9. My Old Friend

1114 Kata
Setelah drama kemarin, hari ini Alex tidak masuk sekolah. Kenapa? Entahlah, aku tidak tau dan aku tidak ingin tahu. Kabar? Aku hanya mendapatkan satu pesan darinya, ia hanya mengabari bahwa dirinya tidak bisa menjemput aku karena ada urusan. Keyla pasti alasannya tidak masuk, pikirku. Dan Rere, dia juga absen karena pamannya yang ada di luar kota hendak menikahkan putrinya. Sangat menyebalkan. Kak Shahil tidak mau mengantarkanku dengan alasan kerja kelompok. Meminta Varo, ayolah... Aku tidak ingin pria itu memiliki masalah dengan Alex. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu angkutan umum yang sudah hampir 15 menit lamanya tidak ia temukan. Drrt...drrrt... Alex menelphone. Aku langsung mengangkatnya. "Halo, Lex?" "Kamu di mana?" "Aku masih di sekolah, mau ke toko buku dulu." "Ya udah, aku jemput. Jangan kemana-mana." Ucapnya dari seberang sana. Aku kembali memasukan ponselku ke dalam tas dan menunggu Alex datang menjemput. Tak lama kemudian, Alex dengan mobilnya berhenti di hadapanku. Yang membuatku heran adalah, kenapa bisa secepat itu. "Sayang, maaf tadi aku gak masuk..." "Iya gak--" "Iya Ra, maaf yah. Tadi Dokternya lama," sela Keyla yang membuatku mengernyit heran. "Emh, tadi kita abis-- abis jengukin neneknya Keyla..." Ucap Alex dan jujur saja aku tidak peduli. Alex membuka kan pintu untukku. "Sekalian nunjukin tempat-tempat sekitar sini buat Keyla," Aku yang hendak masuk ke dalam mobil kembali memundurkan langkah. Ck. Ternyata itu niat Alex sebenarnya, bukan mengantarku, tapi mengantar Keyla. "Kalau gitu, kalian keliling aja. Aku bisa naik taksi kok," Alex terlihat menghela nafas panjang dan, "ayo dong, keburu ujan yaang..." Ucap Alex. "Ya udah, kalian pergi aja. Aku kalau di toko buku suka lama, nanti Keyla gak bisa keliling dong..." Ucapku yang benar-benar tidak suka melihat Keyla yang sedari tadi tersenyum-senyum. Sangat menjengkelkan. Dengan perlahan Alex menarik lenganku agar segera masuk ke dalam mobil. "Masuk, jangan sampe aku tinggalin." Aku tersenyum miris dan mengangguk pelan. "It's okay, tinggalin aja." "Masuk. Cepet." Tekannya, di hadapan Keyla. Sial. Dia pasti kesenengan. Dengan kesal aku langsung masuk ke dalam mobil. "Lex, ini obatnya." Ucap Keyla seraya menyodorkan bungkusan berisikan obat kepada Alex. "Obat siapa?" Tanyaku. "Itu obatnya A--" "Keyla, ini obat Keyla. Dia sakit anemia." Aku tersenyum miring mendengar itu. "Anemia kok gak pucet. Mana sehat banget tuh orang," pikirku. Karena tidak ingin semakin memperburuk mood, aku pun kembali terdiam dan menatap keluar jendela. "Kamu mau coklat?" Ucap Alex menawariku. Aku menggeleng pelan. Moodku sudah terlanjur rusak dan aku tidak ingin memakan apapun, aku hanya ingin sampai di toko buku kemudian pulang. "Enggak." "Key, mau?" "Boleh, gitu? Aku kira itu buat Ara." Tanya Keyla yang sangat pintar bermain drama. Aku hanya memutar bola mata sebal mendengarkan hal itu. "Ara gak mau, nih buat lo aja." Keyla pun menerima coklat tersebut. Alex kembali fokus menyetir, namun tetap, untuk sesekali ia melirik ke arah ku. Aku tahu, tapi aku sedang kesal. Aku berusaha untuk tidak menanggapinya. "Senyum dong yaang, nanti aku yang bayarin bukunya." Bujuk Alex. "Gak usah. Aku juga punya uang," "Ya kan kamu bisa tabung, buat beli keperluan yang lain." Ucapnya. "Gak perlu. Aku bakalan senyum kalau aku mau senyum," sahutku. Author POV Akhirnya mereka pun sampai di sebuah toko buku. Ara langsung saja keluar, meninggalkan Alex dan Keyla. Namun Alex langsung mengejarnya dan merangkul pinggang Ara dengan posesif. Hal itu membuat Keyla menggeram tertahan. Sangat sulit berada dalam zona pertemanan, cemburu pun hanya bisa ditelan sendirian. "Biar aku yang--" Ara langsung menatap Alex tajam. "Biar aku sendiri yang bayar." Ucap Ara seraya memberikan buku yang hendak di belinya kepada kasir untuk dibungkus. Setelah selesai melakukan p********n, tiba-tiba saja seseorang memanggil nama Ara dengan sedikit ragu. "Ara!" Ara berbalik dan matanya langsung terlihat bahagia. "Wildan? Aaah..." Pekiknya senang. Sangking senangnya, Ara langsung berlari dan memeluk seseorang yang hampir dua tahun lamanya tidak bertemu. Wildan Ali pratama, teman SMPnya. Ara sangat merindukan sahabatnya itu. "Idan, gue kange-- Alex jangan!" BUGH! Satu pukulan yang cukup keras membuat Wildan terjatuh. Alex terlihat sangat marah, ia hendak menarik Wildan kembali, namun Ara langsung menghalanginya. Dengan kesal, Alex mendorong sebuah rak buku yang tidak terlalu besar, hal itu berhasil membuat orang-orang terperangah tak percaya. "Kita pulang." Alex langsung menarik lengan Ara. Ara melirik Wildan dan menatapnya penuh dengan penyesalan, sedangkan Wildan hanya tersenyum dan mengangguk tanda baik-baik saja. Perihal kerusakan. Tentu saja akan Alex ganti, sebentar lagi pasti akan ada laporan kepada Ayahnya perihal ganti rugi atas kerusakan tersebut. Ara terlihat gusar. Dan itu membuat Alex semakin marah. "Kamu masih mikirin dia?" Dengan tatapan tak percaya, Ara berusaha untuk menahan kekesalannya. "Dia temen aku. Kamu udah mukul dia, wajar aku khawatir." "Masuk mobil! Mood aku ancur," "Gue juga kali," gumam Ara seraya masuk ke dalam mobil, begitupun dengan Keyla. Alex langsung menjalankan mobilnya meninggalkan toko buku tersebut. Tak ada obrolan ataupun kata yang Alex ataupun Ara lontarkan. Dan itu adalah hal yang Keyla inginkan. Keyla tersenyum dalam diam melihat keadaan yang sangat menegangkan di antara pasangan kekasih itu. "Ngobrol dong Lex, kasian Ara kalo didiemin terus..." Ucap Keyla yang sudah pasti tidaklah tulus. Ara memutar bola mata sebal. "Bacot." Ucap Ara yang langsung mendapatkan teguran dari Alex. "Ara." Tekan Alex. Ara kembali terdiam. "Udah Lex, gak pa-pa... Mungkin, Ara cuma kesel aja atas kejadian tadi." Ucap Keyla. "Lu bisa diem gak sih, bacot bener." "Ara, cukup." Ucap Alex kembali. Alex menghentikan laju mobilnya dan memarkirkannya di dekat sebuah danau yang pernah kita kunjungi. "Key, kita turun... Gue mau nunjukin tempat yang menurut gue bagus, ayo!" Ucap Alex. "Kamu juga, Ra." Lanjut Alex. Dengan sangat terpaksa, Ara ikut turun menyusul Alex dan Keyla yang berjalan lebih dulu. "Ck. Kalau mau seneng-seneng berdua kenapa harus ngajak gue sih. Kenapa gak di tinggal aja di toko buku, ish." Kesal Ara menggerutu dan, DUGH! "Aduh!" Pekiknya ketika kepalanya membentur tubuh Alex yang tiba-tiba saja berdiri di hadapannya yang tengah berjalan. "Alex, sakit tau." Ucap Ara. "Ditinggal di toko buku itu emang kemauan kamu. Kamu mau terus berduaan sama cowok tadi," ucap Alex yang kembali berlalu menyusul Keyla untuk menunjukan beberapa sudut yang cantik untuk mengambil foto. Sedangkan Ara memutuskan untuk duduk di sebuah bangku di tepi danau. Hening, Ara suka keadaan danau ini. Karena tidak terlalu ramai pengunjung, danau ini selalu bersih dan jauh dari kebisingan. Sangat pas untuk menenangkan pikiran Ara yang selalu dalam tekanan dari kekasihnya sendiri. "Siapa Wildan?" "Eh? Gimana? Kaget aku," kaget Ara saat Alex tiba-tiba saja duduk di sampingnya. "Wildan itu siapa?" Ulang Alex bertanya. Ara mengangguk paham. "Dia temen SMP aku, dia anak basket dan aku anak Cheer. Jadi yah gitu, kita sering kumpul, main bareng, curhat bareng. Kalau ada masalah ya aku larinya ke dia," "Kamu tau, aku cemburu liat kamu dipeluk cowok lain." Ucap Alex. "Maaf," hanya itu yang Ara katakan. "Jauhi dia." Ucap Alex seraya mengecup bibir Ara sekilas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN