“Viora, kita berhenti di restoran sebentar ya,” ucap Queen begitu mobil yang dikendarainya hampir saja sampai di restoran yang biasa menjadi tempatnya, Robert dan juga Viora mencari udara segar dengan makan malam di luar.
Viora hanya mengangguk. Dia asyik melihat pemandangan kota yang membuat rasa jenuhnya sedikit tersisihkan.
Tak berselang lama, mobil yang dikendarai mereka pun berhenti di depan sebuah restoran. Queen turun dari mobil dan Viora memilih untuk menunggu di mobil saja. Viora belum siap untuk berada di keramaian. Kegagalannya kemarin malam, adalah sesuatu yang sampai saat ini belum dirinya terima. Dia pun belum siap juga untuk memberikan respons terhadap orang-orang yang sudah pasti akan menanyakan banyak hal padanya. Terutama perasaannya setelah gagal menjadi penari terbaik tahun ini.
Viora menoleh. Mendapati dompet ibunya yang tertinggal di kursi membuatnya meraih dompet itu kemudian melirih, “Dompet Ibu ketinggalan.”
“Ada yang bisa saya bantu, Nona?”
Pertanyaan sopir pribadi yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada keluarganya, membuat Viora mengangguk pelan.
“Dompet Ibu, ketinggalan. Tolong berikan pada Ibu, ya?” ucapnya sambil menyodorkan dompet itu ke arah sopir tadi.
Sopir itu mengangguk kemudian mengambilnya. “Baik, Nona.”
Setelahnya, sopir itu pun juga keluar dari mobil. Menyusul Queen yang masih berada di dalam restoran dan mungkin saja sedang menunggu pesanannya.
Satu menit
Dua menit
Tiga menit
Viora mulai bosan hanya berdiam diri di mobil saja. Dia pun memutuskan untuk keluar dari mobil juga, tak peduli jika di luar nanti, dia akan bertemu dengan orang-orang yang mengenalnya.
Kruk yang kini menjadi teman setianya, Viora pakai terlebih dahulu sebelum dia membuka pintu mobil kemudian turun dari mobil dengan hati-hati.
Berhasil.
Dia berhasil turun dari mobil dan tubuhnya masih seimbang meskipun rasa nyeri di pergelangan kakinya masih terasa. Tak menunggu lama, dia pun mulai melangkah pelan dengan bantuan dua kruk yang menopang tubuhnya di atas sebelah kakinya.
Hingga, hampir saja Viora berhasil mencapai pintu restoran, tiba-tiba saja seorang pria yang nampak nya terburu-buru. menabraknya cukup kuat sehingga membuat dirinya kehilangan keseimbangan dan,
Brugh!
“Ahh--”
Kerasnya lantai akhirnya Viora rasakan. Belum lagi, saat kakinya yang sakit, harus membentur lantai keras itu juga sehingga menimbulkan rasa nyeri yang cukup membuat ringisan keluar dari bibirnya.
“Maafkan aku, Nona.”
Viora tak memedulikan pria itu. Dia hanya mendongak sebentar kemudian menunduk untuk memegang kakinya yang seperti menerima pukulan lagi. Rasa nyeri yang terasa di sana, hampir membuatnya menangis jika saja tidak banyak orang di sini.
“Aduh!”
Ringisan pria yang menabrak Viora tadi, membuat Viora hanya menoleh sejenak. Tapi dia tak peduli. Dia lebih peduli pada rasa sakit di kakinya dan tidak adanya seseorang yang mau membantunya berdiri sekarang, meskipun pria tadi yang harusnya bertanggung jawab.
“Apa jalanmu tidak memakai mata hah?!”
“Kau juga tidak memakai matamu saat berjalan sehingga kau membuat gadis itu terjatuh.”
Viora mendengar dengan jelas perdebatan itu. Sepertinya, seseorang tengah memberikan pria itu pelajaran karena sudah menabraknya dan membuatnya terjatuh seperti sekarang tanpa mau bertanggung jawab untuk sekedar membantunya berdiri.
Tiba-tiba saja, uluran dua telapak tangan yang begitu besar dan terlihat hangat, muncul begitu saja di depannya. Ragu-ragu Viora mendongak, dan mendapati seorang pria misterius yang hampir menutupi wajahnya dengan masker dan juga kaca mata hitam yang pria itu pakai. Belum lagi melihat topi yang bertengger di atas kepala pria itu, sehingga membuat pria itu sangat sulit untuk dikenali bagaimana garis wajahnya.
Pria itu tak bersuara. Namun, Viora tau apa maksud dari pria itu yang mengulurkan tangannya. Pria itu ingin membantunya, dan dia rasa harus menerimanya sebelum dirinya kembali terinjak oleh seseorang.
Tanpa ragu-ragu lagi, Viora menyambut uluran tangan besar yang membungkus tangan kecilnya itu. Dan sesuatu yang aneh pun terjadi.
Jantungnya.
Jantungnya yang tadinya berdetak dengan normal, tiba-tiba saja berdetak begitu kuat sehingga membuat Viora sedikit tersentak. Bersamaan dengan itu, kulit wajahnya yang sebelumnya dingin, kini terasa panas—membakar.
Viora menatap pria misterius yang berada di depannya dengan intens. Dia tidak pernah merasakan perasaan berdebar seperti ini lagi, setelah dirinya memutuskan untuk meninggalkan Perancis dan tinggal bersama ayah ibunya di negara ini.
Bukan tanpa sebab atau apapun, dirinya meninggalkan keluarga besarnya di sana. Kaki tangan saudaranya—Davio, yang bernama Ressam sudah membuat hatinya terluka. Rasa suka dan perasaan cinta yang saat itu dirasakan oleh seorang gadis berusia 18 tahun, ditolak mentah-mentah oleh pria dewasa itu hanya karena, Ressam lebih menyukai wanita yang matang dan se umuran.
Kilasan bagaimana naifnya dia yang selalu mengikuti ke mana pun Ressam pergi untuk menarik perhatian pria itu, tiba-tiba saja muncul seolah kaset usang yang berputar lagi setelah sekian lama.
Ressam selalu menolaknya dan membuatnya terluka. Namun, dia tetap bertahan pada keyakinan jika suatu saat cintanya akan terbalas. Hingga sampai di mana, Ressam terang-terangan menunjukkan wanita dewasa yang Ressam sukai, barulah dia mengerti. Jika Ressam tidak akan pernah membalas cintanya. Meskipun secara tidak jelas, Ressam sudah mengatakan, jika dirinya hanyalah gadis bodor dan juga naif yang terlalu berharap pada pria dewasa itu.
Dan tak lama kemudian, berita duka pun datang secara bertubi-tubi. Kakeknya dan anggota keluarganya yang lain, tiada karena kejahatan seseorang yang sejak lama menyimpan dendam. Dan alangkah terkejutnya dia begitu mengetahui, si pembawa dendam dan sudah membunuh keluarganya adalah Ressam.
Sejak saat itu, rasa cinta yang masih bersemayam di hatinya, luluh lantak kemudian menjadi rasa benci. Pria itu sama sekali tidak pantas untuk mendapatkan cintanya lagi. Pria itu adalah penjahat yang kalaupun masih hidup sampai sekarang, ingin rasanya dia bunuh saja agar pria itu merasakan bagaimana rasa sakit dan juga duka keluarganya.
Namun, kebaikan hati Dave yang masih memberikan ampunan mengingat jika Dave dan Ressam tumbuh bersama sejak kecil, membuat Dave memilih pilihan yang cukup dikatakan bersahaja. Dave membiarkan Ressam tetap hidup dan menjalani hidupnya sendiri. Jauh dari Perancis atau pun negara lain. Dave juga mengikatkan sumpah jika Ressam tidak boleh lagi berurusan dengan keluarganya atau Dave tidak akan segan untuk menghabisi Ressam saat itu juga.
Lamunan Viora tadi, tiba-tiba buyar begitu dia merasakan remasan kuat di sekitar telapak tangannya. Pandangannya kembali berfokus pada pria misterius yang berhasil membuat detak jantungnya bertalu-talu setelah sekian lama redup oleh perasaan kecewa. Sebenarnya, bukan lagi kecewa. Melainkan perasaan benci karena pria yang pernah dia cintai, adalah seorang penjahat yang sudah membuat anggota keluarganya pergi dengan cara yang begitu tragis.
Viora memandangi pria itu dengan intens. Mengenyahkan kemelut di dalam hatinya, yang mengingat luka lama. Luka lama, yang seharusnya sudah sembuh di masa sekarang. Tanpa rasa ragu, dia pun berkata, “Apa kita pernah bertemu? Aku merasa tidak asing begitu menyentuh tanganmu.”
Bukan bermaksud apapun. Viora hanya ingin menyampaikan apa yang dia rasakan saat ini begitu bersentuhan dengan pria itu. Siapa tau, dia dan pria itu memang pernah bertemu di suatu tempat.
Pria itu, tetap saja diam seperti sebelumnya. Dan kali ini pun pria itu tetap tak me respon perkataannya tadi, melainkan sibuk membantunya berdiri.
Aneh. Pria itu sangat aneh. Dia tau, jika pria itu tidak tuli, tidak juga bisu hanya untuk sekedar menjawab pertanyaannya tadi.
Sedangkan Ressam. Dia harus pandai-pandai menyembunyikan dirinya. Dia tau, bagaikan Viora itu. Viora akan mendapatkan apapun yang dia mau untuk menuntaskan rasa penasarannya dengan berbagai cara. Bahkan, dia mengingat dengan jelas, bagaimana kilasan remaja 18 tahun yang mencoba menggodanya dengan pakaian wanita dewasa.
Ya Tuhan ...
Jika saja saat itu dia tidak sedang berada dalam misi penting, mungkin Viora akan dia bawa pergi dari keluarganya. Sayang, Viora tidak termasuk dalam daftar keluarga Alex yang harus dia habisi, sehingga dia memilih untuk membuat wanita itu pergi untuk tak menghalangi misinya.
Dan di masa kini. Kebenaran yang harus dia terima adalah, Viora tidak akan lagi mengejarnya seperti dulu. Rasa cinta gadis jodoh itu, pasti telah berubah menjadi perasaan benci. Jangankan Viora, dunia ini pun tau, kejahatan apa yang sudah dia lakukan dulu. Dan bagi Viora, dirinya bukan lagi sosok seorang pria yang gadis itu puja. Melainkan seorang monster menakutkan yang harus Viora hindari atau Viora lawan.
Ressam menelan salivanya kasar. Dia memilih untuk menyibukkan diri dengan membantu Viora berdiri kemudian mengambil kruk dan memakaikannya di ke dua lengan Viora, meskipun gadis masih belum juga berhenti menatapnya.
“Apa kita bisa bertemu lagi? Aku ingin mengucapkan terima kasih dengan mentraktirmu minum cappuccino yang dingin di siang hari,” ucap Viora lagi begitu Ressam ingin meninggalkan tempat itu. Bagaimana pun, dia ingin mengucapkan terimakasih karena pria itu sudah mau membantunya berdiri meskipun pria itu masih saja seperti orang bisu yang tak mau mengatakan satu patah kata pun untuk meresponnya.
Ressam hanya mengangguk. Setelahnya dia memilih untuk kembali ke mobilnya dan mengurungkan niatnya untuk mencicipi hidangan di restoran itu sebagai pengganjal perutnya pagi ini. Dia sudah cukup kenyang, begitu takdir membuatnya bisa berinteraksi dengan Viora dalam jarak begitu dekat.
“Kita pasti akan bertemu lagi, Viora. Saat itu, kau tidak hanya mentraktirku minum segelas Cappuccino dingin di siang hari. Kau pun, akan menjadi Cappuccino hangat yang akan selalu menemaniku sepanjang malam. Ingat-ingat itu."