HE DIED

1314 Kata
Walau dua tempat yang didatangi Maura dan ayahnya memberikan hasil yang nihil, tapi rupanya perempuan itu tidak mau menyerah begitu saja. Bersama tekad kuatnya yang ingin menemukan ayah dari si jabang bayi yang sudah tercipta di dalam rahimnya, Maura pun sampai menanyakan keberadaan Niko pada seluruh teman kampus yang sekiranya mengenal Niko juga. Banyak yang mengatakan bahwa mereka sudah lama tidak bertemu Niko, tapi seakan Tuhan memberikan titik terang bagi Maura, satu di antara sekian banyaknya yang sudah ia tanyai, ternyata ada juga yang mau memberitahukan posisi Niko setiap malam tiba di mana dirinya sering menampakkan diri. "Kamu yakin?" tanya Maura memastikan. "Kalo aku gak yakin, aku gak mungkin sok-sok-an kasih tau kamu juga, Ra. Setiap kali aku lewat kafe itu, pasti suka ngeliat si Niko lagi ada di sana juga. Udah deh, untuk lebih jelasnya lagi, mending nanti malam kamu coba ke kafe yang aku sebutkan tadi aja, Ra. Aku yakin, si Niko pasti bakalan ada di situ nongkrong bareng temen-temennya," ungkap Anggita menyarankan. Selama ini, Maura memang berteman baik dengan sosok yang sedang berbincang via telepon dengannya sekarang ini. Maka sangatlah diuntungkan Maura oleh keterangan yang Anggita berikan. Meski Anggita tahu bahwa Maura dinyatakan hamil bahkan dikeluarkan oleh pihak kampus, tapi Anggita masih sangat memperlakukan Maura sebagaimana umumnya seorang teman yang benar-benar peduli. Untuk itu, Maura pun mengucap terima kasih pada Anggita, dan tak lupa ia pun akan melakukan saran yang dilayangkan oleh Anggita dengan mengajak ayahnya juga untuk menciduk keberadaan Niko di kafe yang sudah Anggita sebutkan sebelumnya. Lalu setelah Maura merasa cukup untuk mengorek informasi tentang Niko dari Anggita, ia pun memutuskan guna menyudahi percakapan di antara mereka. Lagipula, Anggita juga sudah bilang bahwa ia tidak bisa berlama-lama mengobrol dengannya walau lewat telepon. Maka oleh sebab itu, Maura pun merasa tahu diri dan secepatnya mengakhiri percakapan sembari tak bosannya ia dalam mengucap terima kasih kepada teman baiknya tersebut. Hingga selepasnya ia memutuskan sambungan, sigaplah Maura keluar dari kamar dan bergegas menemui sang ayah yang diyakininya sedang ada di ruang kerjanya. *** Saat malam hari tiba, Maura pun sudah siap untuk membuktikan keyakinan Anggita mengenai keberadaan Niko. Bersama Indra yang juga sudah tidak sabar untuk meminta pertanggungjawaban dari pemuda itu, kini Maura dan ayahnya pun sudah ada di seberang kafe di mana Niko sering nongkrong di sana. "Kamu yakin gak salah informasi, Ra?" tanya Indra melirik. Sementara itu, Maura yang semula sedang fokus memandang ke arah halaman kafe dari balik jendela mobil yang dihuninya pun lantas balas menoleh sembari sepintas menggedikkan bahunya. "Entahlah, Yah. Anggita bilang sih katanya Niko suka keliatan nongkrong di kafe itu setiap kali dia lewat ke sini. Kita berdoa aja ya, Yah. Mudah-mudahan Niko memang beneran suka nongkrong di kafe itu. Dengan begitu, kita bisa langsung menemuinya dan--" "Bukan kita, Maura! Tapi hanya aku yang berhak menemuinya. Kamu tunggu saja di mobil," potong Indra menegaskan. Mendengar perkataan sang ayah, tentu saja Maura pun mengernyit heran. "Tapi, Yah... Kenapa aku harus tunggu di mobil? Bukankah akan lebih baik kalo aku ikut juga?" "Enggak, Maura! Justru kalo kamu ikut dan Niko tau bahwa tujuan kita datang menemuinya untuk meminta tanggung jawabnya, maka dia hanya akan melarikan diri saja. Sudahlah, patuhi apa kataku, dan kamu hanya tinggal menerima beresnya saja nanti," ujar Indra tak mau dibantah. Bersamaan dengan itu, Indra pun seakan mendapati sosok wajah pemuda yang sempat ia ingat-ingat ketika melihat fotonya di ponsel Maura. "Itu dia!" seru Indra menunjuk. Dalam sekejap, Maura pun mengalihkan perhatiannya ke arah seberang. Benar saja, Niko baru saja muncul dari dalam kafe. Itu artinya, sejak tadi mungkin lelaki itu memang sudah ada di dalam kafe. Tidak mau membuang-buang waktu, Indra pun mulai beranjak dari duduknya. Meninggalkan Maura sendiri di dalam mobil, sementara Indra sudah bergegas menyeberangi jalan guna menghampiri Niko yang dilihatnya sedang cekikikan dengan teman tongkrongannya. *** Maura tidak bisa tenang walau ia sudah diminta untuk diam di mobil saja selagi ayahnya berbicara dengan Niko. Hatinya sangat gelisah dan Maura merasa harus menghampiri mereka juga agar ia bisa langsung berbicara pada demi membantu ayahnya supaya tidak banyak basa-basi. Mencoba abai pada perintah sang ayah, Maura pun memilih turun dan pergi menyeberang menyusul Indra. Jantungnya berdebar kencang, tapi meski begitu, Maura harus tetap tenang sampai akhirnya langkah kakinya pun sudah mulai mendekat ke arah di mana Indra yang entah sedang membicarakan apa saja bersama Niko yang berdiri di hadapannya. Akan tetapi, saat tak sengaja Niko melihat kemunculan Maura, mendadak matanya pun membelalak. Lalu secara spontan, lelaki itu pun berteriak, "b******k! Lo mau coba nipu gue, hah!" Untuk sesaat, perhatian sebagian orang di sekitarnya pun sontak saja teralih ke arah Niko yang tadinya masih terlihat santai dan tak mengira bahwa pria yang berdiri di hadapannya tidak ada sangkut pautnya dengan gadis yang masa depannya sudah ia rusak. Akan tetapi, pada saat mendapati Maura yang datang mendekat, barulah Niko sadar bahwa dirinya ternyata sedang ada di dalam jebakan yang dibuat oleh Maura dan pria yang masih berdiri di hadapannya. "Apa maksudmu?" tanya Indra tak mengerti. Rupanya dia belum menyadari keberadaan Maura yang sudah berdiri di belakangnya. "Gak usah sok drama lo di depan gue! Cewek di belakang lo, dia ada kaitannya sama tujuan lo samperin gue semendadak ini kan?" lontar Niko meraung. Lalu tanpa diduga, lelaki itu pun pelan-pelan memundurkan langkahnya dan kemudian ia pun mulai melengos pergi seiring dengan terdengarnya suara seruan dari arah belakang Indra. "NIKO JANGAN PERGI!" Mendengar suara yang tak asing di telinganya, Indra pun menoleh dan merasa tak menyangka bahwa Maura tidak benar-benar mendengarkan komandonya. "Astaga, Maura! Kenapa kamu malah datang ke sini," pekik Indra melotot. Sementara itu, Maura bersiap mengejar Niko sebelum lelaki itu berlari jauh. "Niko harus dikejar, Yah. Kalo enggak, dia bakalan susah didapat lagi," ujar Maura pergi mengejar. Membuat Indra terperangah sejenak, sebelum akhirnya ia refleks mengumpat dan mau tak mau ikut berlari juga menyusul Maura yang sudah pergi mengejar Niko. *** Lelaki itu terus berlari tanpa lelah. Walau sempat beberapa kali menabrak pejalan kaki yang dilaluinya, tapi tak membuat ia menyerah dan terus melanjutkan pelariannya dari kejaran Maura dan pria tadi. Begitupun dengan Maura dan Indra yang juga terus mengejar meski sebenarnya Indra masih dilingkupi oleh rasa kesal gara-gara Maura tak mau mendengarkannya. Padahal tadi Indra sudah hampir berhasil meyakinkan Niko bahwa dia adalah orang yang mau mengajak lelaki itu bekerja sama. Tapi tiba-tiba Maura datang dan menghancurkan segalanya. "NIKO JANGAN PERGI!" teriak Maura lagi. Napasnya sudah ngos-ngosan tapi ia belum menyerah untuk terus mengejarnya. "Sudahlah, kamu tunggu saja di sini! Biar aku yang lanjut mengejar," usul Indra tak tega. "Enggak, Yah. Aku mau kejar Niko. Gimana pun juga, dia harus tanggungjawab. Aku gak mau biarin dia pergi gitu aja. Ada darah dagingnya di dalam rahimku sekarang. Itulah sebabnya aku--" Kalimat Maura seketika saja berhenti di tengah ia yang menangkap suara decitan ban mobil dan disusul dengan bunyi benturan yang cukup keras. Baik Maura maupun Indra, kini keduanya pun sama-sama menoleh ke sumber suara. Sampai pada saat orang-orang sudah mulai berkerumun di tempat peristiwa tabrakan berlangsung, di situlah ayah dan anak itu sama-sama berpikir bahwa sepertinya orang yang terkena hantaman mobil tersebut tak lain dan tak bukan adalah Niko. Hingga demi memastikan bahwa pikiran mereka mungkin saja keliru, keduanya pun kompak berlari menerobos kerumunan. Saat pandangan mereka jatuh pada sosok tubuh yang bersimbah darah, keyakinan mereka pun tak dapat dibantah lagi. Lelaki itu, Niko, kini sudah terkapar bersimbah darah di depan sebuah mobil yang berhenti dengan jarak beberapa meter dari titik tubuhnya berada. Ya, Niko telah tertabrak mobil yang sedang melaju kencang bersamaan dengan ia yang tengah berlari menyeberang jalan. Di sela pelariannya, dia justru harus kehilangan nyawanya di detik itu juga. Membuat Maura lantas tak percaya hingga akhirnya ia diyakinkan oleh seseorang yang mengaku sebagai dokter--yang kebetulan sedang melewat ke arah di mana adanya tabrakan tersebut--dan mengumumkan bahwa pemilik tubuh bersimbah darah itu sudah tak bernyawa. Dalam sekejap, Maura pun menjerit histeris meneriakkan nama Niko yang secepat kilat didekap oleh ayahnya dengan sangat erat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN