhnya itu. Belum sempat dia membalas ucapan suaminya, dia terdiam.
"Aku akan kembali dan tidak bisa menemanimu di sini terlalu lama. Kamu tahu sendiri ada seorang wanita lain yang menungguku dia begitu pandai mencari waktu dan mencuri segala hal dariku. kamu dengan tenang lah di sini aku akan pergi dan akan kembali dengan segera," ucap Dika, dia datang ke villa untuk berbicara langsung kepada Raisa tentang dia yang tidak akan datang di waktu-waktu yang dekat.
Mendapati Dika sendiri yang berbicara Raisa tersenyum tipis, ia merasa bersemangat dan dihargai oleh suaminya itu.
"Sepertinya kamu bahagia aku tidak mengganggu waktumu?" tatap Dika.
"Haha, baiklah memang menyenangkan tanpa gangguanmu dan aku akan merasa lega. Kamu hanya perlu menjaga dirimu, aku tahu tuan muda seperti dirimu sangat pandai menjaga diri. Tapi tidak pandai menghindari dari godaan wanita!" seru Raisa.
"Apakah kamu cemburu? Sepertinya gadis posesif ku ini belum terpuaskan oleh ku?" tanya Dika.
"Memangnya apakah bisa, aku mengatakan bahwa aku tidak terpuaskan olehmu yang sudah membuat tubuhku kehabisan tenaga sepanjang malam?" balas Raisa.
Dika tersenyum tipis dia menarik istrinya ke pelukannya dan mencium bibir ranum Raisa. Ciuman sebagai penutup pertemuan mereka dibalas oleh Raisa sambutan yang begitu lembut dia lakukan untuk suaminya.
Melihat Dika pergi Raisa terdiam kali ini dia harus benar-benar bisa merebut hati suaminya dari perhatian wanita yang sangat dicintai oleh Dika itu.
"Mungkin akan sangat konyol jika aku bukanlah istrinya, tapi aku memiliki status untuk mendapatkan cintanya. Tidak salah jika aku harus merubah diriku jauh lebih baik," gumam Raisa berbalik dan pergi masuk kedalam Villa.
Dia juga sudah memastikan dirinya nya mendapatkan perawatan yang jauh lebih baik yang akan dilakukan oleh para pelayan atas permintaannya. Para pelayan di sana tampak bersemangat mendapati Raisa, kini setuju untuk melakukan pijatan dan luluran tubuhnya dan perawatan wajah yang khusus ditugaskan oleh mereka di sana.
Sepanjang perjalanan jika tersenyum tipis dia semakin menyukai Raisa meski dengan sedikit acu, istrinya itu sudah sedikit memperhatikan tentang dirinya. Dia terpikirkan tentang bulan madu hingga melihat ke arah Ben yang duduk di kursi depan di samping sopir.
"Kapan perginya bulan madu, Ben?" tanya Dika.
Ben terkejut mendengar pertanyaan Dika, dia pikir tuannya sama sekali tidak berminat akan bulan madu itu, apalagi dengan Nuri. Tapi ternyata dugaannya salah.
"Tiga hari lagi, Tuan akan pergi ke pantai di tempat yang cukup bagus dan tenang untuk Anda," jelas Ben, di balas anggukanoleh Dika.
Tapi Dika terpikirkan sesuatu yang cukup menarik sehingga membuatnya tersenyum tipis bersandar di kursinya dan melihat lajuan kendaraannya melewati jalanan dengan kecepatan sedang.
Masuk ke dalam rumah Dika disambut oleh beberapa pelayan dengan ramah dia mengangkat sebelah alisnya tidak mendapati Nuri menyambut tirinya. Apalagi setelah dia menginginkan Dika untuk pulang lebih awal.
"Kemana noba muda kalian?" tanya Dika.
"Nona masih berada di kamarnya, Tuan!" jawab pelayan itu.
Dika mengangguk, dia sama sekali tidak kembali ke kamar memilih untuk pergi ke ruang kerjanya melakukan hal apapun yang dapat mengalihkan dirinya dari Nuri. Pintu kerjanya terbuka seorang gadis berjalan dengan pakaian sedikit terbuka, berjalan masuk ke dalam ruangan kerja yang mendapati seperti itu kali ini di hadapannya.
"Dika, aku tidak mau pergi ke daerah itu seperti apa yang dikatakan oleh Ben!" rengek Nuri duduk dipangkuan Dika sembari mengalungkan kedua tangannya di pundakku suaminya.
"Memangnya ada tempat yang kamu ingin datangi, katakanlah?" tanya Dika.
"Apakah boleh aku merekomendasikan tempat bulan madu ku?" tanya Nuri dengan bersemangat dibalas anggukan oleh Dika.
Nuri mengecup bibir Dika sekilas membuat Dika mengangkat sebelah alisnya. Selama ini Nuri hanya bisa melakukan hal seperti itu kepadanya tanpa mencoba untuk melakukannya terlalu dalam, membuat Dika semakin lupa untuk memiliki keinginan menyentuh Nuri.
Pada akhirnya Dika menyetujui Nuri yang menginginkan pergi ke sebuah tempat yang cukup bagus dan tempat yang memang layak untuk ditempati oleh mereka yang berbulan madu. Tempat dengan deretan Villa kecil terdapat di sebuah kota terlihat tampak harmonis dengan terlihat elegan di dalam nya.
Sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Dika, untuk datang ke tempat seperti itu, selama dia mampu membeli sebuah tempat untuk membuatnya tenang, tapi untuk menuruti keinginan Nuri. Dia hanya bisa menurutinya dan berada di tempat yang cukup ramai dengan orang-orang berdatangan di sana.