Langkah kaki Viora yang tertatih akhirnya sampai juga di dalam ruangan yang dipenuhi oleh bermacam alat yang tak lagi beroperasi seperti sebelumnya. Ruangan itu begitu dingin, sunyi dan senyap. Tidak ada aktivitas apapun yang terlihat di dalam sana, bahkan tak seorang pun dia temui selain brankar yang tertutupi kain putih dan ada seseorang di atasnya. Viora dengan air matanya yang mengalir deras, menoleh ke arah Dokter yang masih mengekorinya setelah menahan dirinya untuk masuk beberapa menit sebelumnya. Pandangan nanar Dokter itu, membuat langkah Viora yang hanya tinggal beberapa langkah saja dari brankar yang tertutupi kain itu mendadak urung kemudian berputar. “Sepertinya, aku salah masuk ruangan,” ucapnya dengan jantung yang berdebar kuat. Tentu saja dia ingin mengkhianati kenyata