Detective Cinta

1056 Kata
Selena merebahkan tubuhnya ke kasur. Seharian jalan-jalan dengan temannya di mall membuat ia kelelahan. Rasa kesalnya pun belum hilang saat Cintya bilang akan membawa Selena dan Dizka ke suatu tempat. Ternyata tempat yang dimaksud Cintya adalah rumah Selena. Cintya ingin Selena istirahat sebelum menjalankan misi penyelidikan dari 'Detective Cinta.' Begitulah sebutan mereka saat ini. "Makin hari kok mereka makin aneh sih? Ngapain juga aku ikut penyelidikan?" Selena memejamkan mata sejenak lalu meraih ponselnya untuk melihat w******p story yang baru ia buat beberapa menit yang lalu. "Haah?" kagetnya langsung duduk tegak di atas kasur. Beberapa kali Selena mengusap matanya melihat nama Anthony ada di daftar viewer. Sungguh suatu keajaiban yang membuatnya bahagia. "Aaaaa, akhirnya dia lihat story-ku," teriaknya riang. Selena berdiri meloncat tinggi-tinggi. Ia benar-benar bahagia hari ini. Keputusan batal move on dirasanya sangat tepat. "Kayak dapat rejeki nomplok," ujarnya dengan wajah berseri. *** Audrey memainkan ponsel Anthony sambil memeluk boneka bebek pemberian kakaknya. Sementara Anthony terlihat sibuk membaca komik yang baru dibelinya. "Story teman kakak seru-seru, ya. Aku jadi pengen cepat gede biar bisa jalan sama teman-teman tanpa diawasi. Kapan ya aku bisa kayak gitu?" Anthony melirik Audrey sejenak sebelum melanjutkan bacaan yang tertunda. "Nikmati saja hari ini jangan mikir yang lain. Kalau sudah gede gak bisa ngulang masa kecil lagi. Main dan belajar saja dulu nanti juga kamu bisa jalan sama teman." Audrey menatap kakaknya lekat. "Kakak gak pernah buat story?" "Buat apa?" "Buat ngasi tahu teman kalau kakak masih hidup. Aku kalau gak buat story sehari saja pasti dicariin." Anthony menghela napas dalam. Keputusan salah membiarkan Audrey masuk dan tinggal di kamarnya. Adiknya sangat cerewet yang membuat konsentrasinya buyar. "Dik, bisa ambilkan kakak minum?" Audrey mengerjapkan mata lalu mengangguk. Ia segera turun dari kasur menuju telepon kabel yang ada di atas meja. Cukup menekan tiga angka telepon sudah terhubung ke lantai bawah. "Mbak tolong bawain Kak Al minum ke kamarnya, ya. Terima kasih." Sambungan pun diakhiri membuat Anthony terdiam dengan bibir terbuka. Seharusnya ia menuliskan "Telepon rusak pakai telepati saja" di atas gagang telepon. "Kakak nyuruhnya kamu." "Terus aku suruh bibi," sahut Audrey membuat Anthony menggeleng. Tak lama pintu kamar diketuk. Pelayan membawa dua gelas minuman untuk Anthony dan Audrey. "Kamu jangan berisik, ya, kakak mau fokus baca," ucap Anthony meletakkan telunjuk di bibirnya. Audrey mengangguk lalu kembali memainkan ponsel kakaknya. *** Detak jarum jam seakan menulikan dua insan yang sedang kasmaran. Setiap sentuhan membuat suara halus keluar dari bibir masing-masing. Walau terpaut usia cukup jauh, tapi keduanya tetap bersama menghangatkan tubuh yang haus akan sentuhan. "Om, Clarissa capek," ucapnya terengah. "Keringat kamu banyak banget. Maaf, ya." Satu kecupan kening mengakhiri semuanya. Clarissa menoleh ke samping di mana tas sekolahnya berada. Ia bangkit melilitkan selimut di badan lalu meraih tasnya. "Kamu pulang sekarang?" tanya pria dewasa yang sedang menyulut nikotin di mulutnya. Bau asap mulai memenuhi ruangan ber-AC. "Iya, Om. Besok aku mulai sekolah. Ibu sama bapak tahunya aku camping sama teman sekelas jadi harus pulang sore ini biar gak dimarah," ucap Clarissa menatap pria di depannya. Walau usia mereka terpaut 10 tahun, tapi Andri memperlakukannya dengan baik yang membuat Clarissa nyaman. "Om, aku cantik gak?" tanya Clarissa membuat Ridzwan tersenyum lebar. "Kenapa kamu tanya kayak gitu?" "Soalnya ada cowok yang nolak aku. Dia bilang mau fokus belajar dulu, tapi ternyata dia pacaran sama teman sekelasnya. Cantik sih orangnya, tapi... Aku cantikkan, Om?" tanya Clarissa sekali lagi. Ridzwan menghampiri gadis itu lalu duduk di sampingnyaa. Ditatapnya Clarissa yang baru sebulan ia kencani. "Kamu itu cantik, seksi dan pintar, kenapa harus ditanya lagi? Mau Om bantu deketin kamu sama cowok itu?" Clarissa menggeleng. "Dia sudah lulus, entah kuliah di mana. Aku gak tahu, teman-temannya juga gak tahu." Tatapan sendu Clarissa membuat Ridzwan menciumnya. Gadis itu mendongkak lalu tersenyum tipis. "Jadi dia sudah pergi? Sayang sekali padahal Om ingin lihat wajahnya." "Gak perlu, dia hanya masa lalu." Clarissa mengalungkan tangannya di leher Andri. "Om kenapa berpaling dari istri? Bukannya istri Om cantik?" "Menurut kamu kenapa Om berpaling?" Ridzwan menyentuh dagu Clarissa. "Karena aku yang Om mau?" "Tepat sekali." Ciuman menuntut dari Ridzwan membuat Clarissa memejamkan mata. Ridzwan tidak pernah bosan dengan Clarissa. *** Selena tersenyum lebar saat sarapan berlangsung. Berbeda dari beberapa hari belakangan, sikap ceria Selena membuat Ara dan Julian semakin takut. "Sayang, kamu baik-baik saja? Apa ada sesuatu yang membuat kamu senang?" tanya Ara sesekali menoleh pada Julian. "Hmm... aku lagi happy, Ma, bisa jalan seharian sama teman-teman." Ara dan Julian serempak menghela napas panjang. Delvin yang sudah selesai makan pun turun dari kursi membawa piring kotor ke wastafel lalu kembali duduk di tempatnya. "Ma, dessert," pintanya pada Ara. "Sebentar mama ambilkan." "Biar Selena saja, Ma." Selena beranjak ke kulkas. Tatapan heran mereka layangkan melihat sikap Selena. Delvin menatap Ara tajam membuat mamanya risih. "Mama ngasi Kak Selena kecubung, ya?" tanya Delvin membuat Julian menaikkan alisnya. "Kecubung? Apa itu?" tanya Julian heran. "Ah, bukan apa-apa." Tatapan Ara beralih pada Delvin. "Mama gak ada ngasi kecubung. Kakak kamu memang sedikit aneh setelah sakit kemarin," jawab Ara membuat Delvin percaya. Selena kembali bergabung membawa semolina pudding. Dessert puding khas Jerman itu dibeli Julian ketika pulang kantor. Delvin penyuka puding, untuk itu Julian membeli beberapa jenis dan varian rasa untuk dicicipi. "Selena, hari ini papa gak bisa antar kamu soal--" "Mama yang antar pakai motor. Delvin biar papa yang antar kan satu arah sama kantor," potong Ara. "Mau, Ma. Aku belum pernah naik motor," kata Selena antusias. "Enggak!" tolak Julian. "Itu berbahaya. Kamu belum pernah dibonceng mama jadi jangan coba-coba." "Ih, papa kok gitu. Mama sudah lama gak naik motor." "Nah, apa lagi sudah lama gak pernah motoran. Lebih baik jangan." Julian tidak merestui ide itu membuat Ara dan Selena cemberut. "Papa kayaknya trauma mama naik motor," gumam Selena yang masih bisa Julian dengar. "Kamu belum tahu, terakhir kali papa dibonceng mama, kepala papa langsung pusing dan mual-mual. Papa gak mau itu terjadi sama kamu." Tatapan Ara menajam, tapi Julian tidak peduli. Demi dua wanita yang dicintainya ia rela tidur di kamar sebelah. "Sudahlah, Selena pesan taksi saja." Selena beranjak setelah selesai sarapan. Sampai di kampus Dizka dan Cintya sudah menunggunya. Kedua gadis itu menarik tangan Selena ke lapangan di mana Anthony sedang menonton mahasiswa bermain basket. "Kalian siap beraksi, 'kan?" tanya Cintya. Selena dan Dizka mengangguk siap menerima intruksi dari Cintya. "Detective cinta beraksi," kata Cintya sebagai tanda memulai aksi pertama mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN