VidCall Kamu

1196 Kata
Dava merebahkan tubuhnya di kasur empuknya tepat pukul 10 malam, Ia baru saja selesai dengan kelas tambahannya dengan salah satu Profesor yang mengajarinya dengan ilmu bisnis. Otaknya baru saja beristirahat, namun hatinya tidak ingin. Bahkan tubuhnya sudah lelah padahal ini baru sehari Ia melakukan perkuliahaannya setelah liburan. Dava kembali mendudukkan dirinya saat Ia mengingat, seharian ini Ia sama sekali tidak menghubungi Dea juga babynya. Dava berdecak, saat ponselnya yang lupa Ia mode silent. Dava membuka kunci ponselnya dan ada 3 pesan dari Dea untuknya. 'Jangan lupa untuk menjaga kesehatan Ayah.' 'Jika sudah pulang maka jangan lupa membersihkan diri dulu, jangan langsung tidur ya. Itu akan membuat badanmu semakin lelah.' 'Kami mencintaimu.' Dava tersenyum kala membaca 3 pesan dari isterinya itu tidak lupa dengan emoticon Love yang Dea berikan untuknya, pesan itu di kirim Dea dari jam 4 sore tadi. Ini yang Dava sukai dari Dea, Dea bahkan tahu jadwal kelasnya untuk seminggu ke depan. Ya walau Dava tahu jika Dea pasti membacanya di buku catatannya, dan yang paling membahagiakan dari semua itu adalah, Dea begitu mengerti dirinya. Dea tidak menuntut untuk di perhatikan, karena Dea tahu jika Dava lebih memforsir dirinya untuk belajar. Meski awalnya Dava kena omelan dari Dea karena mengganti fakultas yang Ia ambil di awal semester, namun setelah Dava meyakinkan Dea dan semua orang termasuk pihak Universitasnya, barulah Dea akhirnya mengiyakan keputusan Dava. Dea mengomelinya karena Dava mengambil fakultas Kedokteran untuk Dea, padahal Dea pernah bilang jika Ia bisa kuliah setelah melahirkan. Dea memaksa Dava untuk kembali mengambil fakultas ilmu bisnis yang di minati Dava sendiri, namun Dava menolaknya. Dava begitu mencintai Dea hingga melakukan hal sekonyol itu, bucinnya ke Dea begitu akut dan mendarah daging. Dan untunglah Dava memiliki Dea yang mengerti, percaya dan penuh perhatian walau mereka berjarak Jerman - Jakarta. Setelah membaca pesan dari Dea, Dava yakin jika Dea sudah tertidur malam ini. Makanya Ia lebih memilih menuruti ucapan Dea untuk membersihkan dirinya dengan air hangat yang mengalir dari shower. Dava mengusap wajahnya, lelahnya benar-benar berkurang setelah air menyiram seluruh tubuhnya. Badannya yang lengket kini terasa fresh dan ringan. Sebucin itu hingga perintah Dea dalam bentuk pesan saja Dava lakukan tanpa bantahan. Dava membuang nafas, Ia rindu pada Dea dan babynya. Ia ingin mendengar suara ke duanya, namun ini sudah dini hari di Indonesia. Tidak mungkin bagi Dava untuk melakukan panggilan telfon, mungkin saja bisa mengganggu baby cantiknya. Dava tersenyum membayangkan wajah cantik Vandra yang copy dengan wajah Dea, bahkan sampai warna mata juga menyerupai Dea. Atau jangan-jangan Dea tidak pernah membatin dirinya, bahkan sedikit pun wajah Vandra tidak ada yang menyinggungnya. Dava mengusap wajahnya lagi, saat rindunya membuat pikirannya menjadi melantur ke mana-mana. Dava melilit pinggangnya dengan handuk putihnya, tidak lupa membaca sticky note yang Dea tinggalkan untuknya. Note itu jumlahnya ratusan bertumpuk di nakas, di laci, di kulkas dan tempat-tempat lainnya. 'Hai Bunny, Kamu baru menemukan ini? Setiap harinya Aku akan tetap berada di sampingmu, Kamu bisa menemukan Aku disini. Di laci nakas sampingmu dan kamu bisa menemukan Aku di atas lemari pendingin. Oh satu lagi, Aku sudah siapkan baju untukmu kuliah. Aku tidak mau suami tampanku tidak terawat, I love U and I miss U D£D.' Dava tersenyum saat membaca sticky yang Dea tinggalkan, bahkan sticky itu yang membuat Dava selalu merasa Dea hadir di sampingnya dan melayaninya dengan begitu baik. Setelah mengganti bajunya dengan piyama, Dava bersiap membaringkan tubuhnya yang sudah di landa rasa kantuk luar biasa. "Aku mencintaimu Dea dan Vandra." dalam tidurnya Dava ingin ke dua wanita itu ada di sampingnya, selalu dan merekalah yang menempati hati Dava. **** 'Tut Tut Tut' Dava menaikkan sebelah alisnya saat sambungan telfon yang Ia lakukan pada isterinya tidak juga mendapat sahutan. Dava mencoba lagi namun masih belum ada sahutan dari seberang sana, hingga yang ke empat kalinya tidak membuahkan hasil. Dava memutuskan untuk ke kamar mandi, karena jam sudah menunjukkan pukul 08:00 pagi dan kuliahnya akan di mulai satu jam lagi. Dava tetap melakukan telfonnya dengan earphone yang sudah Ia pasang di telinganya. Dengan menyiapkan air hangat untuknya mandi, Dava masih mencoba peruntungannya dapat mendengar suara Dea dan melihat babynya. Dava melepas piyama yang Ia pakai hingga menyisakan perutnya yang six pack dan juga tubuhnya yang half naked. Dava sengaja menaruh ponselnya tepat di depan kaca, agar jika sambungannya terhubung Dea bisa langsung melihat dirinya. Lagian siapa suruh mengabaikan telfonnya?. "Hallo." Dava tersenyum kala mendengar suara isterinya. Dava melihat layar ponselnya yang menampilkan Dea yang sedang sibuk dengan babynya, bahkan Dava di abaikan. "Apa yang Kamu lakukan dengan baby Vandra, Yang?" tanya Dava begitu penasaran dengan kegiatan Dea siang ini di Indonesia. "Maaf Yang, Aku baru bisa angkat telfon Kamu. Tadi baby Vandra mau tidur siang ja-" Dea yang di seberang sana segera menghentikan ucapannya dan pipinya memerah sampai ke telinga saat Ia sudah bisa fokus pada suaminya. "Yang, Kamu lagi apa?" cicit Dea, Dava melihat dirinya. Lalu dengan senyum jahil Dava berkata. "Lagi menggoda isteriku, apa lagi?" Dea melotot, namun bagi Dava itu begitu lucu sekali. Dava bahkan langsung menaik turunkan alisnya agar Dea semakin bertingkah menggemaskan. "Yang, jangan kaya gitu." hardik Dea dengan wajah yang di buat marah namun Dea sedikit malu-malu tanpa mengurangi rona di ke dua pipinya. "Kamu yakin tidak ingin melihat suami tampanmu yang seperti ini?" tanya Dava lagi, Dea berdecak. "Enggak Yang, jauh. Cepat mandi, nanti Kamu masuk angin. Aku matikan ya telfonnya." Dava cemberut, lalu meraih ponselnya. "Jangan Yang, Aku rindu berat sama Kamu. Kemarin Aku sama sekali enggak ada waktu untuk hubungi Kamu." Dea tersenyum lembut, dengan tangannya itu Ia mengusap ponselnya. Seolah menenangkan suaminya itu, dan Dava juga memejamkan. Seolah memang Dea mengusap wajahnya dengan lembut dan sayang. "Kamu masih ingat apa yang Aku katakan bukan? Jangan memforsir dirimu Yang, Aku jauh darimu. Tidak bisa mengurusmu dengan lebih dekat sekarang, Aku ti-" Dava segera memotong ucapan Dea, sebelum wanita itu kembali sedih mengingat jika Dea sedang tidak ada di samping Dava. "Aku bahagia melakukan itu Yang, ketika melakukan ini semua. Aku bisa ingat Kamu, dan Aku disini berjuang demi Kita dan baby Vandra. Kamu hanya harus percaya bahwa suamimu ini bisa, walau Kamu jauh percayalah. Semua pengertianmu itu membuat suamimu ini akan melakukan semuanya dengan baik. Jadi Kamu tenang Ok! Jangan mengkhawatirkan apa pun tentang Aku disini, karena ketika Kamu mengkhawatirkan Aku. Apa Kamu tidak bertanya seberapa khawatir Aku ketika Aku tidak ada di sampingmu? Bagaimana Kamu mengurus dirimu dan baby Vandra?" Dava memberikan senyum pada Dea. "Jangan khawatirkan apa pun ya?" kata Dava lagi mencoba meyakinkan Dea, Dea tersenyum walau air mata haru juga ikut menetes dari mata Dea. "Apa yang bisa Aku berikan untukmu, Yang? Kamu sudah menjadi suami terbaik untukku dan Ayah hebat untuk anak Kita." Dava terkekeh lalu tersenyum manis sekali, sampai Dea begitu merasa sedang dekat dengannya. "Berikan cintamu, hatimu, senyummu untukku. Karena untuk sekarang Aku tidak bisa memelukmu. Apa Kau mengerti? Tidak ada isteri secantik, semanis dan semenggemaskan dirimu." Dea akhirnya tertawa mendengar godaan Dava padanya. "Yang, jangan buat Aku kena diabet di usia muda." ucap Dea dengan kekehannya, karena Dava selalu menjadi Dava yang manis untuknya. "Aku enggak kasih Kamu gula Yang, Aku ngasih Kamu cinta kok. Hanya untuk Kamu, ingat ya hanya untuk Kamu seorang. ★★★ (Loves, Like and Comment)
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN