PART 3 - Permintaan Nenek

1970 Kata
Evelyn memegang tangan neneknya erat. Melihat Noran melirik mereka dari kaca mobil. Evelyn memaksakan senyumnya pada Noran, tapi laki-laki itu hanya menatapnya datar. Mereka memasuki rumah keluarga William. Evelyn turun dari mobil dan dengan cepat membukakan pintu untuk Elizabeth. "Nenek bisa berjalan sendiri. Jangan perlakukan Nenek seperti pasien," kata wanita yang sudah berumur 70 tahun itu. "Tetap saja, Nek -" Elizabeth melepaskan tangan Evelyn dan berjalan sendiri. Elizabeth berjalan menuju kamarnya yang berada di lantai satu. Evelyn seketika mengingat ketika satu tahun yang lalu neneknya meminta berpindah kamar di lantai satu. Padahal di lantai satu tidak ada kamar yang besar dan neneknya sangat menyukai kamarnya yang sebelumnya karena mengingatkannya dengan mendiang suaminya. Evelyn sekarang tahu alasan di balik keinginan neneknya itu. Neneknya pasti kesulitan lagi menaiki tangga ke lantai dua yang lumayan banyak itu. Bahkan sekarang pun, Neneknya kelihatan kesusahan untuk berjalan biasa. "Nenek!" panggil Noran ketika Elizabeth sudah duduk di ranjangnya. "Jangan keras-keras. Nenek tidak mau yang lain tahu. Cukup kalian saja untuk hari ini. Nenek lelah jika harus menangani orang tuamu, Noran." "Bukan itu yang penting sekarang, Nek!" Evelyn berlutut di hadapan neneknya dan memegang tangannya erat. "Nenek harus melakukan kemoterapi. Nenek harusnya tidak ada di rumah sekarang. Nenek harus di rawat di rumah sakit," kata Evelyn. "Kau tahu Nenek tidak suka rumah sakit, Eve. Nenek tidak suka di tempat itu." "Tapi, Nek-" Elizabeth membalas pegangan tangan Evelyn, "Nenek sudah menghabiskan 20 tahun di rumah sakit untuk merawat kakekmu. Nenek tidak mau tinggal di tempat itu. Nenek tahu betapa menyedihkannya berada di sana." "Nenek harus menjalani pengobatan! Kita bisa pergi ke Jerman. Aku punya kenalan dokter kanker terbaik di Jerman. Aku bisa meminta tolong mereka. Percayalah padaku Nek, kita ke Jerman dan Nenek akan sembuh," ujar Noran berharap neneknya menerima permintaannya. "Tidak, Noran. Nenek tidak mau menghabiskan waktu Nenek yang tinggal sebentar ini di negara asing. Nenek suka di rumah. Di sini Nenek bahagia - bersama kalian - melihat kau, Evelyn, dan Grace di rumah ini membuat Nenek senang." Evelyn tidak bisa menahan air matanya lagi, "Nenek..." "Jangan paksa Nenek lagi. Ini hidup Nenek, semuanya Nenek yang berhak memutuskan. Nenek sudah mengurus semuanya. Termasuk warisan dan perusahaan jika Nenek mati nanti. Nenek sudah mengatur semua hingga kalian tidak akan saling bertengkar lagi." Noran terlihat marah mendengar perkataan Elizabeth, "Bukan itu yang penting, Nek! Kenapa Nenek membicarakan tentang warisan di saat seperti ini?" Noran menatap kecewa Neneknya. "Aku tak peduli bagaimana Nenek mengurus warisan itu. Aku akan menghubungi dokter di Jerman dan akan membawa Nenek ke sana bagaimana pun caranya," kata Noran lalu pergi meninggalkan kamar Elizabeth. Elizabeth tersenyum, "Sudah lama Nenek tak melihat Noran mengkhawatirkan Nenek seperti tadi," kata wanita itu. "Tentu saja Noran khawatir! Nenek sedang sakit sekarang! Noran adalah cucu nenek, bagaimana bisa Noran tidak khawatir melihat Nenek sakit parah?" "Aku kira anak itu sudah kehilangan emosinya. Noran selalu melihat semua orang seperti musuhnya," kata Elizabeth diakhiri dengan tawa kecil. "Nenek..." lirih Evelyn mengeratkan genggamannya di tangan Elizabeth. "Nenek tidak apa-apa. Kau tidak akan memaksa Nenek menjalani perawatan seperti Noran, kan? Kau yang paling mengerti Nenek, Eve. Nenek tahu kau tak akan melakukannya." "Kalau Nenek berkata seperti ini, bagaimana aku bisa melawan Nenek?" Elizabeth memeluk Evelyn dengan lemah, "Nenek tidak apa-apa. Nenek sudah hidup cukup lama. Kalaupun Nenek meninggal besok, Nenek tidak akan menyesal. Nenek sudah cukup bahagia menjalani kehidupan Nenek selama ini." "Nenek tidak akan mati. Aku tidak akan membiarkannya." "Nenek tidak menginginkan apapun lagi, tapi ada yang mengganggu pikiran Nenek selama satu tahun ini," kata Elizabeth setelah melepaskan pelukannya. "Apa, Nek? Apa yang Nenek inginkan? Katakan dan aku akan melakukan apapun untuk memberikannya pada Nenek," kata Evelyn dengan sungguh-sungguh. "Kau, Evelyn-" Kening Evelyn mengerut, "Apa maksud Nenek?" "Nenek tak pernah melihatmu bersama laki-laki. Kau tak pernah mengenalkan Nenek pada laki-laki selama ini. Nenek khawatir kau masih berpikiran untuk tidak menikah dan mengabdikan hidupmu untuk rumah sakit Medistra. Memikirkan itu membuat Nenek tak bisa tidur nyenyak selama satu tahun ini. Apa kau tidak memiliki pacar?" "Nenek-" "Keinginan Nenek adalah melihatmu menikah sebelum Nenek mati. Apa kau bisa melakukannya?" "Itu -" "Nenek sudah bertanya ke teman-temanmu dan mereka berkata kau tak pernah dekat dengan seorang pria pun selama ini. Jadi Nenek berpikir - bagaimana jika Nenek menjodohkanmu dengan cucu teman Nenek?" Evelyn menelan ludahnya berat. Menatap mata neneknya yang penuh dengan permohonan padanya. Evelyn memang tak pernah dekat dengan siapa pun selama ini. Evelyn tidak pernah merasakan cinta kepada siapapun. Evelyn tak pernah berpacaran dan perempuan itu tak merasa membutuhkannya. Evelyn berencana hanya akan hidup sebagai dokter dan membeli apartemen di dekat rumah sakit saat neneknya meninggal karena tidak ada alasan lagi tinggal di rumah William. Tapi Evelyn tak menyangka neneknya akan meninggal dalam waktu dekat ini. "Nenek ingin melihatmu menikah. Apa permintaan Nenek terlalu berat?" tanya Elizabeth lagi. Evelyn menggelengkan kepalanya, "Tidak, Nek. Tidak sama sekali." Evelyn bisa melakukan apapun untuk neneknya. Jika Elizabeth menginginkannya, mungkin Evelyn bisa memberikan nyawanya sekalipun. Pernikahan? Perjodohan? Evelyn tidak butuh waktu lama untuk memikirkannya. Jika itu membuat Elizabeth bahagia dan tenang selama sisa hidupnya, Evelyn bisa melakukannya berulang kali. "Benarkah? Nenek akan menunggu kau menemukan seseorang dan mengenalkannya pada Nenek. Tapi jangan lama-lama, Nenek tak tahu hingga kapan Nenek bisa bertahan," kata Elizabeth dengan santai. Evelyn menggelengkan kepalanya, "Tidak, Nek. Lebih baik kenalkan Evelyn dengan cucu teman Nenek. Itu lebih baik dan kami bisa segera menikah." "Tapi, Eve, Nenek tidak ingin kau terpaksa menikah dengan orang yang tidak kau kenal." "Jika itu pilihan Nenek, aku tidak akan meragukannya. Nenek pasti akan memilihkan laki-laki yang terbaik untukku, bukan?" Elizabeth tersenyum lebar, "Benar. Nenek sudah melihat fotonya dan dia sangat tampan. Dia tinggi dan juga pintar. Nenek tak yakin soal fisik, tapi Nenek yakin kau pasti menyukai laki-laki yang pintar. Dia anak tunggal dari Lazuardhi Group. Kau tahu perusahaan itu, kan?" Evelyn mengangguk. Beberapa kali mendengar nama Lazuardhi, perusahaan farmasi yang berpusat di Inggris. Lazuardhi Group sudah bekerja sama dalam menyuplai obat di rumah sakit Medistra sejak lama. Evelyn juga sudah lama mendengar keluarga William dan Lazuardhi sudah lama berteman. Evelyn hanya tak menyangka Elizabeth membiarkan keluarga hebat seperti Lazuardhi menikahi dirinya, bukannya Grace. Tidak ada yang tidak tahu bahwa Evelyn bukan cucu kandung Elizabeth - itu adalah rahasia umum, apalagi di rumah sakit Medistra. "Tapi, Nek. Apa aku pantas menikahi anak dari keluarga Lazuardhi? Bagaimana jika mereka tahu aku bukan cucu kandung Nenek? Bagaimana jika mereka tahu aku hanyalah orang asing di rumah ini? Lebih baik carikan aku laki-laki dari keluarga biasa -" "Tidak, Evelyn. Mereka bukan keluarga yang seperti itu dan kau adalah cucu Nenek. Kau cucu sah Nenek, namamu ada di kartu keluarga William. Tidak ada yang bisa memandang rendah dirimu." Elizabeth mengusap halus punggung tangan Evelyn. "Dan Nenek sudah membahas ini dengan keluarga Lazuardhi sebelumnya, mereka sangat menyukaimu. Mereka senang memiliki menantu seorang dokter. Mereka pasti akan menjagamu dengan baik, Eve." Evelyn mengangguk, tidak ingin lagi melawan neneknya. Evelyn tidak peduli siapapun yang akan menjadi suaminya, asalkan neneknya bahagia. "Aku setuju. Apapun yang Nenek inginkan, aku akan melakukannya," kata Evelyn. "Terima kasih. Nenek melakukan ini semua untuk kebaikanmu, Eve." **** "Apa?" teriak Dorah yang membuat seisi ruangan kaget. "Nenek akan menjodohkan Evelyn dengan Kane Lazuardhi. Keluarga Lazuardhi sudah setuju, pernikahan akan dilaksanakan segera, jika Evelyn tidak keberatan," jelas Elizabeth. Suasana ruang makan itu berbeda dari biasanya. Dua hari yang lalu, Elizabeth mengumpulkan semua orang dan memberitahu mereka tentang penyakitnya. Elizabeth bersikukuh tidak ingin menerima perawatan dan sampai akhir pun, keluarganya tidak ada yang bisa mengubah pendiriannya. Di saat semua orang masih sedih, Elizabeth mengumumkan sesuatu yang mengejutkan lagi di makan malam hari ini. Yaitu tentang perjodohan Evelyn dengan Kane. Semua orang tampak terkejut dengan perjodohan itu. Terutama Grace dan Dorah, ibunya yang paling tidak terima Evelyn dijodohkan dengan keluarga konglomerat seperti Lazuardhi. "Kane Lazuardhi, Nek? Serius? Kenapa anak tunggal Lazuardhi mau menikah dengan perempuan itu?" tanya Grace sambil melirik Evelyn yang duduk di depannya. "Jaga ucapanmu, Grace! Memangnya apa yang salah dengan Evelyn? Lazuardhi-lah yang beruntung karena mendapatkan menantu sebaik Evelyn," kata Elizabeth. Dorah tertawa miring, menganggap perkataan Elizabeth tak masuk akal. "Beruntung? Apa mereka tahu kalau Evelyn bukan cucu kandung Nenek? Apa mereka tahu asal-usul perempuan itu? Jika mereka tahu, mereka tidak akan menerima Evelyn. Keluarga Lazuardhi tidak seputus asa itu hingga mau menikahi perempuan yang tidak jelas posisinya seperti Evelyn." "Dorah!" Dorah melotot pada Elizabeth, "Apa? Apa aku mengatakan hal yang salah? Bukan rahasia lagi kalau Evelyn bukan keturunan langsung William. Apa Lazuardhi tidak tahu itu? Apa karena mereka tinggal di Inggris jadi tidak tahu gosip yang ada di sini? Kalau mereka tahu, aku yakin mereka akan langsung membatalkan perjodohan ini," kata Dorah sambil menatap rendah Evelyn. Illana meletakkan sendoknya dengan keras, membuat orang di meja makan itu melihatnya. "Apa kau cemburu karena Evelyn akan menikahi anak keluarga Lazuardhi yang terkenal itu? Kau berharap Grace yang menikah dengan anak itu, Dorah?" tanya Illana kepada Dorah. Dorah tampak marah dengan perkataan Illana, "Apa kau bilang? Aku cemburu pada perempuan itu? Kenapa aku harus cemburu? Dia hanyalah orang asing di sini! Meskipun ia menikahi anak presiden pun, dia tetaplah orang asing di keluarga William!" Dorah menatap tajam saudara iparnya itu sambil mencengkeram gelas airnya. "Dan Grace bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik daripada Kane Lazuardhi!" Illana kembali memegang sendoknya, "Baiklah. Kenapa kau tampak serius seperti itu. Tentu saja Grace bisa mendapatkan laki-laki yang lebih baik. Apa kalian tak mendengar gosip tentang keluarga Lazuardhi? Ada gosip yang mengatakan Kane Lazuardhi sedikit tidak normal dan harus mendapat pengobatan psikiater." "Illana! Itu hanya gosip. Kane baik-baik saja. Nenek sudah melihatnya sendiri. Keluarga Lazuardhi tidak akan menjadikan orang tak normal sebagai CEO perusahaan besar mereka! Kane sudah menggantikan pamannya sebagai CEO Lazuardhi Group," kata Elizabeth. "Mereka melakukan itu karena Kane anak tunggal, Nek! Meskipun anaknya gila, orang tua pasti akan mewariskan miliknya untuk anaknya." "Kane tidak begitu! Nenek sudah membicarakan ini dengan neneknya yang ada di Indonesia. Kane adalah laki-laki yang baik!" Illana mengangkat tangannya, "Baiklah. Baiklah. Jika itu keinginan Nenek. Aku hanya memastikan semua baik-baik saja, sebelum cucu tercinta Nenek itu terluka oleh pernikahannya nanti. Aku tentu saja menyetujui perjodohan ini. Aku yang paling bahagia mendengar Evelyn akan menikah." Illana melirik Noran yang sejak tadi meminum wine-nya hingga habis hampir setengah gelas. "Bukan begitu, Noran?" Merasa terpanggil, Noran menatap ibunya dengan pandangan kosong, "Tentu saja. Semua akan kembali ke tempatnya jika Evelyn menikah," kata laki-laki itu sambil mengalihkan pandangannya ke Evelyn. Elizabeth tersenyum lebar, "Kita akhiri pembicaraan ini. Kane akan datang ke Indonesia minggu depan. Nenek akan memberikan nomor teleponmu kepadanya, Eve. Kalian bisa bertemu beberapa minggu sebelum membahas pernikahan." Evelyn mengangguk, "Baik, Nek." Noran dan kedua orang tuanya yang tinggal di sayap kiri rumah utama keluarga William pamit terlebih dahulu. Evelyn pun membantu Elizabeth masuk ke kamarnya. Ketika kembali ke ruang makan untuk membantu para pembantu untuk membersihkan ruangan itu, Evelyn melihat Dorah masih duduk di kursinya. Wanita itu berdiri ketika melihat Evelyn. Dorah menyilangkan tangannya di da-da dan menatap tajam Evelyn, "Kau pasti senang sekali akhirnya mendapat tameng kuat yang bisa melindungimu di keluarga ini. Tapi, jangan berpikir kami akan menerimamu hanya karena kau menantu keluarga Lazuardhi, Evelyn. Sampai kapanpun, keluarga ini akan membencimu - kecuali tentu saja, nenek tercintamu yang tak tahu sampai kapan bisa melindungimu itu." Evelyn mengepalkan tangannya, menahan amarahnya dan memasang wajah datar yang sudah ia latih selama bertahun-tahun. Evelyn tidak akan terluka hanya karena perkataan Dorah. Tidak ada yang bisa menyakitinya di keluarga itu selain neneknya. "Kau tak usah khawatir. Aku tak akan menjadikan Lazuardhi sebagai tameng. Aku bisa melindungi diriku sendiri, Dorah." Dorah tersenyum jahat, "Semoga pernikahanmu baik-baik saja. Meskipun nanti kau tidak bisa membuat Kane mencintaimu, setidaknya jangan sampai Kane juga membencimu, kan? Kalau itu terjadi, rumah ini hanya berisi orang-orang yang menginginkan kehancuranmu. Bagaimana bisa kau bernapas di rumah ini? Bukankah begitu, Eve?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN