Tetap tenang ya, Hanie?

1140 Kata
"Om harus pergi ke kantor, kamu tenang aja ada Jumariah dan salah satu pegawai Om yang menjaga kamu. Jadi kalau misalnya kamu mau sesuatu bisa minta tolong sama mereka," ucap Yudis yang sudah bersiap pergi ke kantor pagi itu. Sudah 5 hari dia absen dan sekretarisnya mulai cerewet dengan mengirimkan spam chat sebanyak ratusan kali dalam sehari. "Please deh, Om. Aku ini bukan yang sakit parah sampe harus di jaga kayak anak kecil," "Tapi membiarkan kamu sendirian itu yang lebih berbahaya, Vidya. Karena, karena ..." Yudistira tidak jadi melanjutkan perkataannya, dia takut akan menyinggung perasaan Vidya. Menurut dokter Yohana, kondisi mereka berdua cukup parah. Yudistira memerlukan terapi untuk menghilangkan trauma atas meninggalnya sang istri karena pendarahan, sementara Vidya memerlukan terapi agar dia tidak berpikir hal negatif yang akan mendorongnya untuk menyakiti diri sendiri. Bagian tersulitnya adalah Vidya yang sedang hamil tidak terlalu boleh sering mengkonsumsi obat-obatan penenang dalam dosis yang banyak. Itu akan membahayakan janin yang berada di dalam kandungannya. Maka dari itu dokter Yohana menyarankan agar Vidya harus memiliki teman mengobrol dan topik pembicaraannya pun tidak boleh yang memancing trauma gadis itu. "Vidya, pokoknya Om khawatir kalau harus meninggalkan kamu sendirian. Om takut terjadi sesuatu dengan kalian," ujar Yudistira dengan lembut. "Ya kalau khawatir, Om harus cepat datang ke mari setelah menyelesaikan pekerjaan Om. Aku jujur enggak begitu nyaman dengan orang baru,'' timpal Vidya. "Oke, Om janji. Sekarang Om pergi dulu, ya. Ah, sepertinya Mama baru bisa ke mari besok siang," "Dan kamu Jumariah, tolong jaga istri saya dan pastikan tidak ada hal buruk yang terjadi padanya." Jumariah hanya dapat terdiam, meneguk saliva saja terasa susah. Ancaman Yudistira membuatnya merinding sampai hingga menusuk ke tulang sumsum. "Baik Pak." Jawaban singkat namun sangat sulit untuk diucapkan Jumariah, dia terlalu takut dengan Yudistira. *** "Mas Yudis ..." Hanie yang baru memasuki ruangan inap Vidya terkejut saat melihat wanita yang pernah disuruhnya untuk mendorong gadis itu. Hanie tidak ingin mengambil resiko dirinya akan ketahuan oleh Yudistira. Sebisa mungkin dia tidak ingin mengotori tangannya untuk menyentuh dan menyakiti Vidya. Tidak jauh berbeda, wajah Jumariah pun berubah menjadi pucat pasi seakan melihat hantu. Tidak dapat dia percayai jika wanita yang memerintahkannya untuk mendorong Vidya ternyata mengenal dekat sang korbannya. Perubahan raut wajah keduanya sempat ditangkap oleh pengawal yang hanya terdiam. Tinggal menunggu Hanie memakan umpannya untuk membuktikan kecurigaannya jika wanita itu adalah dalang yang mendorong Vidya. "Om Yudis enggak ada di sini. Jadi bisa enggak Tante pergi dari sini sekarang? Ganggu banget tau, emang Tante enggak punya kerjaan ya?" ucap Vidya dengan geram. "Siapa juga yang mau di sini lama-lama, yang ada ntar gua ketularan sial kayak lo," desis Hanie dengan penuh hinaan. "Kalau Ibu enggak ada kepentingan lagi di sini. Ibu bisa pergi sekarang," ucap salah satu detektif yang menjaga Vidya hari itu. Pria itu tidak mau mengambil resiko membiarkan wanita angkuh itu berbicara lebih lama dengan Vidya. Salah-salah yang ada bayaran mereka akan dipotong oleh Yudistira. Membayangkan itu membuat sang detektif merinding memikirkan beberapa cicilan yang belum lunas. "Rupanya Mas Yudis memanjakan kamu sekali," cerca Hanie sebelum meninggalkan ruangan. "Maaf Bu Vidya, apakah Ibu mengenal wanita yang barusan pergi?" tanya Jumariah dengan hati-hati. "Dia adik dari mendiang istri Om Yudis," jawab Vidya singkat karena masih kesal dengan Hanie. "Ah rupanya begitu," gumam Jumariah yang mulai mengerti situasinya. "Obsesi wanita yang sedang jatuh cinta ternyata berbahaya juga," ucap Jumariah dalam hati. Tapi Jumariah dilanda kebingungan, dia sudah berjanji tidak akan membawa-bawa Hanie jika suatu saat ketahuan. Flashback on "Aku harus cari ke mana uang Rp 5.000.000,- dalam waktu cepat. Kalau uangnya enggak ada sampai besok, adikku tidak boleh pulang meski udah sembuh," gumam seorang wanita yang sedang duduk termenung. Es teh yang tersaji dihadapannya bahkan tidak dia sentuh sampai semua es mencair dan menyatu dengan cairan berwarna coklat pekat itu. Wanita itu yang adalah Jumariah hanya dapat menghela napas berkali-kali, berharap keajaiban akan datang secepatnya. Entah karena malaikat mendengarnya lalu kasihan atau iblis yang sengaja datang untuk menjebak, tak lama ada seorang wanita yang duduk di depannya dan mengajak berbicara. "Aku punya tawaran yang bagus untukmu, aku akan memberikan kamu uang sebesar Rp 20.000.000,- tunai, asal kamu mau mengikuti perintahku. Tapi dengan satu catatan, kamu tidak boleh menyeret sku jika suatu saat kita bertemu dengan tidak sengaja." Flashback off Jadi bagaimana caranya agar Jumariah memberitahu Yudistira jika dalang yang menyuruhnya mendorong Vidya adalah Hanie. Wanita itu sempat mengancam akan menjebloskan Jumariah ke dalam penjara sebelum dia melakukan aksinya. *** "Sialan, jadi Mas Yudis mau melakukan permainan ini rupanya. Lihat saja aku akan membalikkan keadaan dan membuat wanita itu ditendang oleh Mas Yudis." Hanie menggerutu sepanjang perjalanan menuju mobilnya. Tidak dia sangka jika akan kalah langkah dengan Yudistira, pria itu seakan ingin mempersempit ruang lingkupnya. "Kalau begini aku harus bermain halus,'' gumam Hanie lagi. Orang-orang yang berada di sekitarnya memandang Hanie heran karena wanita itu berbicara sendiri. Dalam bayangan mereka, Hanie persis dengan orang stress karena mengalami depresi. "Kenapa kalian menatapku seperti itu?" sentak Hanie yang baru menyadari arah tatapan orang-orang yang tertuju padanya. "Ye, situ pede banget jadi cewek. Mending cantik, ini udah dandanan menor ekh otaknya kurang seons pula," celetuk salah seorang pria yang langsung kabur karena dilempar botol air mineral oleh Hanie. "Cantik-cantik gila!" "Diam kalian semua, gua enggak gila!" bentak Hanie dengan mata menyalang. *** "Jadi Hanie datang tadi siang?" tanya Yudistira lebih kepada memastikan. "Iya Om, tadi aku langsung suruh pergi aja. Ganggu banget soalnya," adu Vidya seperti layaknya anak perempuan kepada ayahnya. "Kalian pasti sempat bertengkar 'kan?" tanya Yudistira. "Itu sudah pasti dong, Om. Aku 'kan udah sering bilang sama Om, itu Tante girang kenapa sih dari awal ketemu enggak suka sama aku," keluh Vidya saat mengingat pertemuannya dengan Hanie. "Om juga enggak tahu kalau itu, Vidya. Tadinya Om masih enggak percaya kalau dia sentimen sama kamu, tapi setelah Om amati beberapa lama, Om setuju dengan kamu. Dia kayak ketemu musuh aja kalau ketemu kamu.'' "Pak, Bu, apa saya boleh pergi ke kantin untuk makan?" "Kamu 'kan sudah saya belikan makanan, kenapa tidak makan itu saja?" tanya Yudistira dengan nada tidak suka. "Saya alergi ikan, Pak. Jadi mau beli nasi goreng telur," jawab Jumariah yang memang kenyataan. "Kamu kenapa tidak bilang dari kemarin kalau punya alergi. Saya 'kan merasa jadi orang jahat karena memberikan kamu makanan yang membahayakan tubuh kamu." Jumariah hanya dapat meringis saat Yudistira menyindirnya. Yudistira telah memberikan cap jika Jumariah adalah orang jahat yang telah mencelakakan sang istri. Ingin membantah pun dia tidak dapat melakukannya, seluruh identitas Jumariah telah dipegang oleh Yudistira sebagai jaminan agar dia tidak kabur, ponselnya bahkan telah dihancurkan. Entah apa rencana Yudistira kepada Hanie yang melibatkan dirinya. Jadi yang dapat Jumariah lakukan sekarang hanya diam dan menerima segala perlakuan buruk Yudistira, meskipun begitu pria itu masih punya hati untuk memberikannya makanan yang layak. "Kalau begini caranya, aku akan akan jadi senjata kedua orang itu untuk saling menghancurkan," keluh Jumariah dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN