8. Nongkrong di Cafe

1208 Kata
Mendapat kiriman pesan singkat dari Bulan membuat hati Lios berbunga-bunga. Enu molas (nona cantik) bertanya dirinya sedang apa, tentu saja Lios segera membalas. 'Aku baru sarapan. Sekarang sedang latihan,' balas Lios. 'Oh, nanti malam ke cafe ya?' tanya Bulan. 'Ya. Mau ikut? Sore kujemput.' Hati Lios menaruh harapan besar supaya Bulan mengiyakan. 'Boleh,' balas Bulan. 'Pulangnya jam lima ya?' 'Iya, betul.' 'Oke, sampai nanti.' Senyum lebar terkembang di wajah tampan Lios, membuatnya terlihat semakin menarik. Saking senangnya dia membaca pesan singkat dari Bulan berkali-kali. Menjelang sore Lios mempersiapkan diri sebaik mungkin. Dia bercukur rapi, memakai pakaian yang rapi, tidak lupa memakai jaket yang kemarin dipinjamkan untuk Bulan. Siapa tahu jaket ini membuatnya beruntung lagi. Lios keluar dari apartemen sambil bersenandung. Dilihatnya langit bersih tanpa awan. Pertanda baik. Lios pun melajukan motor ke kantor Bulan. "Lios!" Bulan berlari kecil menghampiri lelaki tampan yang duduk di atas motor. Lios tersenyum lebar. Wajah Bulan yang merona membuatnya terlihat makin cantik. Jantung Lios yang sudah tenang kembali berdebar. "Udah lama?" tanya Bulan. "Baru sampai." Lios memberikan helm merah untuk Bulan. "Langsung ke cafe?" Bulan memakai helm itu dan naik ke boncengan. Sedikit canggung saat menentukan di bagian mana dirinya harus berpegangan. "Iya. Nanti aku minta Ferdi temani kamu ngobrol biar nggak bosan." Lios merasakan kedua tangan mungil di pinggangnya. Kenapa Bulan tidak memeluknya lagi? Ah, mungkin masih malu. "Oke," lirih Bulan. Tidak banyak bicara lagi Lios melajukan motor dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin Bulan ketakutan. Tapi di tengah jalan Lios penasaran dan menaikkan kecepatan. Bulan tidak bereaksi. Lios menaikkan lagi kecepatannya. Bulan tetap tidak bereaksi. Wanita ini pemberani juga. Mereka tiba di RM Cafe tanpa hambatan berarti. Lios memarkir motor di tempat khusus. Dia ingin menggandeng Bulan memasuki cafe, tapi tidak yakin apakah Bulan mau. Sementara Bulan juga memikirkan hal yang sama. "Wah, lihat siapa yang datang? Enu Bulan." Ferdi tersenyum lebar memperlihatkan deretan gigi yang putih. Bulan dengan cepat menyimpulkan bahwa panggilan 'enu' pasti berarti 'nona'. "Hai, ketemu lagi," sapa Bulan. "Jangan sungkan. Kamu bersama Lios, berarti udah jadi orang sendiri," ujar Ferdi. "Minta tolong temani Bulan ngobrol kalau aku sedang perform," kata Lios. "Oke, Bro. Apa sih yang nggak buat lo?" Ferdi meringis. Bulan tertawa sungkan. "Ayo, ke dalam," ajak Lios. "Aku ke dalam dulu," kata Bulan pada Ferdi. "Oke, Enu. Santai aja ya." Bulan membuntuti Lios ke lantai dua. Mereka masuk ke ruangan kantor. Bulan melihat ada layar yang menampilkan gambar dari CCTV. Sepertinya tidak ada titik buta sedikit pun. "Keren. Resolusi kameranya tinggi nih, gambarnya bagus banget. Ini bisa menangkap suara juga?" Bulan mengamati layar CCTV. "Harusnya sih nggak. Rekam gambar aja udah cukup bagus," jawab Lios. "Siapa yang jaga di sini?" tanya Bulan. "Kadang Ferdi, kadang petugas keamanan." "Ooo...." Lios mengamati setiap gerak-gerik Bulan yang tertarik dengan CCTV. Menarik juga. Mungkin karena latar belakang Bulan sebagai fotografer membuatnya cenderung tertarik dengan segala hal yang memiliki lensa. "Aku mau cek sound. Kamu mau di sini atau ikut ke bawah?" tanya Lios. "Ikut dong. Nggak enak sendirian di sini." Mereka berjalan beriringan menuju panggung. Lios langsung bergerak sistematis memeriksa kabel-kabel rumit yang terhubung ke keyboard, piano, dan speaker. Tanpa menunggu lama Baim datang dengan mic dan stand-nya. Bulan memperhatikan. "Tiap hari harus cek sendiri ya?" tanya Bulan. "Iya, karena aku yang menggunakannya. Kalau suruh orang lain belum tentu paham." "Hmm... Iya ya. Aku juga begitu kalau urusan kamera. Sebelum pakai harus cek setting." Lios tersenyum. Wanita ini tidak membosankan sama sekali. Dia menarikan jari-jari di tuts piano, memainkan sebuah lagu instrumental klasik yang populer, Canon in D. Bulan terbuai dalam irama lagu tersebut. Sudah terlalu sering dia mendengar lagu ini muncul dalam pernikahan. Sambil bermain piano Lios memberi kode pada Baim yang berada dalam bilik sound system. Baim mengubah output suara berdasarkan keinginan Lios. Setelah puas mendengar hasilnya Lios pun berhenti. "Sebentar lagi cafe buka. Kamu jangan menghilang. Kalau bosan ngobrol dengan Ferdi," kata Lios. "Oke, tenang aja." Bulan tersenyum manis. Melihat senyum semanis itu membuat Lios tidak ingin melanjutkan pekerjaannya. Dia ingin membawa Bulan pergi supaya mereka bisa menghabiskan waktu berduaan. "Siap, Bro? Sebentar lagi penggemar lo bakal berdatangan." Ferdi muncul membuyarkan khayalan Lios. "Seperti biasa," gerutu Lios. Ferdi tertawa, "Gue pasti ganggu obrolan kalian. Enu Bulan, kalau bosan duduk di sini bisa cari aku di bar, oke?" "Oke, thanks." Bulan mengangkat jempol. Ferdi pun melenggang pergi. "Banyak penggemar ya?" goda Bulan. "Jangan dengarin Ferdi. Kadang-kadang dia hiperbola." Lios menarik kursi duduk di sebelah Bulan. "Nanti kan aku bisa lihat benar atau nggak." Lios mengeluh dalam hati. Semoga penggemar yang datang hari ini tidak menjadi agresif karena melihat Bulan. "Oh ya, satu lagi. Selama di dalam cafe jangan tinggalkan gelas minuman. Hati-hati." Lios mengingatkan dengan suara rendah. Wajahnya begitu dekat dengan Bulan, hembusan nafasnya terasa menggelitik. "Oke, aku mengerti." Bulan tersipu. "Meskipun di RM Cafe belum pernah ada kejadian orang memasukkan obat dalam minuman, namun mencegah lebih baik daripada mengobati," tutur Lios. "Setuju." Bulan merasa jarak mereka begitu dekat, jika dia menoleh bibir mereka mungkin akan bersentuhan. Pikiran liar ini membuat wajahnya merah padam. Lios terpana melihat perubahan di wajah Bulan. Wanita ini merasa malu? Apakah jarak mereka terlalu dekat? Lios ragu. Haruskah dia menambah jarak? "Apa lagu kesukaanmu?" tanya Lios tanpa berpindah dari posisi semula. Dia merasa Bulan yang menunduk malu terlihat begitu manis. "Emm... Nggak ada yang khusus." "Di sini aku lebih banyak membawakan lagu jazz ringan." "Yang romantis begitu kan?" "Hmm... Pengunjung suka seperti itu." Lios mengangkat alis dengan pasrah. "Lagu kesukaanmu apa dong?" tanya Bulan penasaran. "Fly Me to The Moon," jawab Lios. "Coba nyanyikan sedikit," pinta Bulan. Lios menyanyikan sepenggal lagu tersebut. Tidak disangka Bulan ikut bernyanyi dengan harmonisasi suara. Lios terkagum mendengarnya, dia terus bernyanyi. Suara bariton milikbya berpadu sempurna dengan suara mezzosoprano Bulan. "Suaramu bagus," puji Lios usai duet singkat mereka. "Apalagi kamu...," balas Bulan. "Mau duet di panggung?" "Satu lagu aja ya... Aku pemalu." Bulan tertawa kecil. "Satu lagu lebih dari cukup." Lios tersenyum lebar. Atas permintaan Lios, Baim membawa keluar satu mic lagi beserta stand. Dia meminta Bulan untuk tes mic. Lios tampak antusias. Tidak disangka wanita yang disukainya juga senang bernyanyi. "Ayo, kita nyanyi di awal," kata Lios. "Sekarang?" Mata Bulan membulat. "Kenapa? Demam panggung? Jangan khawatir, anggap aja nggak ada orang lain. Fokus padaku." Lios merangkul Bulan. "Ya, aku coba." Jantung Bulan berdegup kencang. Dia tidak akan pingsan karena demam panggung, tapi karena berdekatan dengan Lios! Duet Bulan dan Lios berjalan lancar. Beberapa pengunjung tampak kagum dengan harmonisasi mereka. Ferdi pun langsung menghampiri untuk melontarkan pujian. Bulan merasa malu bukan kepalang. Saat jeda istirahat Lios mencoba lagu lain, Bulan menyanyikan dengan lancar dari awal sampai akhir. Lios kagum dan memintanya membawakan lagu ini seusai jeda istirahat. "Aku nyanyi sendiri?" Bulan terperanjat. "Iya. Suaramu jernih. Lagu ini tidak cocok untuk duet." "Oke, kucoba." Kembali ke panggung. Bulan menyanyikan Moon River dengan penuh perasaan. Sepanjang lagu matanya memandang Lios supaya tidak diterpa demam panggung. Lancar! "Wow, nggak sangka Enu Bulan punya suara emas," puji Ferdi. "Ah, nggak... Biasa aja kok." Bulan merendah. "Hahaha datanglah besok. Kamu harus nyanyi lagi ya?" pinta Ferdi. Bulan menatap Lios meminta pertolongan. "Lihat besok, Bro," kata Lios. "Ya, ya, baiklah. Tapi aku yakin Bulan bisa punya penggemarnya sendiri." "Kita pulang sekarang?" tanya Lios yang sudah malas bicara dengan Ferdi. "Iya, boleh," sahut Bulan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN