Astral - Cinta - Mimpi

1017 Kata
Tuyul Baper Memisahkan arwah dari raga tanpa harus mati itu sepertinya terdengar keren. OOB— Out of Body, begitulah mereka menyebutnya. Orang yang mendalami ilmu kebatinan lebih suka menyebutnya dengan nama Meraga Sukma. Tapi aku lebih senang menganggapnya sebagai rekreasi semata. Bagaimana tidak? Kita bisa menjelajah lingkungan sekitar, bahkan pergi ke sudut manapun dari penjuru dunia. Berbekal hanya dengan sebuah ‘niat’ semata. Yang diperlukan hanyalah niat yang kuat dan tekad yang keras. Yang perlu kau lakukan hanyalah berbaring dengan mata terpejam, merasakan sensasi jatuh dari ketinggian, lalu terlelap dalam kesunyian. Semudah itu kah? Nyatanya tidak. Banyak pemula yang selalu terjebak memasuki alam mimpi, alih-alih berhasil keluar dari raganya sendiri dan bermain di sekitar. Bagaimanapun, seseorang tak akan bisa menahan kantuk yang menyerang, ketika diharuskan menutup mata dan berbaring terlentang selama empat jam— tanpa harus tidur terlelap. Dan di sinilah aku berdiri, membentuk diriku sendiri sebagai bocah kecil dengan kepala botak. Mematung memandangi alam sekitar. Memperhatikan dedaunan yang bergoyang dielus angin, juga beberapa makhluk astral lainnya yang hilir mudik tiada henti. Perlukah aku menjelaskannya? Bahwa ketika seseorang ‘keluar’ dari raga kasarnya, maka ia akan memasuki alam lain yang sebenarnya masih dalam tempat yang sama. Aku bisa melihat rumahku yang berdiri kokoh, juga pohon pisang yang nyaris tumbang di sampingnya, kala kutendang sekuat tenaga di sore hari tadi. Semuanya masih terlihat sama, terkecuali kehadiran puluhan makhluk astral yang hilir mudik di sekitar. Rumahku terletak tak jauh dari kuburan, berada di samping jalan utama penghubung sebuah kerajaan. Kau mungkin bertanya kerajaan apa yang kumaksud. Nyatanya, di alam gaib pun sebenarnya ada peradaban lain yang tumbuh berkembang. Layaknya desa dan kota di alam manusia, makhluk-makhluk ini pun juga sibuk dengan urusannya masing-masing. Bedanya, wujud mereka tak selalu sama seperti kumpulan manusia di sebuah pasar. Di sini aku bisa melihat sosok bertubuh besar dengan bulu menyelimuti sekujur tubuh, sosok berwarna putih dengan tangan dan kaki terikat, juga manusia yang merayap di tanah karena memiliki tubuh bagian bawah seperti sirip seekor lele. Aku sudah terbiasa dengan kehadiran mereka, tujuanku kali ini sebenarnya bukan hanya untuk jalan-jalan semata. Pikiranku memantapkan niat membayangkan tempat tujuan. Lalu dalam satu kedipan mata semuanya berganti dalam seketika. Layaknya memindahkan channel dalam sebuah acara televisi, aku bahkan tak menyadari akan hilangnya pemandangan di sekitar— yang kini tergantikan oleh senyapnya malam dan rumah besar dengan lampu hias di taman depannya. Adalah kediaman Maria, seorang gadis di kelasku yang selalu menjadi idola. Sempat terpikir untuk datang menyapa, namun keringat dingin selalu datang melanda. Aku yang selalu minder di dunia nyata, mendadak mendapat keberanian setelah sejenak meninggalkan alam yang fana. Kumasuki pekarangan rumahnya yang dipenuhi oleh tanaman hias. Sinar rembulan memantul dari tiap dahan yang basah, kulihat alat penyiram tanaman tersimpan rapi di tepian sebuah kolam. Maria selalu rajin merawat tetumbuhan miliknya, aku tahu ini karena itu yang biasa ia lakukan di sekolah. Ketika murid lain terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, ia selalu menyempatkan diri menyirami tetumbuhan hias di dekat pintu kelas. Ketika pot berisi bunga mekar memancarkan warna yang cerah, ia selalu merendah andai dipuji dengan membandingkan kelas sebelah. Kelas lain memiliki pot bunga yang rusak tak terurus, tugas kesenian untuk membuat tanaman hias hanyalah tugas semata. Tak seorang pun yang peduli kecuali Maria semata. Itulah salah satu nilai lebih darinya. Di samping nilai akademis tinggi dan kepribadian supel miliknya, ia memang pantas untuk menjadi seorang idola. Rumah ini memiliki beberapa penghuni selain manusia. Di salah satu sudut pekarangan, kudapati sesosok pepes manusia berwarna putih mondar mandir tanpa tujuan. Memasuki ruang tamu rumahnya, aku bertemu dengan makhluk astral pendek dengan kepala menyerupai seekor babi. Wajahnya terlihat tak ramah, menanyakan maksud kedatanganku yang tak diundang. “Aku hanya ingin bersilaturahmi. Aku teman dari Maria yang tinggal di sini,” ucapku ramah berusaha menenangkan suasana. Sebelumnya kudapati makhluk itu tengah bersiaga hendak menyerang. “Oh.. silakan masuk,” jawabnya kemudian. Maka kulangkahkan kaki ini menaiki tangga menuju lantai kedua. Hanya untuk mendapati lagi sosok astral lainnya yang berdiri kebingungan di pojok ruangan. Mengenakan kain putih longgar, dengan rambut panjang tak terurus, lengkap dengan ‘boing-boing’ besar di bagian dadanya. “Halo,” ucapku menyapa. Sadar bahwa makhluk di hadapan adalah sosok kuntilanak. Namun tak jawaban. Sosok itu hanya termenung dengan pandangan kosong, tak bisa kulihat bola mata di wajahnya. Semuanya terlihat gelap tertutup rambutnya yang gelap. Wajahnya tak jelas, namun tubuhnya ranum menggoda, baru kali ini kulihat tante kunti dengan tubuh menawan. Walau tentu saja kulit pucat penuh kotoran itu tak bisa kuabaikan begitu saja. Kusapa sekali lagi makhluk tersebut, hanya untuk dibalas oleh keheningan semata. Tak ingin kuganggu lebih jauh dirinya, maka kufokuskan pencarian akan keberadaan Maria di sana. Yang ternyata sedang tidur terlelap di atas sebuah ranjang. Piyama biru muda menempel lekat di tubuhnya, terbuat dari bahan ringan selembut sutra. Sempat kuteguk ludah tatkala menyentuh pipinya. Ekspresi pasrah dirinya yang sedang tertidur pulas, juga pose tidurnya yang agak menantang dengan tonjolan di d**a yang menantang keluar. Tak kuasa menahan nafsu yang menggoda, kujamah erat tubuh molek nan lembut di hadapan. Membelai tiap lekuk tubuh yang ada, juga meremas penuh perhatian akan bukit kembar yang ada. Entah logika apa yang sedang berlaku saat ini, karena lenganku yang saat ini dalam posisi makhluk astral, ternyata bisa jelas menyentuh tubuhnya. Ekspresi di wajahnya berganti secara perlahan, kedua alis mengkerut ke atas sambil menggigit bibir bagian bawahnya yang seksi menawan. Tak kusangka dia bisa menikmati ini walau dalam tidur yang lelap. Walau tentu saja, tak pernah terpikir juga akan kemungkinan dirinya yang terbangun begitu saja. Terbelalak dengan mata terbuka, menatap langsung dalam ekpresi kalut tak tertahankan. Terkejut tak mampu berbuat banyak, aku sontak membangunkan diriku di alam manusia. Kesadaranku tertarik saat itu juga, seolah terlontar jauh dari rumahnya, terhisap masuk ke dalam rumah kecil di sudut terjauh dekat pemakaman. ….   Esoknya… Dalam langkah yang gontai nan lemas, aku tak bisa menyembunyikan panik di wajah ketika bertemu dengannya. Sosok idola di sekolah dengan penampilan sempurna bak seorang putri raja. Ucapan “Hai” seolah menjadi basa basi semata, keheningan melanda semenit kemudian. Batinku bertanya tiada henti, akan segala kemungkinan yang ada. “Hey..” ucapnya pelan, tanpa memandang langsung menuju mataku. Aku hanya menoleh, berusaha untuk bersikap biasa. “Uhm…” Ucapannya agak tersendat, bingung untuk memulai dari mana. Keringat dingin mengucur semakin deras. Matanya menatap tajam jauh ke dalam mataku. “Semalam aku ada di sana, berdiri sebagai sosok perempuan dengan pakaian putih. Dan aku tahu siapa sosok tuyul itu sebenarnya.”  

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN