Bab 3. Penjaga Yang Menyebalkan

1104 Kata
Mata Izzy terbelalak sempurna melihat keberanian Devon Kazuya menciumnya. Ia mendorong sekerasnya pundak Devon lalu menamparnya. Devon yang separuh duduk, berhenti lalu memegang pipinya. Ia mendelik keras pada Izzy yang juga melotot marah padanya. “Jangan ambil kesempatan!” hardik Izzy marah. “Siapa yang ambil kesempatan? Aku tidak sengaja.” Devon beralasan mulai ikut berdebat. “Kamu masih mengelak?!” Izzy makin meninggikan suaranya. Devon membuang mukanya ke samping dan tidak mau membantah lagi. Izzy yang masih terduduk di lantai lalu menarik kakinya untuk berdiri. Perlahan ia berusaha berdiri meski kesulitan. Devon pun ikut berdiri lalu menjulurkan tangannya menangkap lengan Izzy untuk membantunya. Izzy dengan cepat menepis. “Jangan pegang-pegang!” hardiknya cepat. “Ck, sebenarnya apa maumu? Jadi pacarku?” celetuk Devon seenaknya. Kening Izzy sontak mengernyit dengan sebelah tangan berpegangan pada dinding. “Jangan bermimpi!” Devon melemparkan senyumannya lalu mendengus. “Aku hanya mengatakan yang biasanya diucapkan para gadis jika bertemu denganku.” Devon menyombongkan dirinya sendiri. Izzy makin mual mendengarnya. Ia berbalik dan berjingkat menggunakan sebelah kakinya menuju salah satu sofa di ruang tengah. Devon hanya memperhatikan pada awalnya sampai Izzy duduk dengan selamat. Barulah bola matanya berputar melihat ke sekeliling. Azalea Melody Alexander adalah salah satu dari putri kembar keluarga pengusaha terkenal pemilik The Great Alexander Enterprise. Ayahnya, Bryan Alexander adalah teman dekat ayah Devon Kazuya yang juga memiliki perusahaan perangkat elektronik yang cukup terkenal. Meski demikian, Devon dan Izzy tidak bisa dikatakan akrab. Mereka lebih seperti hanya saling tahu tanpa mau saling mengenal. “Karena kamu sudah pulang, tugasku sudah selesai. Sekarang lebih baik aku pergi,” ujar Devon mulai berbalik untuk pergi. “Katakan pada temanmu untuk tidak perlu repot-repot mengurusku. Urus saja Mila!” cetus Izzy dengan sikap ketus. Devon yang sudah berbalik kemudian kembali menghadap Izzy yang masih duduk di sofa. “Kenapa kamu tidak hubungi saja dia dan mengatakannya sendiri?” Izzy sontak menoleh pada Devon yang berkacak pinggang tak jauh darinya. “Aku tidak akan pernah menghubungi dia lagi. Kalian sama saja!” “Apa hubungannya denganku?!” Devon protes. “Untuk apa kamu menurutinya dan malah menjemputku?” Izzy masih bersikeras untuk berdebat dengan Devon. Dan Devon sepertinya memilih lawan yang salah jika ingin berdebat. “Aku hanya menuruti permintaan Arion, lalu salahku di mana?” “Kamu kan bisa menolaknya. Untuk apa menurutinya?” Devon kesal bukan main. Waktu sudah pagi tapi energi Izzy untuk berdebat dengannya malah makin tinggi. Tidak tahan merasa disalahkan, Devon pun datang menghampiri. Namun, wajah Izzy yang kembali bersedih dan matanya yang berkaca-kaca membuat kedua bahu Devon turun seketika. Entah bagaimana, amarahnya seperti menguap ke udara. “Ah, Tuhan! “ Devon sekilas membuang muka. Izzy mulai meneteskan air matanya lagi sambil terus mengomel. Arion sudah sangat menyakiti hatinya tapi ia masih memperhatikan Izzy. “Pergi dan katakan padanya, jangan ganggu hidupku lagi. Aku sudah memblokir semua kontaknya. Aku tidak mau bicara atau bertemu dengannya lagi!” tukas Izzy mengomeli Devon yang tidak bersalah. Namun kali ini, Devon tidak membantahnya. Ia membiarkan saja gadis itu menuangkan semua emosi padanya. Izzy semakin menundukkan kepalanya dan menangis. Ia menyeka beberapa kali air matanya dan itu membuat Devon iba. Devon kembali duduk di sisi Izzy untuk berbicara dengannya. “Aku akan bicara pada Arion. Bagaimana?” ujar Devon dengan nada lebih rendah sambil memandang Izzy. Izzy pun menoleh padanya dengan wajah masih basah air mata. Sambil tersenyum kecil, Devon mengambil tisu dan memberikannya pada Izzy. “Sungguh aku tidak tahu jika Arion sudah menghamili Mila dan akan menikah dengannya. Aku bahkan tidak tahu jika kamu dan Arion pacaran ...." “Kami sudah putus,” potong Izzy menjawab ketus. Devon mengangguk lagi. “Lalu apa yang akan kamu lakukan? Menyesali dan menangisi Arion?” Izzy kembali mendelik pada Devon yang tidak melepaskan pandangan matanya. “Tidak.” Devon sedikit menyeringai dan mengangguk. “Kalau begitu cari saja pacar baru.” “Huh?” Devon masih tersenyum secara sadar mengucapkannya. “Iya, untuk apa bersedih dan menangisi Arion. Dia sudah memilih saudarimu dan mereka akan segera menikah, bukan? Jadi cari saja pacar baru.” Izzy memandang Devon seolah tercengang. Sedangkan Devon dengan santai berbicara tanpa beban menyudutkan sahabatnya sendiri yaitu Arion. “Bukankah Arion itu sahabatmu?” sebut Izzy masih keheranan. “Memang. Tapi jika dia melakukan kesalahan dengan menyakitimu dan malah berselingkuh dengan saudari kembarmu, apa aku harus tetap membelanya?” Devon balik bertanya. “Lalu kamu membelaku?” “Tidak juga ....” “Sebenarnya apa maumu? Aku tidak mengerti!” Devon langsung beringsut bergeser ke hadapan Izzy lebih dekat dari sebelumnya. Matanya memandang langsung ke mata Izzy. “Aku ingin membantumu membalas Arion. Aku memberikan saran. Jika kamu memiliki pacar lagi, Arion pasti akan sangat terpukul lalu menyesal. Dia mungkin tidak bisa berbuat apa pun tapi setidaknya, dia pasti sakit hati, iya kan?” gumam Devon pada Izzy. Izzy sedikit menundukkan pandangannya dan berpikir. Yang diucapkan oleh Devon memang ada benarnya. Selama ini, Izzy begitu stres memikirkan apa yang harus ia lakukan. “A-Aku tidak pernah terpikir untuk membalasnya,” jawab Izzy dengan suara rendah yang jauh lebih lembut. Senyuman Devon kembali mengembang. Putri-putri keluarga Alexander memang lugu dan polos apa pun profesi mereka. “Kamu tidak perlu menyakitinya secara fisik, cukup lukai hatinya. Dia akan memohon maaf padamu atau mencium kakimu jika perlu.” Devon kembali menambahkan. Jika ada yang lebih licik dari si rubah Devon, maka mungkin itu adalah Andrew Miller, sahabat Devon lainnya. “Apa jika aku punya pacar baru, aku bisa membalasnya?” tanya Izzy dengan polosnya. Pikirannya mulai dipengaruhi oleh Devon yang bahkan tidak ia kenal selama 20 tahun terakhir. “Hehe, iya. Aku kenal Arion. Dia bukan orang yang suka bergonta-ganti pacar. Jadi dia pasti akan sangat patah hati jika kamu punya pacar baru,” sahut Devon lagi. Ia menarik napas panjang dan melirik Izzy dari atas sampai bawah. Sedangkan Izzy yang tidak sadar sedang diperhatikan malah sibuk berpikir. Satu jari telunjuk dan ibu jarinya memilin ujung bibir bawahnya. Devon yang menyaksikan malah mereguk ludahnya beberapa kali. Ia pun mendeham usai desir aneh di tengkuknya muncul lagi. “Lalu aku harus pacaran dengan siapa?” cetus Izzy membuka kotak pandora yang disodorkan Devon karena keisengannya. Kedua alisnya naik bersamaan. “Aku. Kamu bisa pacaran denganku!” celetuk Devon makin usil. Izzy mengernyitkan keningnya menganggap Devon serius. “Kamu? Tapi ....” “Kamu bisa mengatakan pada Arion jika kamu pacaran dengan pria lain atau kamu bisa mengatakan jika kamu pacaran denganku. Aku jamin dia pasti akan langsung marah. Setelah itu dia akan stres memikirkan kesalahannya lalu kemudian menangis meminta maaf padamu. Jangan lupa tambahkan cerita jika kita sudah berkencan bersama.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN