Yudistira membalikkan badannya seraya menatap tak percaya kepada sang ayah. Bagaimana mungkin Andri dapat setega itu mengusir gadis yang sedang mengandung anak Yudistira yang notabenenya adalah cucunya sendiri.
"Silakan coret saja aku dari kartu keluarga ini, aku enggak peduli. Sebab aku bukan pengecut yang mengingkari anak sendiri." Yudistira segera meninggalkan rumah mewah berlantai 2 itu setelah selesai berkata.
"Yudis! Mau ke mana kamu? Dasar anak begundal! Lihat saja kamu akan menyesali keputusan kamu yang lebih memilih p*****r kecil itu daripada Hanie. Lagipula Papa enggak percaya jika itu adalah anak yang dikandungnya itu anak kamu."
Yudistira tidak memperdulikan sumpah serapah yang Andri lontarkan kepadanya, fokusnya saat ini adalah mengejar Vidya.
Sementara Hanie hanya dapat menahan rasa kesal karena merasa kalah oleh gadis ingusan yang tidak dia sukai sejak awal pertemuan mereka sekitar 5 tahun yang lalu. Masih teringat jelas dalam memorinya bagaimana Vidya menempel terus kepada Yudistira bagaikan anak hewan yang bergantung kepada induknya.
"Papa sungguh sudah keterlaluan sekali kepada Vidya, padahal dia sedang mengandung cucu kita," sentak Rianti dirasa Andri sudah semakin keterlaluan.
"Memangnya anak yang dikandungnya sudah pasti benih Yudistira? Papa sih enggak yakin," sahut Andri dengan berdecak kesal.
"Mama tidak sangka Papa bisa berfikir jika Vidya serendah itu, bukankah kita ini sudah mengenal dia sejak lahir?" timpal Rianti dengan rasa kecewa di d**a lalu meninggalkan Andri dan Hanie.
"Om, bagaimana ini? Padahal aku sudah memberitahukan orang tuaku jika Mas Yudis bersedia melakukan pernikahan turun ranjang ini," ucap Hanie yang segera berpura-pura menangis saat dilihatnya Andri akan mengejar Rianti.
Hanya satu hal yang terpikirkan oleh Hanie saat ini, dia harus lebih mendekatkan diri kepada Andri dan menjelekkan nama Vidya di hadapan pria yang semakin dikuasai oleh kemarahan itu.
"Om, sejujurnya dari awal aku juga sudah tidak menyukai p*****r kecil itu. Masa dia sewaktu masih kecil kelakuannya sudah genit dan sekarang terbukti 'kan kalau dia mengaku hamil anak Mas Yudis," sambung Hanie dengan tangisan yang semakin dibuat-buat.
"Kamu tenang saja Hanie, Om tidak akan membiarkan Yudistira menikahi gadis rendahan itu. Percaya saja sama Om," ucap Andri dengan yakin.
"Betul itu, Om?" sahut Hanie dengan mata berbinar.
"Ya Om berjanji jika Yudis akan menaikan denganmu."
"Terima kasih, Om. Oh iya, aku permisi pulang dulu. Lain kali aku akan datang ke mari lagi," ucap Hanie setelah merasa cukup mempengaruhi Andri untuk lebih membenci Vidya.
***
Siapa yang tidak sakit hati saat dihina sedemikian rupa oleh orang lain. Vidya pun merasa demikian, gadis itu berlari sambil menangis saat meninggalkan kediaman Andri. Vidya merasa takut menghadapi dunia tanpa kehadiran Steven yang biasanya menolongnya seperti super hero.
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Vidya jika Steven akan meninggalkan dirinya begitu cepatnya. Padahal Vidya masih ingin bermanja-manja dan bersenda gurau dengan sang ayah.
Vidya terus berlari sampai kakinya terasa lelah lalu berlutut sambil memandang langit yang begitu cepatnya berubah, sedetik saja dari panas berubah menjadi gelap lalu disusul dengan suara gemuruh yang saling bersahutan.
"Papaaaaa. Vidya mau ikut Papa aja. Kenapa Papa tega ninggalin Vidya sendirian? Apa begini cara Papa buat menghukum Vidya?"
Vidya berteriak menumpahkan segala rasa yang berkecamuk di dalam hatinya. Rasa penyesalan, bersalah dan kehilangan yang terjadi begitu cepatnya membuat Vidya terus menerus berteriak.
Beberapa saat kemudian, hujan turun dengan derasnya dan membasahi tubuh Vidya. Tapi jangankan beranjak dari tempatnya saat ini, Vidya hanya bergeming dan mengingat semua kenangan bersama Steven.
"Astaga Vidya! Ayo cepat masuk ke dalam mobil, hujannya semakin deras." Saking larutnya Vidya dalam kenangan, dia tidak menyadari jika Yudistira sudah berada didekatnya.
"Jangan kemari. Aku benci sama Om!" pekik Vidya dengan mengacungkan tangan ke arah Yudistira, kebencian sangat terlihat pada wajahnya.
Yudistira hanya bisa menghela nafas sebelum kemudian membopong tubuh Vidya. Tentu saja gadis itu memberontak, tapi berlama-lama di tengah hujan deras jelas tidak baik untuk Vidya yang sedang berbadan dua. Yudistira jelas tidak mau mengambil resiko itu.
Pukulan Vidya yang mendarat di punggungnya memang menyakitkan, tapi Yudistira dengan senang hati menerimanya. Tugasnya sekarang adalah memastikan kenyamanan bagi Vidya yang sedang mengandung anaknya.
"Anak, tidak pernah terpikirkan olehku akan menyebutkan kata anak. Apakah aku akan dapat melakukan yang terbaik untuk Vidya?" tanya Yudistira yang tertawa dalam hati.
"Kenapa Om memandang aku seperti polisi memandang kriminal? Apa jangan-jangan di dalam pikirannya Om aku ini adalah kriminal? Ngaku aja, Om?" sentak Vidya dengan mendelikkan mata.
Yudistira terkesiap saat mendengar tuduhan tak mendasar Vidya itu, jika menuruti egonya ingin sekali Yudistira membantah semua tuduhan itu. Akan tetapi sesuatu di dalam hatinya seakan berkata jika umur Vidya yang masih labil dan ditambah dengan kehamilannya, membuat hormon gadis itu menjadi tidak terkendali.
"Lebih baik kamu tidur saja, Om akan membawa kamu ke apartemen Om," kata Yudistira setelah terdiam beberapa saat.
"Mau apa lagi Om bawa aku ke sana? Enggak cukup apa sudah membuat aku hamil di sana?" Dan Yudistira hanya dapat ternganga saat mendengar perkataan Vidya yang absurb itu.
***
"Cepat mandi, tidak baik ibu hamil terlalu lama memakai pakaian basah. Om akan membuatkan s**u hangat untuk kamu," titah Yudistira saat keduanya sudah tiba di apartemennya.
"Aku mau makan mie instan," ucap Vidya yang tiba-tiba menginginkan makanan berkuah gurih itu.
"Vidya, mie instan tidak baik untuk wanita hamil. Om akan membuatkan roti bakar sebagai teman minum susu." Vidya langsung merenggut saat mendengar larangan Yudistira. Dia melupakan fakta bahwa pria ini jauh lebih rewel daripada Steven.
"Aku. mau. makan. mie. instan," ucap Vidya sembari menekankan intonasi suaranya dan disertai dengan mata yang mendelik tajam pada Yudistira.
"Enggak boleh, Vidya. Mie instan itu tidak baik untuk wanita hamil." Yudistira yang tidak mau kalah tentu saja tetap melarang dan membalas tatapan mata Vidya.
Keduanya masih bergeming di sedang posisi masing-masing hingga akhirnya Yudistira tersadar jika emosi Vidya tidak stabil akibat hormon kehamilannya dan rasa sedih karena baru saja ditinggalkan oleh Steven untuk selamanya. Bibir Vidya mulai membiru karena kedinginan bahkan suara gigi yang bergemeletuk terdengar jelas pada telinga Yudistira.
"Oke, tapi hanya untuk hari ini saja! Ingat kalau kamu ini sedang hamil," sahut Yudistira yang mengalah demi kebaikan Vidya dan anak mereka.
"Kita lihat saja nanti karena aku tidak berani janji," ucap Vidya yang lalu membanting pintu kamar.
"Ya Tuhan berikan aku kesabaran ekstra untuk menghadapi wanita yang sedang hamil ini!" jerit Yudistira yang tentu saja terdengar oleh Vidya, mungkin tanpa keduanya sadari inilah pertengkaran pertama mereka dengan status sebagai calon orang tua.
***
"Kalau mau bicara tunggu aku selesai makan, Om," ucap Vidya dengan ketus, dia tidak ingin kenikmatan makannya harus terganggu karena mendengar ocehan Yudistira.
"Vidya ... Om nggak ngerti kenapa kamu jadi gampang uring-uringan seperti ini?" timpal Yudistira dengan lirih.
"Jangankan Om, aku aja enggak ngerti," sahut Vidya kembali.
"Lebih baik obrolan kita sudahi sampai di sini dulu, kalau diteruskan kita hanya akan lebih banyak bertengkar," ujar Yudistira setelah mengambil napas dalam-dalam.
"Siapa juga yang mau bicara sama Om ..."
"Vidya Adiatmo, cepat selesaikan makannya dan tidur. Om akan tidur di kamar tamu." Yudistira memotong ucapan Vidya, dia tidak ingin menghabiskan energi dengan bertengkar. Masih banyak yang harus dikerjakan pada esok hari.
***
"Mau apa kita ke rumah sakit?" tanya Vidya dengan sinis.
"Kita harus memeriksakan kandungan kamu, Vidya."
"Tapi aku enggak sakit, untuk apa ke dokter?" Vidya menolak keras usulan Yudistira.
"Vidya, seperti yang Om bilang tadi kalau kita akan memeriksakan kandungan kamu. Jangan membantah!" Vidya terkesiap saat Yudistira meninggikan suara kepadanya.
"Om jahat!" pekik Vidya yang membuat Yudistira terkejut.
"Om tidak jahat, mengertilah Vidya. Ini demi kebaikan kamu dan anak kita," sahut Yudistira yang sadar jika dia sudah mulai tak dapat mengontrol emosinya.
"Terserah Om saja lah," ucap Vidya dengan sinis.
Vidya berjalan di depan Yudistira, dia tidak mau berdekatan dengan pria itu untuk sementara ini. Terlalu fokus akan kekesalannya membuat Vidya tidak sadar jika dari arah berlawanan ada seorang wanita yang berjalan dengan cepat lalu menabrakkan dirinya hingga membuat Vidya terjatuh.
"Aduh!"
Yudistira tadinya ingin mengejar wanita yang sudah berlari jauh itu tapi teriakan Vidya membuatnya sadar jika gadis itu sedang berada dalam posisi terduduk dan darah merembes mengotori celana panjangnya.
"Vidya!"