Seminar

2157 Kata
Dava tersenyum-senyum saat Ia berjalan di sepanjang lorong, hari ini Dia akan merasa harinya begitu bahagia sepanjang waktu. Mengingat kelakuannya tadi pagi yang malu karena menatap wajah polos Dea, dan Dea dengan berani membalasnya dengan kata-kata yang sama dengan apa yang Ia ucapkan. Nutrisi, satu kata yang menjadi boomerang namun Dava menantikan itu jika Ia pulang nanti. "Mulut Lo habis ke sayat apa Dav?" Kepala Dava menoleh saat mendengar nada pertanyaan dan suara yang sudah Ia hafal. Kunci mobil yang hari ini baru Ia pakai juga terhenti Dava putar-putar di jari telunjuknya. "Lo nyasar ya disini?" Bukannya menjawab, Dava malah bertanya. "Heh, yang ada Lo yang nyasar ke tempat Gue. Begitu setiap hari lagi Lo nyasarnya." Balas pria itu, Dava membuang nafas saja, tidak ingin kebahagiaannya dirusak oleh makhluk setidak bermutu Kailendra. "Kembaran Lo mana?" Kai kembali bertanya, Dava juga ikut menatap sekitar lalu mengedikkan bahunya. "Gue bukan kembar Siam yang harus kemana-mana berdua." Kai mendengus. "Mulut Lo Dava, kalau enggak nyakitin kenapa sih?" Dava melanjutkan jalannya membuat Kai berteriak. "Heh, Gue tamu disini. Lo enggak mau nyambut Gue dengan hangat?" Dava yang mendengar itu hanya melambaikan tangan kanannya tanpa menoleh sedikitpun, namun wajah Dava tersenyum saat mendengar ucapan Kai yang kesal karena ulahnya. "Sial Lo Dav, Gue portal tempat Gue biar Lo enggak bisa masuk!" Tidak hanya Dava saja, namun Kai menjadi pusat perhatian semua Mahasiswa Fakultas kedokteran. Kai yang berteriak dengan bahasa Indonesia dan itu seperti mengganggu mereka, karena Mahasiswa Fakultas kedokteran begitu serius dan memiliki etika yang baik. Seorang Dokter harus memiliki hal itu, terutama kesabaran. Karena pada saat menangani pasien dan terjadi kesalahan, seorang Dokter harus menerima konsekuensi dari anggota keluarga pasien. Tidak sedikit yang Dava lihat saat berada di rumah sakit, karena setiap orang berbeda. Maka ada beberapa keluarga pasien yang melampiaskan kesedihannya pada Dokter dengan memukul atau memeluk dengan tangis berderai saat pasien meninggal. Ada juga yang sedemikian rupa menyalahkan Dokter karena tidak bisa menyelamatkan pasien, ada kalanya Dokter juga manusia biasa dan hal itu menjadi kunci kenapa seorang Dokter harus memiliki nilai kesabaran yang tinggi. Kai berdecak lalu melihat sekitar yang memiliki aura berbeda, setelahnya Kai dengan cepat melarikan diri dari tempat dingin bernama Fakultas kedokteran itu. Kai merasa bahwa tempat bernama Fakultas kedokteran itu teramat sangat menyeramkan, Kai bisa membayangkan semua orang yang tadi menatapnya sedang membawa gunting bedah dan juga jarum yang begitu besar yang dapat menusuk hingga ke jantungnya. Kai bergidik sendiri membayangkan jika Ia menggantikan manekin untuk uji coba para calon Dokter itu, terbaring di brankar dan mereka dengan seenaknya mengoyak tubuhnya. Kai segera menyilangkan kedua tangannya di depan d**a lalu berlari kencang. Kai mengernyit saat Ia di tempat parkir dan mendapati sebuah cahaya menyilaukan matanya, Kai mendekatkan tubuhnya. Mata Kai melebar dan hampir jatuh saat melihat mobil mewah berwarna silver dengan body yang masih mulus dan terlihat baru. Kai melihat plat mobil itu, plat yang menunjukkan distrik ataupun daerah pendaftaran resmi kendaran yang ada di Jerman. IZ. DV 44, Kai sekali lagi melihat plat nomor mobil itu dan dengan segera kepalanya menggeleng. Namun ingatannya mengarah pada jari seorang pria yang memutar kunci mobil tadi, Kai dengan segera mendial kontak person pria yang ada dalam pikirannya. Terlebih saat Ia melihat posisi mobilnya yang terhalang mobil silver itu. "Heh, mobil jelek Lo ngalangin mobil Gue. Kesini Lo!" Dan hanya itu, setelahnya Kai kembali melihat mobil mewah dengan harga saat ini bisa mencapai USD 650 ribu atau jika di Rupiah kan mencapai 9,4 Milyar Rupiah. Kai menggelengkan kepalanya prihatin, namun rasa tidak percayanya harus pupus saat pria yang di telfonnya itu muncul dan mobil yang terus diamatinya itu berbunyi saat Dava, ya Dava menekan kunci yang ada dalam genggamannya. "Lo maling dimana nih mobil?" Tanya Kai seperti Ibu Dava yang menuduh anaknya mencuri barang milik orang lain. "Hadiah Papa mertua, minggir!" Kai melebarkan matanya saat nada Dava mengusirnya dari pintu kemudi mobil berjenis BMW Nazca M2 itu. "Astaga Dav! Lo bisa pelan enggak sih? Sakit hati Gue, Lo bentak mulu dari tadi." Ucap Kai mendramatisir namun kaki Kai tetap melangkah menjauh dari mobil yang menyilaukan mata itu, mobil yang juga terlihat menonjol dari mobil lainnya yang memiliki jenis yang sama dari pabrik yang sama juga. Dava memutar matanya dan mobil dengan pintu mobil bertarga keatas itu sudah terbuka dengan Dava yang segera naik ke kursi kemudi. Mata Kai dibuat takjub dengan kemewahan yang diterima Dava dari mertuanya, Kai sendiri hanya bisa berdoa dalam hati semoga Ia mendapat mertua yang cerminan dari mertua sahabatnya itu. Dan Kai tanpa sadar juga sudah menengadahkan tangannya seperti orang yang sedang berdoa. "Ngapain?" Kai menatap kearah Dava yang sudah berdiri di depannya, Kai melihat dibalik badan Dava yang tinggi. Mobil Dava terparkir di bawah pohon yang tinggi dan ada beberapa mobil lain disana. "Dalam rangka apa Lo dapat mobil dari mertua?" Tanya Kai ingin tahu, Dava tersenyum. "Dalam rangka hamilin isteri dan buatin cucu untuk mereka." Bisik Dava di telinga Kai dengan Dava yang juga mulai meninggalkan Kai yang masih terdiam. "Astaga Dav! Lo hamilin anak orang, dan orang tuanya kasih Lo mobil. Gila Lo!" Teriak Kai, untung saat ini parkiran sedang sepi dan Kai bisa mencak-mencak disana sepuas yang Kai mau. Kai juga masih mendengar suara tawa Dava saat pria itu menaiki tangga yang belum jauh dari tempatnya, seolah menghina Kai yang tidak seberuntung dirinya. "Sial! Mau pamer Dia, Gue akan minta traktiran Dia sepuasnya. Lihat aja Dava, dompet Lo bakal kering sama Gue." Umpat Kai, namun kenyataannya tetap Dava yang memiliki keberuntungan akan hal itu. Kai melihat mobilnya yang hanya BMW dengan keluaran tahun 2000an dan masih berbentuk sedan. Meskipun jenis mobil Dava BMW Nazca M2 itu keluar perdana pada tahun 1991-1993, namun mobil keluaran tipe yang sama pada tahun ini sudah dilengkapi dengan tekhnologi yang sangat canggih mobil sport pada umumnya. Mobil Nazca bukan lagi mobil BMW yang sudah terlupakan dan untuk saat ini hanya terdapat beberapa unit di dunia, terlebih baru beberapa bulan yang lalu mobil itu di posting oleh pendesainnya. Peminat mobil BMW di Jerman selalu meningkat di setiap tahunnya karena pabrikannya selalu meningkatkan mutu dan kualitas demi kenyamanan para penggunanya. Kai menggeleng pasrah, hidup orang memang tidak bisa dinilai dan diperkirakan keberuntungan dan kesialannya. Apa Kai tergolong memiliki kesialan? Entahlah mungkin keberuntungannya masih disembunyikan oleh calon isterinya. **** Dava sudah membereskan segala alat perangnya, Dava yang sudah menaikkan tas di bahunya harus terhenti langkahnya karena suara Randu. Di kelas ini hanya tinggal mereka berdua, karena semua Mahasiswa lainnya sudah berbondong-bondong keluar dari kelas. "Mau kemana?" Tanya Randu, Dava menatap sahabatnya itu. "Mau antar jadwal Gue ke Prof.". "Bukannya kemarin sudah ya?" Tanya Randu merasa heran, akhir-akhir ini Dava sering sekali ke Fakultas Bisnis untuk mengantarkan jadwal kuliahnya. "Hm, tapi Prof lupa naruhnya dimana." Jawab Dava, Randu berdecak. "Kirim aja via chat atau email." Dava memutar matanya. "Gue adalah Mahasiswa khususnya Dia, Dia enggak bakal lepasin Gue dengan mudah." Randu mengangguk pasrah lalu menepuk bahu Dava. "Oh ya, Gue enggak lihat motor Lo tadi.". "Hari ini Gue bawa mobil." Jawab Dava kembali menaikkan tas di bahunya lalu mulai berjalan saat Randu juga sudah beranjak dari tempatnya. "Lo? Tumben?" Dava tersenyum, Randu jadi curiga. "Gue panasin mesin doang, weekend mau Gue pakai buat ajak anak sama isteri Gue jalan." Randu menatap Dava dengan alis yang naik turun. "Lo mau ngedate sama isteri Lo?" Dava mengangguk tanpa malu ataupun sungkan. "Hm." Randu menepuk bahu Dava, menyemangati Dava sebagai sahabat. "Semoga berhasil." Dava tersenyum lalu mengangguk. Saat keduanya akan menuruni anak tangga, ponsel di saku Dava bergetar. Dava mengernyitkan dahinya namun segera menggeser ikon hijau pada layar ponselnya. "Ya, Kak.". "Gue mau sampaikan ini ke Lo, hari ini enggak ada jadwal kuliah buat Lo dari Prof." Dava mengerutkan dahinya namun juga tersenyum, jadi hari ini Ia akan cepat pulang dari biasanya. Padahal jadwal kuliahnya hari ini sampai jam lima saja dan kuliah tambahannya sekarang bakal di liburkan. "Tapi Lo harus datang ke acara seminar yang Prof hadiri nanti, Gue bakal kirim alamatnya ke Lo." Senyum yang sudah tercetak di wajah Dava mendadak luntur dengan awan mendung yang begitu terlihat. "Kenapa mesti Gue sih Kak?" Tanya Dava pada sang penelfon yang tidak lain adalah Alisia. "Entah Dav, Gue juga enggak tahu. Hanya itu yang disampaikan Prof ke Gue." Dava membuang nafas pasrah, Dava berharap jika seminar itu akan cepat selesai dan Ia akan cepat mendapat nutrisi yang Dia inginkan sejak pagi tadi. Dava membuang nafas, menetralkan kekesalannya pada kegiatan yang mendadak ini. Setidaknya Dava harus bertahan selama 1-3 jam untuk mengikuti seminar yang juga dihadiri oleh Dosennya itu. "Ok, Gue bakal kesana." Jawab Dava begitu lesu, dan Alisia peka akan hal itu. "Napa Lo?" Tanya Alisia. "Gue kira bakal pulang cepat Kak." Tawa Alisia terdengar renyah. "Oh jadi karena ada janji sama Dea?" Dava berdehem sebagai jawaban. "Gue ke apartemen Lo deh hari ini, Gue udah mau pulang sekarang." Ide yang bagus jika Alisia datang ke tempatnya dan menemani Dea. "Ok, Kakak baik-baik sama anak Gue." Peringat Dava pada Alisia yang sangat gemas pada bayi kecilnya itu. "Iye, Gue baik-baikkin aja. Gue enggak sabar nguyel-uyel pipinya." Jawab Alisia dengan suara bergumam diakhir kalimatnya. "Gue dengar Kak." Tegas Dava, suara tawa Alisia kembali terdengar. "Iya-iya, jangan lupa Lo Dateng tuh." Dava berdehem kembali sebagai jawaban. "Jangan lupa kirim alamatnya ke Gue." Dava mengingatkan Alisia yang sering lupa akan apa yang di amanatkan Profesor mereka ke Dava. "Iya, Gue tutup." Dan sambungan terputus, Randu menatap Dava dengan alis dinaikkan sebelah. "Kenapa?" Dava berjalan dengan lesu lalu duduk di sebuah kursi yang kebetulan ada di dekat situ. "Gue harus ke tempat seminar sekarang." Randu semakin tidak mengerti. "Seminar apa?" Tanya Randu, Randu tahu jika seminar itu berkaitan dengan kuliah bisnis Dava. Namun seminar itu juga harus memiliki tema yang menarik untuk dihadiri, terlebih ini Dosen sendiri yang mengundang Dava. "Gue enggak tahu, Gue cabut dulu." Dava beranjak, tidak ingin membuang waktu sebelum Dosennya itu mengocehinya ini itu. Toh Dava yakin jika Dosennya itu memang sengaja untuk menyuruhnya mengikuti seminar, padahal setiap harinya ada Alisia yang ada disamping sang Dosen. Dan Dosen itu lebih memilihnya untuk datang menemaninya, Dava benar-benar ingin tahu apa tema dan siapa moderator dalam seminar kali ini. Dava melajukan mobilnya kearah tempat yang sudah dikirimkan Alisia padanya, menurut Alisia. Dava hanya perlu menyebutkan namanya saja untuk dapat masuk ke dalam ruang seminar, seminar itu juga sepertinya sangat dibatasi hingga penjagaannya akan begitu ketat. Dava memarkirkan mobilnya di basement lalu Dava naik ke lantai 3, dimana tempat seminar itu berada. Dava melihat-lihat dan sebuah poster besar terpampang disana, poster seorang pria dengan jas coklat tua yang melekat di tubuhnya yang ramping dan tinggi. Ada dua penjaga dengan jas hitam seperti pengawal, Dava di cegah masuk dan Dava ditanya nama. "Sagen Sie Ihren Namen, Sir.". "Davanas Abigael." Dava menyebutkan apa yang mereka perintahkan dan mereka membiarkan Dava masuk karena ternyata Dava termasuk tamu VIP. "Entschuldigung, hat das Seminar schon begonnen?" Tanya Dava saat sudah melewati pintu masuk, seorang pria berjas hitam itu melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya lalu menjawab. "Noch nicht, Sir, in sechs Minuten geht es los." Dava mengangguk saat Ia masih memiliki waktu enam menit untuk menghubungi Dea dan mengabari isterinya itu jika Ia akan mengikuti seminar. "Danke mein Herr." Ucap Dava berterima kasih pada pria tersebut, pria itu mengangguk sopan. Dava melihat aula yang begitu besar dengan peserta seminar yang jumlahnya memang sangat dibatasi, mungkin sekitar 25-35 orang saja. Dan sepertinya orang-orang besar yang memang sudah terjun di dunia bisnis yang ada di kursi para peserta seminar kali ini. Dava melihat Dosennya dan Dava mendekati sang Dosen. "Entschuldigen Sie, Herr Professor, es tut mir leid, dass ich zu spat bin." Dosen Dava itu tersenyum lalu menepuk kursi di sampingnya, Dava mengerti dan duduk disana. "Das Seminar hat noch nicht begonnen." Dava tersenyum lalu mengangguk. "Danke, Prof.". Setelahnya mata Dava terbelalak saat tahu siapa moderator untuk seminar hari ini, seorang pengusaha sukses yang sudah pernah mendapat gelar sebagai orang terkaya di Jerman pada tahun 2015. Dia adalah Stefan Quandt, keluarga yang memiliki saham paling besar di Pabrik otomotif BMW. Kenapa dunia rasanya begitu kebetulan hari ini? Dava memakai mobil keluaran terbaru BMW dan hari ini Dava bisa bertemu dengan orang yang berpengaruh dalam perusahaan itu. Sungguh, Dava akan mengucapkan banyak terima kasih pada Dosen disebelahnya ini nanti. "Vielen Dank, Herr Prof. fur Ihre Einladung." Dosen itu tersenyum tanpa menoleh mendengar suara terima kasih Dava dengan suara yang begitu pelan. "Zogern Sie nicht, Dava. Ich habe dich." Entah apa yang tersirat dalam ucapan Dosennya itu, namun Dava hanya mampu mengangguk mendapat kesempatan menjadi Mahasiswa yang dipilih untuk mengikuti seminar sebesar ini. Seminar besar yang di maksud Dava karena orang yang ada di dalamnya adalah orang-orang penting yang berpengaruh dalam dunia, yang mungkin dalam mimpi pun Dava tidak akan mampu untuk bertemu dengan mereka. Dan mereka dapat Dava lihat dengan mata kepalanya terlebih Dava bisa mendengarkan suara pria bernama Stefan Quandt itu. ★★★★ Jangan lupa LOVES ?, Readers. (Note: maaf kalau salah tulis atau bahasa terjemahan dalam bahasa Jerman yang Author gunakan)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN