Arya memiringkan kepalanya, matanya ia pejamkan, ia yakin bibirnya akan tahu di mana harus berlabuh. Aisah sendiri, tubuhnya diam bak patung, hanya mata dan bibirnya yang bergerak mengikuti nuraninya. Perlahan, sepasang bibir Arya menempel di atas bibir Aisah, baru saja bibir Arya ingin bergerak...
"Arya!"
Ketukan di pintu dan suara panggilan Pak Ridwan membuat keduanya secara spontan terjengkit mundur dari posisi mereka. Aisah memutar tubuhnya, untuk menyembunyikan wajahnya yang merah padam. Arya mengusap wajah dengan satu tangannya, lalu berbalik dan menuju pintu saat ketukan dan panggilan kedua terdengar.
"Ya Paman" Arya membuka pintu kamar.
"Maaf mengganggu, aku ingin mengambil tas pakaianku. Aisah tidur di sinikan, jadi aku menyewa satu kamar lain" ujar Pak Ridwan.
"Ooh, maafkan aku Paman, aku tidak terpikir akan hal itu, aku.. "
"Tidak perlu merasa tidak enak begitu, Arya. Pamanmu ini pernah menikah dan jadi pengantin baru juga. Saat malam pertama, memang fokus kita pada cara menghabiskan malam pertama, iyakan? Paman boleh masuk?"
"Ooh, silahkan Paman" Arya menggeser tubuhnya dari ambang pintu, memberi jalan bagi Pak Ridwan untuk masuk.
"Paman" Aisah meraih tangan Pak Ridwan, dan mencium punggung tangan pria tua itu.
"Maaf ya Aisah, Paman mengganggu. Ehmmm, tapi kalau dilihat dari pakaianmu, seperti bersiap ingin pergi, kalian ingin ke luar?" Tanya Pak Ridwan pada Aisah.
"Iya Paman, Aa Arya lapar katanya" jawab Aisah diiringi dengan anggukan kepalanya.
"Ooh, memang harusnya makan dulu, biar punya tenaga untuk menembakan peluru" sahut Pak Ridwan, membuat wajah Aisah memanas, dan Arya hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya dengan perasaan malu.
Pak Ridwan mengambil tas pakaiannya yang ada di dekat lemari.
"Aku pergi dulu ya Aisah" pamitnya pada Aisah, Aisah kembali mencium punggung tangan Pak Ridwan.
"Aku titip Arya, dia perlu kamu untuk menuntunnya, aku percaya kamu pasti bisa melakukannya" ucap Pak Ridwan. Sesungguhnya Aisah tidak mengerti kenapa kalimat itu diucapkan Pak Ridwan kepadanya, karena sepengetahuannya, si suamilah yang diminta untuk membimbing istrinya, tapi Aisah menganggukan kepalanya, tanpa melontarkan pertanyaan yang ada di dalam benaknya.
Pak Ridwan berdiri di hadapan Arya.
"Arya, ingat ya, sebelum bercinta baca doa dulu, biar iblis tidak ikut menikmati rasanya surga dunia. Saat benihmu tersemai, baca doa lagi, agar anak yang akan tumbuh dari benihmu adalah anak yang baik. Terakhir setelah semuanya, ucapkan syukur atas nikmat dariNya. Belum tahu doanya? Tanya saja kepada Mas Goggle nanti, oke. Ingat pesan Paman ini!" Ujar Pak Ridwan pada Arya. Mulut Arya terperangah mendengarnya, ia tidak pernah tahu hal seperti itu. Aisah menundukan kepalanya, menyembunyikan wajah merahnya.
"Paman pergi ya, Assalamuallaikum"
"Walaikum salam" jawab Aisah, sedang Arya masih terdiam karena mendengar penjelasan Pak Ridwan tadi.
"Ehemm" saat Aisah berdehem, barulah Arya tersadar, ditolehkan kepalanya ke arah Aisah.
"Jadi pergi A?" Tanya Aisah.
"Jadi, jadi" jawab Arya tergagap.
"Aa begitu saja, tidak ingin pakai jaket?"
"Aku ambil jaket dan tas sebentar," Arya mengambil jaketnya dari lemari, lalu mengambil tas kecilnya, dimasukan ponselnya ke dalam tas.
"Ponselmu masukan di tasku saja" ujar Arya. Aisah menganggukan kepalanya, diambil ponsel dari tas kecilnya, diserahkan ponsel itu ke tangan Arya. Hati Arya tercekat melihat ponsel jadul istrinya, tapi ia tidak berkonentar apa-apa.
"Kita ke kamar Abah dulu ya, mungkin Abah, Aidil, dan Kahfi ingin dibelikan makan juga"
"Inggih" Aisah menganggukan kepalanya. Mereka menuju kamar sebelah setelah Arya mengunci kamar mereka.
Ternyata Pak Ipin sudah tidur, Aidil dan Kahfi tengah mengaji.
"Kalian ingin nasi goreng, mie goreng, baso, gado-gado, sate, rawon, mie tiaw, pu yung hay, atau apa?" Tanya Arya pada kedua remaja itu.
"Nasi goreng" jawab mereka serempak.
"Nasi goreng petai, iwak asin, sosis, ayam, udang, sea fo.. Awwww" Arya mengusap lengannya yang dicubit Aisah. Tidak sakit sebenarnya, tapi getarannya bagai setrum yang menjalar hingga ke hati Arya.
"Aa pertanyaannya banyak sekali" gerutu Aisah.
"Biar kada tesalah tukar Ading (agar tidak salah beli Dek)" jawab Arya. Aidil dan Kahfi tertawa.
"Cepat jawab, jangan tertawa" ujar Aisah dengan mata melotot pada adik dan sepupunya. Arya menatap wajah Aisah.
'Ternyata Aisah bisa kesal juga'
Batin Arya.
"Mulai lagi jadi Kak Ros" ujar Aidil menggoda kakanya.
"Aidil, ayo katakan kalian ingin makan apa, minumnya apa, ingin dibelikan cemilan apa?"
"Nasi goreng sea food, kita belum pernah makan itu, minum dan snacknya terserah kakak berdua saja" jawab Aidil akhirnya, ia takut kena cubit kakaknya seperti Arya tadi.
"Cuma itu?" Tanya Arya.
"Inggih, kena mun banyak-banyak bekirim bisa dimamai wan dikibit Kak Ais (iya, nanti kalau titipnya banyak, bisa diomeli dan dicubit Kak Ais)" jawab Aidil.
"Ya sudah, kami pergi ya, jaga abah, assalamuallaikum" pamit Arya, diraihnya jemari Aisah ke dalam genggamannya.
"Aciee, acie, acie, suit, suit, penganten baru" goda Aidil, yang langsung dapat hadiah pelototan mata dari Aisah, terdengar tawa adik dan sepupunya.
Arya menggenggam jemari Aisah dengan erat, Aisah mencoba membaca pikiran Arya dari wajah Arya yang ditatapnya dari samping. Tapi wajah Arya tampak datar saja.
Mereka ke luar dari dalam hotel, dengan berjalan kaki mereka menuju jalan, disepanjang trotoar, banyak berjejer warung tenda yang menjual berbagai menu makanan, dan kue-kue. Mereka mencari warung yang menjual nasi goreng, setelah berjalan beberapa puluh meter, mereka menemukan warung penjual nasi goreng.
Mereka masuk ke balik tenda, terdapat sebuah meja yang mengilingi rombong, dan tiga bangku kayu panjang yang berada di sisi kiri, tengah dan kanan. Bangku di sisi kiri dan tengah sudah ada yang menduduki. Arya memilih bangku yang masih kosong, satu bangku bisa diduduki 5 orang.
Arya memesan makanan untuk mereka, dua nasi goreng sea food di makan di tempat, dan 2 lagi dibungkus, sedang untuk Pak Ipin, mereka membelikan nasi goreng ayam saja. Mereka masih menunggu pesanan, saat dua orang pria masuk ke balik tenda, lalu duduk di bangku yang sama dengan mereka. Spontan Aisah menggeser duduknya, karena pria yang baru datang duduk terlalu dekat dengannya.
Arya yang menyadari hal itu langsung bangkit dari duduknya.
"Pindah sini" Arya meminta Aisah agar menggeser duduk ke bekas tempat duduknya, dan Arya duduk dibekas Aisah, tepat di samping pria tadi.
"Penimburuan banar (pencemburu sekali)" celutuk si pria, Arya spontan menolehkan kepalanya.
"Apa jar pian (Apa kata anda)?" Tanya Arya ingin lebih menegaskan pendengarannya.
"Kada usah dilawani Aa (jangan diladeni Aa)" Aisah berbisik sambil memegang lengan Arya. Arya menarik napasnya, berusaha mengusir rasa kesal di dalam hatinya. Ia kemudian berpikir, kenapa ia harus marah hanya karena orang itu menyebutnya pencemburu.
'Cemburu, apa sikapku tadi menunjukan rasa cemburuku? Aku hanya ingin menjaga Aisah, aku tahu ia merasa tidak nyaman duduk terlalu dekat dengan pria yang tidak ia kenal.'
Aisah mengusap punggung tangan Arya, berusaha membuat kekesalan Arya hilang. Aisah sadar, apa yang dilakukan Arya bukanlah bentuk rasa cemburu, tapi bentuk tanggung jawab untuk menjaganya. Terlalu berlebihan rasanya jika menganggap Arya cemburu, sedangkan cinta saja tidak ada diantara mereka.
BERSANBUNG