"Biasanya kau tak mau mampir, Wan." Ia terkekeh. Ya memang. Biasanya ia hanya ke makam. Tapi hari ini tidak karena sudah mulai malam. Ia juga makan malam menumpang di rumah kepala desa. Ya usai mengobrol panjang, ia berpamitan. "Lain kali, aku ke sini lagi lah, bang." Si kepala desa mengangguk. "Rumah ini selalu terbuka untukmu." Ia mengangguk dengan senyuman tipis. Kemudian masuk ke dalam mobil. Tapi ada yang berbeda kali ini. "Mampir sebentar ke rumah lama," tukasnya. Padahal biasanya ia paling tak ingin ke sana. Sang supir mengangguk. Dua asistennya saling melirik. Ya sama-sama kaget. Biasanya kan enggan. Tapi mereka tak berkomentar apapun. Tak butuh waktu lama untuk membuat mobil itu berhenti di dekat sebuah rumah yang hanya tinggal puingnya saja. Ia enggan menjual tanah itu.