Bab 10. Anjing Setia

1018 Kata
Zea terbangun dari tidurnya, ia bergerak gelisah ketika sebuah tangan memberatkan perutnya, Zea menoleh dan melihat ternyata Tristan, suaminya itu tertidur disampingnya dengan memeluknya sangat erat seolah tak ingin dia pergi. Zea tersenyum, suaminya itu m***m sekali, setiap melihatnya bergerak sedikit, Tristan akan langsung menerkamnya dan menjadikannya seorang wanita yang menjadi penghangat di kala Tristan kedinginan. Tristan bergerak gelisah dan memasukkan tangannya ke bawah sana, Zea tertawa dan meraih tangan suaminya karena suaminya itu akan langsung menerkamnya lagi jika ia biarkan. “Sayang, aku masih mau, aku belum puas,” bisik Tristan karena gesekan demi gesekan yang ia rasakan dibawah sana. Mereka juga masih terekspos, sama-sama masih tidak mengenakan apa pun. “Tuan, kapan kita pulang?” tanya Zea. Zea melihat ruangan rahasia yang terlihat sangat minim cahaya, Zea tersenyum simpul dan bangun dari pembaringannya. Zea berat untuk bangun, tapi mereka sedang di ruang tersembunyi. “Sayang, kita menginap di sini saja,” kata Tristan. “Ini sudah jam 3 pagi, Tuan,” kata Zea. “Kamu tidak suka berada di sini?" “I like it, tapi kita harus pulang,” lanjut Zea. Tristan bangun dan memposisikan dirinya duduk, tubuh indah Zea terlihat jelas didepannya, bagaimana Tristan bisa fokus jika tubuh indah Zea terus mengganggunya. “Sekali saja, heem?” pintah Tristan. Zea menoleh dan melihat suaminya itu sudah di sampingnya. "Kan kita baru melakukannya. Masa melakukannya lagi. Dasar m***m!" geleng Zea. “Naiklah kemari,” kata Tristan menepuk pahanya. "Aku mohon." Zea tak punya pilihan lain selain menerima permintaan Tristan, Zea lalu naik ke pangkuan Tristan dan Zea memekik ketika benda tumpul dibawah sana masuk ke lembah terdalam miliknya. Ternyata sejak tadi memang sudah siap tempur kembali. Zea menunduk, karena ia juga menyukai ini, kecanduan sudah dirinya. Tristan menggoyangkan pinggul Zea, membuat Zea meringis nikmat, tatapan mata Tristan penuh dengan hasrat liar, Tristan tersenyum simpul dan memagut bibir Zea, selagi Zea bergoyang di atasnya. Mereka bertukar saliva, mereka bahagia dan tidak ada yang dapat menghentikan keduanya, dunia ini seolah milik mereka berdua. Tidak ada yang boleh masuk dalam hidup mereka. Tristan tersenyum disela pagutannya begitupun dengan Zea. “I love you,” ucap Tristan. “I love you to,” jawab Zea. Tristan lalu bangkit dari duduknya, Zea mengalungkan kakinya di pinggang Tristan dan Tristan terus menggoyangkan pinggul Zea. “Ahh,,, ouhh,,, ahh,” desah Zea. Tristan semakin intens, namun ia tidak pernah ejakulasi dini, ia selalu memuaskan diri dan memuaskan Zea. Tristan mendudukkan Zea di atas meja kerjanya, dan terus melakukannya, kali ini ia yang bergerak, bukan Zea. Zea mengalungkan kedua tangannya ke leher suaminya, kenikmatan ini benar-benar menumbuhkan rasa cinta di hati Zea dan Tristan. Mereka tidak bisa lagi saling melepaskan. Cinta keduanya semakin besar dan besar, walau Zea belum terlalu yakin dengan hatinya. Karena siapa lah dirinya? Tristan adalah pria yang sempurna, bukan lagi nyaris. Dia punya kehidupan yang sempurna. Seorang CEO perusahaan besar, seorang konglomerat, seorang pria yang berasal dari keluarga bangsawan. Lalu, Tristan jatuh cinta kepadanya? Tidak mungkin. Mereka saling membutuhkan, Zea membutuhkan uang dan kehidupan yang sempurna, dan Tristan membutuhkan tubuhnya. Mereka saling memberi dan menerima. Zea juga tidak menganggap ini aneh. Ia malah senang walau hanya sebatas istri diam-diam. Yang terpenting baginya, kehamilannya tidak meragukan lagi, Ayah dari anaknya bertanggung-jawab atas kehamilannya. "Ahh,,, ouhh," desah Zea. *** “Aku mau tahu semuanya tentang Tristan,” kata Tamara duduk dihadapan Roland yang saat ini berdiri dihadapannya dengan tatapan ragu. Terlihat ada rasa takut di mata Roland. Karena Tamara terlihat sangat seksi hanya mengenakan jubah tipis yang tembus pandang. Tamara benar-benar genit dan m***m. “Bukannya Nona sudah tahu semuanya tentang Tuan?” “No. Kalau aku tahu, aku tidak akan memanggilmu kemari. Walaupun aku tahu tentang Tristan, tapi aku yakin ada sesuatu yang tidak beres, dia tidak pernah pulang ke rumah, dia tidak pernah menemui ku, bahkan ketika aku menemuinya, dia cuek sekali. Dan, kamu mau tahu yang lebih parahnya? Dia tidak pernah membuatku puas. Dia hanya menciumku, memelukku, namun tidak sampai memasukkan benda itu ke tubuhku. Kamu paham perasaanku?” Tamara terus menyerocos berbicara didepan Roland, seolah Roland akan ibah kepadanya. “Nona, walaupun saya adalah asisten Tuan, tapi saya tidak pernah tahu tentang pribadi Tuan,” jawab Roland. “JANGAN BOHONG!” bentak Tamara. “Dia punya wanita lain, ‘kan? Katakan dengan jujur." “Tidak. Beliau tidak punya wanita lain, Nona. Itu setahu saya yang saya lihat." “Terus kamu tahu dimana dia tinggal, 'kan? Katakan kepadaku dimana." Tamara masih memaksa. “Saya tidak tahu, saya hanya bertemu di kantor setiap pagi.” “Roland, aku adalah istri dan Nyonya Tristan Troy Addeson, apa kamu lupa? Jadi, jangan pernah berbohong kepadaku.” “Apa pun yang Anda katakan, saya tidak tahu mau menjawabnya seperti apa,” kata Roland tetap keukeuh. "Karena saya tidak tahu apa-apa." “Kenapa? Karena kamu adalah anjing setia?” tanya Tamara. “Maaf, Nona, jika sudah tidak ada yang mau dibicarakan saya permisi,” kata Roland lalu melangkah pergi meninggalkan Tamara yang masih duduk diam di tempatnya dengan pakaian yang kekurangan bahan. Sungguh membuat Roland sedikit takut didekat Tamara. Roland mengelus dadanya karena ia berhasil menghindari pertanyaan Tamara, andaikan Roland tidak cepat keluar dari kamar Tamara, ia bisa saja kehilangan kendali dan memberitahu segalanya kepada Roland. Anjing setia? Tentu saja. Roland tahu tugasnya apa dan siapa atasannya, jadi tidak perlu ditanya, ia akan ada di sisi siapa. “b******k,” umpat Tamara. “Aku benar-benar dibuat kesepian.” Tamara lalu melangkah menuju ruang ganti, mengganti pakaiannya yang seksi dan langsung pergi meninggalkan rumahnya, ia mau pergi menemui pria yang dapat memuaskannya. Tamara harus melakukannya daripada duduk diam mengharapkan hal yang tidak akan pernah ia dapatkan. “Nona, mau kemana?” tanya Roland. “Kamu belum pergi?” tanya Tamara. “Nona, Anda mau kemana?” “Aku mau menemui pria yang dapat memuaskanku,” jawab Tamara. “Aku yakin Tristan memilih wanita lain, dan aku juga tidak mau kalah, aku akan menemui pria lainku.” Tamara lalu melangkah menuju pintu utama mansion. Tamara sudah tidak perduli jika Roland akan melaporkan ini pada Tristan, ia harus mencari kesenangan juga, harus mencari kehidupan yang membuatnya bahagia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN