SHE FAINT

1085 Kata
"Tolong tinggalin Maura sendiri, Yah...." gumam sang gadis di tengah tatapan kosongnya. Ia bahkan berusaha bangkit berdiri walau energinya belum pulih sepenuhnya. Indra tertegun untuk sesaat. Namun demi memberikan waktu pada Maura untuk memikirkan segala sesuatunya, ia lantas mengangguk setuju guna meninggalkan Maura sendirian. "Kamu yakin akan baik-baik saja jika aku meninggalkanmu sendiri?" tanya Indra sejenak. Memastikan bahwa ketika Indra memutuskan untuk melangkah pergi, Maura pun harus berjanji bahwa ia tidak akan melakukan suatu hal yang bisa merugikan dirinya sendiri. "Maura yakin, Yah." Setelah mendengar jawaban dari sang gadis, barulah Indra benar-benar setuju untuk melengos pergi meninggalkan Maura seorang diri di dalam kamarnya. Walau sebenarnya Indra agak ragu bahwa Maura akan merasa baik-baik saja, tapi sudahlah, Indra percaya jika gadis itu tidak akan mungkin sampai bertindak macam-macam di luar sepengetahuannya. Maura kembali limbung dan jatuh terduduk ke tepi ranjang bersamaan dengan pintu kamar yang ditutup dari arah luar. Sebuah fakta yang baru saja terlontar dari mulut pria yang selama ini dianggapnya ayah tentu telah membuat Maura tidak bisa berpikir dengan jernih untuk sementara ini. Di tengah kerumitan hidup yang sudah lebih dulu menggandrunginya, lalu kini ada masalah lain pula yang merusak alur kehidupannya. Seolah Tuhan sedang memberikan hukuman untuk Maura atas perlakuan bodohnya di masa lalu, maka alih-alih diberi jalan keluar bagi masalah pertamanya, justru Maura malah dilempari oleh masalah baru tentang pengungkapan jati dirinya yang bukanlah anak kandung dari seorang pria bernama lengkap Indra Taneja. "Pantas saja selama ini nama belakang ayah gak tersemat juga di dalam namaku. Jadi ini alasannya? Dan kenapa aku sendiri baru sadar? Pria yang selama ini aku sebut sebagai ayah, yang juga aku rasakan kasih sayangnya dengan tulus, nyatanya dia hanya seorang pria asing yang tidak sedarah denganku? Lantas... ada di mana ayah dan ibu kandungku yang sebenarnya jika aku hanya anak pungut ayah Indra selama belasan tahun ini? Kenapa aku dibuang begitu saja hingga ada pria berhati baik sepertinya yang rela memungutku sebagai anaknya. Apa keberadaanku saat kecil dulu terlalu membenani kedua orangtua kandungku? Sehingga dengan kejamnya mereka pun memutuskan untuk membuangku ke jalanan. Dan ya... Pria itu, ayah Indra bahkan memilih untuk tidak menikah dengan siapa pun hanya supaya dia bisa fokus mengurusku sendirian. Terbukti dari tidak adanya wanita di kehidupan kami selama ini. Bodohnya aku, aku bahkan tidak pernah curiga sedikit pun pada situasi hidup yang kami jalani selama ini. Hingga sekarang, saat aku diberi tahu mengenai fakta yang sesungguhnya mengenai hubunganku dan ayah Indra, aku sungguh tidak menyangka. Ini jauh dari ekspektasiku yang selalu mengira bahwa dirinya adalah benar-benar ayah kandungku. Tuhan... Sebenarnya hukuman macam apa yang sedang kau rancang untuk kehidupanku?" gumam Maura gusar. Dalam sekejap hidupnya menjadi sepi dan tak ada penopang di kala masalah demi masalah menimpa kehidupannya. Padahal, sebelumnya semua terasa sempurna bahkan baik-baik saja. Sampai pada saat Niko datang dan merusak segalanya, kedamaian di dalam hidup Maura pun seketika saja lenyap tak bersisa. Maura kembali menangis dengan tubuh yang bergetar hebat. Walau ia tak mengeluarkan suara hanya supaya Indra tak mendengar tangisnya, tapi air mata yang mengalir deras seolah menjadi bukti betapa saat ini dirinya sedang merasa terpukul. Menciptakan suasana getir di seisi kamarnya, yang telak mengumpulkan awan mendung seiring dengan tangisnya yang menyayat. Namun tanpa Maura ketahui. Di balik pintu kamarnya yang tertutup rapat, Indra bahkan masih berdiri termenung dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan. Dia tahu, saat ini gadis itu sedang menangis hebat di dalam kamar sana. Tapi apa yang ia bisa perbuat? Setelah Indra memutuskan untuk berkata jujur mengenai siapa dirinya dan siapa Maura, hanya pada Tuhan saja ia menggantungkan segala sesuatunya. Dan sekuat-kuatnya seorang pria ketika menghadapi masalah, maka ada saatnya pula setetes air mata jatuh meluncur tanpa bisa dicegah. *** Sepanjang malam telah Maura isi dengan tangis tanpa suara. Semua kekalutan seakan mengisi penuh pikirannya kala itu. Membuat Maura tak kunjung tidur karena mendadak saja insomnia datang menyergap. Maura tidak pernah membayangkan jika hidupnya akan menjadi seberantakan ini. Berbagai masalah pelik seolah berbondong-bondong datang menyerbunya. Membuat ia merasa kewalahan dan telak pula Maura kelabakan sendiri dalam menerimanya. Hingga ketika tangisnya sudah berhenti, menjelang waktu subuh, ia baru bisa terlelap tidur karena lelah pasca menangis. Namun saat pagi tiba, mendadak Maura terbangun karena sesuatu yang mendesak meminta dikeluarkan. Ya, Maura diserang rasa mual yang mengharuskan ia buru-buru berlari ke kamar mandi guna memuntahkan seluruh cairan yang ada di dalam perutnya. Sementara itu secara kebetulan, Indra yang hendak pergi joging pun tak sengaja mendengar suara orang sedang muntah-muntah pada saat pria itu melintasi kamar Maura. Secepat kilat, Indra pun mengurungkan niatannya dan lebih memilih untuk mencari tahu kondisi Maura di dalam sana. "Maura, apa kamu baik-baik saja?" seru Indra tanpa berani membuka pintu. Dia hanya sebatas mengetuk-ketuk pintu kamar Maura saja seiring dengan rasa cemas yang menderanya. "Maura!" panggil Indra lagi di saat tidak ada sahutan dari dalam sana. Mengharuskan pria itu bertindak nekat agar setidaknya dia bisa mencari tahu langsung perihal yang terjadi kepada gadis itu. Untungnya, pintu kamar sepertinya tidak sempat Maura kunci sewaktu tadi malam Indra sendiri lah yang menutup pintu tersebut. Sehingga kini, di saat Indra sedang mencemaskan gadis itu yang tak kunjung memberi jawaban atas panggilan-panggilannya, maka tanpa ragu pria itu pun mendorong pintu kamar Maura hingga terbuka. Kemudian, Indra menerobos masuk dan langsung pergi ke arah kamar mandi. Saat nyaris saja Indra mengetuk pintu kamar mandinya, justru Maura sudah lebih dulu membuka pintu dan menampilkan dirinya yang terlihat begitu lemas di hadapan Indra yang detik itu juga sedang berdiri panik di depan pintu kamar mandi tersebut. Mendapati Maura yang kemudian melangkah lesu disertai dengan raut wajahnya yang pucat, Indra pun lantas bertanya. "Apa yang terjadi, Maura? Apa kamu baik-baik saja?" tatap sang pria penuh kekhawatiran. Berharap jika Maura tidak mengalami sesuatu yang dapat membahayakan dirinya sendiri. Belum sempat Indra mendengar jawaban dari gadis itu, tiba-tiba saja tubuh Maura kembali limbung dan nyaris tersungkur ke lantai andai Indra tidak keburu menangkapnya dengan tepat. Ya, detik itu juga Maura jatuh pingsan. Membuat Indra semakin panik sehingga ia hanya mampu memanggil-manggil nama Maura di tengah pikirannya yang sangat kalut. "Astaga, Maura! Bangun, Ra. Kamu kenapa? Ya Tuhan... Apa yang terjadi pada gadis ini? Kenapa dia mendadak pingsan. Dan oh ya ampun! Tubuhnya dingin sekali. Apa dia sudah mengalami muntah-muntah hebat gara-gara efek kehamilannya? Setelah tadi malam dia tidak makan sedikit pun, maka bisa jadi tubuh Maura menjadi lemas. Sungguh kacau dirinya sekarang. Aku harus panggilkan dokter untuk memeriksa keadaannya," cerocos Indra panjang lebar. Lalu dengan sigap, ia pun membopong tubuh lemah Maura guna ia baringkan di atas tempat tidurnya sebelum nanti Indra memanggilkan dokter.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN