"Semenakjubkan itukah cinta?"
~Angga~
Kevin berlari dari arah tak terduga kemudian berteriak, "Pokoknya besok lo harus bayar pajak sama gue. Titik!" tuntutnya pada Arial seperti sedang berdemo. Tingkahnya membuat Wulan, Iskandar, Chika bahkan Gilang menoleh kearahnya. Suasana adem ayem tentrem Saat Makan Malam pun Berubah gaduh KARENA ulah Kevin.
Arial yang sempat terlonjak kaget mengerutkan keningnya, "Apa sih lo ?! Gak jelas!" gerutunya.
"Ternyata lo beneran jadian sama Elsa!" pekik Kevin sambil mengangkat layar ponsel Arial. Bukti nyata yang paling aktual, berupa isi obrolan romantis dan manis dari pasangan sejoli yang baru menanggalkan status jomblonya.
Kedua mata bola Arial nyaris keluar, "Eh, Vin." Arial berusaha meraih ponselnya dari tangan Kevin. Namun Kevin menghindar. Cipta sapu ajaib milik Harry Potter.
"Arial," panggil Wulan.
Arial menghembuskan napasnya, "Mungkin ini terlalu tiba-tiba. Tapi Arial bisa menjelaskan semuanya, Ma," sahut Arial berharap Wulan mau membuka telinganya lebar-lebar.
Wulan terapkan tatapan ke arah Iskandar. Yang ditolehnya hanya diam menyiratkan keterkejutan lewat teratur sebuah di wajahnya.
"Tante, pokoknya Arial harus bayar," ceplos Kevin tidak tahu situasi dan kondisi. Sedetik kemudian mendapatkan tatapan mematikan dari Arial dan diam-diam Angga menginjak kaki Kevin.
"Resek lu!" gerutu Angga pelan.
Raut Kevin berubah redup saat menatap Arial kemudian bergilir menatap Wulan dan Iskandar, “Maaf Om, Tante. Kevin spontan,” jelas Kevin. Dia menundukkan pandangannya tidak lagi menatap wajah kedua orang tua Arial.
Jadi .... "Wulan memberi jeda sebelum akhirnya menatap empat pemuda di hadapannya," Gimana ceritanya Arial bisa jadian sama Elsa? " tanya Wulan selanjutnya mengarah pada Kevin.
Kevin mengangkat wajahnya.
"Hmm Ma, Arial harap Mama sama Papa jangan salah paham dan marah dulu. Biar Arial jelasin semuanya," pinta Arial harap-harap cemas.
Wulan menatap Iskandar sekilas. "Siapa yang marah sama kamu?" ucap Wulan berhasil membuat anak sulungnya seketika menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Lahh," gumamnya pelan merasa bingung. Di dalam dirinya sendiri, Arial merutuki kebodohannya. Begitu lemahnya dia membaca pikiran kedua orang tuanya sendiri.
"Mama heran aja. Ternyata kamu bukan homo," celetuk Wulan yang langsung direspon cepat oleh suara tawa Gilang.
"Astaghfirullah," keluh Arial.
"Jadi gini, Om Tante. Arial jadian sama Elsa biar dia cepet move on dari Nita," sambar Gilang tiba-tiba.
"Ehh, doyan ngarang ya lo!" kesal Kevin mempertahankan rasa gengsi milik Arial.
Gilang langsung menoleh kearah Kevin, "Lah emang bener kan? Nita lebih milih gue dari pada Arial," keukeuhnya.
"Lo yang nikung!" tambah Angga berteriak Kevin.
"Sudah! Sudah! Kalian malah ribut!" gertak Iskandar.
Arial menoleh kearah Gilang usai merutuki kebodohannya, "Bukan gitu, Lang. Gue jadian sama Elsa karena ya, gue lebih mengenal Elsa. Nita. Lagipula Elsa juga udah lebih paham gue sejak dulu layanan Nita," jelas Arial tertata.
Namun, mendengarnya Gilang hanya berdecih. SKAKMAT!
"Nita itu siapa?" tanya Iskandar dengan begitu polosnya.
"Siswi baru yang suka tebar pesona. Tuh pacarnya Gilang tapi belum aktif," jawab Kevin dengan cepat.
Gilang terlihat mendesis kesal dengan jawaban Kevin.
"Kok bisa?" rupanya Iskandar semakin terlihat bingung.
"Udah, Pa. Nita itu gebetannya Gilang," timpal Arial menengahi keadaan. Dia merasa pusing sendiri.
"Oh begitu. Semoga cepat jadian dan berkembang langgeng ya," tambah Wulan mendoakan yang terbaik untuk Gilang.
"Iya Tante. Terimakasih," balas Gilang berusaha untuk tetap sopan.
"Oh iya. Maafin juga omongan Kevin dan Angga. Mereka memang begitu," lanjut Wulan meminta maaf pada Gilang.
Gilang mengangguk, “Iya Tante. Udah biasa kok,” balas Gilang sok ikhlas. Padahal dari dalam lubuk hatinya ia ingin sekali menghabisi Kevin dan Angga.
Dentang menit berikutnya suasana kembali normal. Hening dan hanya terdengar suara denting sendok dan garpu yang saling beradu. Kevin mengangkat wajah menatap Wulan dan Iskandar secara bergiliran usai meneguk air minumnya, "Om, Tante. Kevin sama Angga mau ajak Arial exit just be?" ijinnya pada Wulan dan Iskandar.
Dua paruh baya itu saling melempar tatapan. Saling memberikan persyaratan lewat dua bola matanya untuk mengambil keputusan.
"Mau kemana memangnya?" tanya Wulan mengangkat sebelah alisnya.
Kevin diam dan menoleh kearah Angga. Seandainya tidak ada Gilang pasti dia sudah langsung menjawab pertanyaan singkatnya Wulan dengan jujur.
"Jadi gini, Tan. Kami disuruh sama Pakdenya Kevin buat ngambil dua puluh buah durian di tokonya," jelas Angga sudah pasti hasil mengarang indahnya. Tapi memang benar kalau Pakdenya Kevin memiliki cabang toko buah-buahan di beberapa tempat.
Wulan mengangguk-anggukan sebuah kepalanya.
"Gak lama kok, Tan Om. Jam sembilan juga nanti udah pulang," rayu Kevin.
Sekilas Wulan melirik ke arah Iskandar, "Terus gimana dengan Gilang? Mau kamu tinggal?" tanya Wulan seketika membuat Gilang diam-diam menyunggingkan senyum kemenangan.
Angga menggaruk kepalanya setengah frustasi. Kenapa harus ada Gilang, sih? Batinnya kesal.
"Gilang nunggu sebentar di sini. Kita gak lama kok," ucap Angga berusaha untuk tetap tenang.
Iskandar mengangguk-anggukan kepalanya, "Ya sudah. Tiga puluh menit!" putusnya
"Pulang bawa durian!" tambah Wulan.
Ketiga pemuda itu tersenyum, "Makasih, Tan. Nanti Kevin bawain durian buat Om dan Tante," ucap Kevin girang.
"Iya, Tan. Kami janji," tambah Angga meyakinkan.
"Ya udah Ma, Pa, semuanya. Kami pergi ke toko buahnya Om Didi dulu," pamit Arial diikuti oleh dua ekor kecoak di belakangnya.
"Ya sudah. Hati-hati," sahut Iskandar kemudian.
***
Pletak!
Satu jitakan keras begitu saja di kepala Angga membuat laki-laki itu meringis kesakitan.
"Lo apa-apaan sih ?!" omel Angga melotot pada Kevin.
"Lo yang apa-apaan ?!" balas Kevin balik mengomel, "Ngapain lo bohong ke orang tuanya Arial bawa-bawa nama Pakde gue ?!" lanjut Kevin tidak merasa tidak terima.
Angga terdiam. Dia mengelus-elus dagunya. Tatapannya berubah jadi luar biasa, "Iya ya, ngapain ya?" gumamnya.
"Udah! Udah! Ayo lanjut ribut!" timpal arial santai.
Mendengar ucapan Arial, Angga seketika menatapnya kesal, "Lo lagi. Seneng amat ngeliat kita ribut!" omelnya pada Arial.
Arial hanya terkekeh.
"Ketawa lagi, lo!" lanjut Angga.
Arial mulai ekspresi di wajah. Tawanya kini hilang diganti dengan senyum permanen yang mengembang di wajahnya, "Gini aja. Mending kita beneran beli durian. Sambil jalan, kita ghibah," ucapnya memberikan solusi.
"Ghibah apaan?" sahut Kevin curiga. Perasaannya mulai tidak enak saat didekat Arial.
"Ngomongin kejelekan si Gilang," jawab Arial menaik turunkan alisnya.
"Ogah! Lo aja sana," bentak Angga berlalu mendahului kedua sisi.
Arial tertawa kecil. Dia merasakan bahwa tingkahnya terkadang konyol dan tidak bisa percaya bahwa ia sendiri dapat menyebutkan jenaka. He Arial yang kaku slow luntur, terutama semenjak ia mulai menerima kehadiran Elsa untuk mengisi relung kosong di hatinya. Ah ya, mungkin virus dari Kevin yang mulai merasuki otaknya.
Langkah anak-anak manusia itu berakhir di luar gerbang komplek perumahan. Mereka berjalan bangku taman yang tersedia di dekat trotoar dan di belakangnya terdapat tembok besar pagar komplek. Dengan dinding berwarna hijau tumbuhan tumbuhan merambat dengan daunnya yang kecil.
“Lo duduk. Kita mau interogasi lo,” ucap Angga mendudukkan Arial di bangku taman.
"Interogasi apaan?" tanya Arial dengan heran.
Angga dan Kevin tidak langsung menjawab. Mereka saling lempar tatap selama beberapa detik.
"Soal Elsa," jawab Kevin sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menatap Arial langsung tepat di manik matanya.
Sejenak Arial terdiam. Tak lama kemudian dia tertawa pelan.
“Lah, lo malah ketawa sih? Kita serius,” ucap Angga.
Arial menaikan salah satu alisnya, "Kayaknya kalian masih belum percaya ya?"
"Iya. Gue masih belum bisa percaya," sahut Kevin.
Kenapa? tanya Arial menatap tajam kearah Kevin. Perasaannya mulai campur aduk tidak karuan.
"Gue gak akan terima kalo lo sampe nyakitin Elsa!" tegas Kevin tiba-tiba. Begitu membidas Arial.
Arial mengangguk, "Oke," ucapnya tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan.
Angga mengangkat pergelangan tangan kirinya yang terdapat sebuah arloji, "Tepat, jam tujuh. Lo harus telpon Elsa sekarang juga," perintahnya kemudian.
"Buat apa?" Arial mengernyit tidak mengerti maksud.
"Ya buat ngobrol lah!" jawab Angga tetap bersabar.
"Laki-laki ah. Buang-buang waktu," balas Arial ogah-ogahan.
Kevin berdecak sebal, "Bener-bener lo ya?"
"Apaan lagi sih?" keluh Arial dengan tingkah saluran yang dirasa mulai ribet.
"Lo telpon Elsa sekarang. Tanyain dia lagi apa, udah sholat kah, atau udah makan kah. Kasih perhatian ke dia kek!" omel Kevin masih dengan sabar menahan diri dari amarahnya.
"Itung-itung ingetin!" tambah Angga.
"Yaelah. Ribet banget sih! Gak di ingetin juga pasti dia udah inget, apalagi kalo soal makan!" seru Arial, "Lo liat aja tuh pipinya, bulet kayak gitu. Badannya doang yang langsing, giliran pipi udah kayak tahu bulet," lanjut Arial menahan rasa geli yang menggelitiki tubuhnya.
"Ck! Sue lo!" Dengan tak sabar dia merogoh kantong celana kargo pendek yang Arial kenakan, "Mana hape lo ?!" serunya kehilangan batas kesabaran.
"Gue tinggal di rumah," jawab Arial datar dan setiap orang yang mendengarnya pasti akan merasa jengkel.
Kevin berdecak lagi, "Lo bawa hape?" tanyanya pada Angga.
Angga mengangguk.
"Pinjem sini!" pinta Kevin.
Angga mengambilnya dengan sangat hati-hati dari dalam kantong celananya. Sampai akhirnya dengan tak sabar Kevin segera merebut ponsel milik Angga, "Cepet!" gertaknya.
Dengan pasrah Angga berdecak kesal.
Tangan Kevin mulai mencak-mencak ponsel Angga dengan cepat.
"Eh, ngapain lo buka-buka w******p gue ?!" seru Angga merasa privasinya terusik.
"Berisik lo!" balas Kevin segera menjauhkan ponsel Angga dari pemiliknya. Tak lama kemudian nada sambung terdengar dari ponsel tersebut. Rupanya Kevin mencari nomor ponsel Elsa di grup chat kelas. Ia tahu seorang Angga mana mungkin mau menyimpan nomor Elsa di kontak ponselnya.
" Halo ?" Suara wanita terdengar halus dari seberang sana.
Kevin segera memberikan ponsel milik Angga kepada Arial dan memaksanya untuk menerima seseorang di balik saluran telepon.
"I-Iya hallo ," ucap Arial tak lama setelah Kevin memaksanya.
"Siapa ya?" tanya Elsa diseberang.
"Gue. Arial," jawab Arial dingin.
"Yang romantis, yang manis, yang hangat, sok jual mahal amat lo!" ketajaman Kevin berbisik di telinganya.
"Najis," balas Arial masa bodo.
"Tanyain kek lagi apa, udah makan apa belum? Gitu amat lo!" timpal Angga dengan protesnya.
"Ya udah lo aja yang nelpon. Gue laki-laki!" ucap Arial dingin dan samar-samar terdengar oleh Elsa di seberang.
"Arial, ada apa ya?" tanya Elsa merasa heran.
"Ooooh gak ada apa-apa," jawab Arial cepat.
Kevin dan Angga berdecak sebal namun pasrah. Arial memang selalu begitu, tak luput dari anggapan fobia perempuan.
"Yakin?" lanjut Elsa.
"Iya," sahut Arial singkat.
"Lo gak apa-apa kan?" tanya Elsa lagi untuk memastikan.
Iya gak apa-apa, sahut Arial datar.
"Oh gitu?" gumam Elsa terdengar pelan.
"Iya," sahut Arial semakin tidak jelas.
"Ya udah," ucap Elsa lagi.
"Ya udah apa?" tanya Arial pikirannya berubah menjadi lebih bodoh dari Kevin, si Onta Kanada.
"Lo nelpon pake hape siapa?" tanya Elsa basa-basi.
"Angga," jawab Arial singkat.
"Jadi?" tanya Elsa lagi entah apa maksudnya.
"Gak apa-apa. Gue kangen lo aja," jawab Arial cepat penuh spontanitas dari alam bawah sadarnya.
Kedua mata Kevin dan Angga seketika mendengar ucapan Arial barusan. Mereka saling melempar tatapan penuh rasa terkejut. Jarinya mulai bergerak menghitung segala makanan yang ia inginkan.
"Bakso."
"Soto."
"Suatu hari."
"Mie ayam."
Elsa pun yang di seberang terdiam membeku. Ada pertanyaan dalam perasaannya. Setulus apa lo jadi pacar gue? Batinnya.
Untuk beberapa detik. Hening. Sampai terdengar suara Angga berdeham pelan dan terdengar jelas.
" Ma -Maaf . Kayaknya udah dulu deh. Sampai besok," ucap Arial menahan kegugupannya. Seluruh tubuhnya pun seakan membeku dan kaku.
"I-Iya. Selamat malam ," salam Elsa.
“Ya,” sahut Arial sebelum mematikan saluran telepon.
Kevin dan Angga tanpa sadar menatap wajah Arial dan reaksi tubuhnya. Arial masih mematung menatap ponsel milik Angga.
"Tuh kan," ucap Angga tiba-tiba membuat Arial nyaris terlonjak kaget.
"Munafik sih lo!" cibir Kevin kemudian.
Angga merebut ponselnya dari tangan Arial sebelum nantinya di lempar ke badan jalan yang terlihat mulai ramai.
"Bucin niiieeee," ledek Angga setelah menyelamatkan ponselnya.
Arial berdecak. Dia terduduk di bangku taman.
"Jadi ...?" Kevin mengungkapkan ucapannya.
"Apaan?" sahut Arial malas.
"Pajak!" seru Angga dan Kevin kompak. Mereka berdua tertawa puas setelah melihat hasilnya.
"Pajak apaan? Cari duren dulu buat nyokap gue!" ucap Arial bangkit dari duduknya dan berjalan mendahului kedua sahabatnya.
"Tosss!"
"Tosss!"
"Tosss!"
"Ahhh!"
"Uhhh!"
"Mantap!"
Serta mengabaikan kelakuan Kevin dan Angga yang merasa menang serta tertawa terbahak-bahak. Oh, begitu menyebalkan!
Namun, diam-diam Arial pun menyunggingkan senyumnya lalu menghembuskan napasnya yang sempat tertahan dan mengakui kalau dirinya benar-benar konyol.
***
Angga menyeruput jus jeruknya setelah berkeliling sampai area terluar komplek untuk menemani Arial mencari durian. Alhasil mereka mendapat tiga buah durian yang begitu wangi dan manis setelah dicicipi, "Udah lah. Lo gak usah munafik again sama kita. Kita mah udah hapal mati semua tentang lo," ucap Angga pada Arial.
"Ya dulu itu gue laki-laki aja nanggepin dia," balas Arial.
"Tapi kayaknya lo harus selalu ada buat Elsa. Karena gue denger keluarganya lagi kurang adem," timpal Kevin. Lengannya ia simpan diatas meja dan pandangannya lurus monyorot kearah Arial.
Maksudnya? Malah Angga yang lebih antusias untuk mendengarkan cerita Kevin.
"Nyokap bokapnya mau cerai," sahut Arial cepat.
Kevin termangu, "Lo tau?" tanyanya tidak menyangka.
"Tau lah," jawab Arial sedikit sombong.
"Dari mana?" tanya Angga memajukan posisi duduknya.
Arial tertawa hampa, "Tanpa gue minta dia buat cerita semua juga dia bakalan ceritain semuanya ke gue," jelasnya, "Gue aja bingung," lanjutnya ikut kalut.
"Bingungnya?" Kevin mengernyit.
"Ya bingung aja. Dia suka tiba-tiba curhat," jawab Arial tanpa dosa.
"Bagus dong! Berarti dia percaya dan tulus sama lo!" seru Angga benar-benar ingin memencak-mencak wajah Arial dengan gemas. Jawaban Arial yang konyol juga membuat Kevin ingin melemparnya ke tengah kawah Ijen.
Semuanya hening. Angga memilih pasrah dan Kevin mencampakkan wajahnya ke arah lain.
Malam hampir larut. Arial menyeruput kopi hitamnya sampai hanya tersisa ampasnya saja, "Ya udah yuk?" ajaknya bangkit dari duduknya.
"Inget!" ucap Angga singkat.
"Besok pajak!" tambah Kevin
"Hm," sahut Arial ringan.
Lagi-lagi Angga dan Kevin mesti pasrah, "Gak nyangka ya? Kita bisa bertahan selama ini," bangga Kevin merangkul Angga.
Angga mengangguk-anggukan sebuah mantap, "Gue juga gak nyangka. Bisa temenan sama Onta Kanada kayak lo," balasnya.
Arial tertawa sambil berlalu membawa tiga buah durian.
"Ketawa lo!" teriak Kevin kesal.