Kelima orang yang berada di laboratorium terkejut dengan kehadiran Saara. Bukan Saara yang membuat mereka melongo, akan tetapi kehadiran seorang gadis tanpa busana yang ada di depan mereka. Dia cantik, putih, berdada besar dan mulus. Sudah pasti hal tersebut memancing sesuatu dalam diri mereka berlima yang merupakan pria normal. Ini bisa menjadi masalah jika dibiarkan. Tidak ada yang menjamin jika kelima pria baik - baik, tidak berubah menjadi liar saat melihat godaan besar di depan mata.
"Saara apa apaan ini!?" pekik Aaron. Mereka berlima tersadar dari rasa tercengang dan langsung memalingkan wajahnya dari mantan gadis zombie tadi.
"Vaksin yang kau buat berhasil Aaron. Dia adalah zombie yang berhasil menjadi manusia setelah kesakitan selama lima jam. Aku sudah memeriksa tubuhnya dan tidak ada sisa zombie sedikirpun." Saara hanya menjawab tanpa berkomentar tentang ketelanjangan gadis zombie tadi.
"Aku turut senang akan tetapi bisakah kau membawakan sesuatu untuk gadis itu. Kami tidak nyaman melihat gadis tanpa busana di depan kami!" pekik Aaron.
Saara hanya mengambil kain yang berada di laboratorium. Dia memberikan kepada gadis itu agar dipakai untuk menutupi tubuhnya.
"Pakailah, " perintah Saara datar.
Gadis zombie tadi mengangguk dan membelitkan kain tadi ke tubuhnya. Setelah selesai di menuju ke arah Saara dan menunjukkannya. Otaknya belum sepenuhnya normal, vaksin tadi sedang mengaktifkan sel T pada manusia untuk menyerang virus Em0. Jadi gadis zombie tadi hanya bisa bahasa sederhana dan belum berotak seperti gadis remaja pada umumnya.
"Jadi bagaimana? Apa ini cukup?" tanya mantan gadis zombie tadi.
Seperti biasa, Saara hanya mengiyakan tanpa banyak berekspresi. " Ya."
Kelima pria tadi akhirnya merasa nyaman saat mengetahui jika gadis tadi sudah berpakaian meski yang dipakai bukan benar-benar pakaian.
"Siapa namamu?" Tanya Ken.
Dia agak sedikit tidak nyaman melihat mantan zombie tadi ada di depannya. Sebab Ken masih ingat jika gadis ini adalah zombie yang akan memakannya saat diikat Saara di tiang. Apalagi tadi pagi kukunya nyaris merobek kulitnya untuk dimakan.
"Aku Lusiana."
Aaron kini penasaran dan ingin bertanya tentang perasaan Lusiana setelah menjadi manusia kembali. Dia harus mendapatkan data - data yang penting untuk proses penelitian lebih lanjut.
"Sekarang apa yang kau rasakan Lusiana? Apakah kau masih ingat saat- saat ketika kau menjadi zombie? " tanya Aaron penasaran. Tidak hanya Aaron, yang lain juga ikut penasaran.
Lusiana awalnya mematung. Dia tidak menjawab apapun karena sel - sel otaknya mulai dipulihkan oleh vaksin Aaron.
Semua orang yang berada di sana menatap khawatir Lusiana yang menatap kosong ke arah mereka. Dan setelan beberapa menit barulah ia menjawab pertanyaan Aaron. "Apa!? Aku menjadi zombie?"
Tidak ada yang mengetahui jika vaksin yang dibuat oleh Aaron telah menghapus seluruh ingatan dari zombie yang sudah sembuh. Awalnya mereka memang ingat jika pernah menjadi zombie namun dalam jangka waktu satu jam mereka akan melupakan jika pernah menjadi zombie. Reaksi dari vaksin tersebut tidak berhenti di sana, vaksin tadi membuat otak eks zombie semakin lama mengimplus neuron di saraf sensorik mereka sehingga ingatan mereka sebelum menjadi zombie yang kembali perlahan.
"Lupakanlah."
Aaron mengambil senter kecil. Dia memeriksa mata Lusiana dan mendapati jika pupilnya memiliki refleks yang normal juga bereaksi dengan normal. Dia kemudian mengetuk lutut Lusiana, dan seperti yang diharapkan lutut lusiana bereaksi layaknya manusia normal.
"Semuanya normal...vaksin percobaan yang ke lima puluh enam berhasil," ucap Aaron.
Semua orang yang berada disana saling berpandangan. Hal ini adalah kabar paling menggembirakan yang pernah mereka dengar. Sean dan Saga bahkan tidak mampu berkata - kata mendengar apa yang Aaron klaim. Mereka ingin menangis bahagia, segala perjuangan mereka akhirnya terbayar.
"Apakah ini akhirnya?'' Tanya James. Setelah lebih dari tiga bulan mereka melakukan penelitian dan pencarian, akhirnya vaksin yang diharapkan sudah tercipta.
"Ya."
Kelima pria itu pun saling berpelukan karena bahagia. Mereka tidak sadar, jika selama perjalanan mencari laboratorium profesor Philips, mereka semua sudah menjalin hubungan seperti keluarga. Ikatan perasaan di antara mereka sangat dekat hingga bisa disebut saudara.
Hanya Saara yang masih yang di tempatnya tanpa bereaksi, sedangkan Luciana memandang mereka penuh tanda tanya.
"Adakah yang bisa menjelaskan apa yang terjadi?" tanya Lusiana.
Lusiana sama sekali tidak tahu bagaimana harus bereaksi saat mendapati dirinya berada di ruang asing yang sama sekali tidak ia ketahui. Otaknya yang mulai pulih perlahan mendapatkan ingatannya.
"Kau adalah zombie pertama yang kami suntik vaksin. Sekarang dirimu sudah pulih menjadi manusia normal." Sean berkata pada Lusiana agar gadis itu tidak lagi bertanya - tanya.
"Hah, kalian lagi - lagi mengarang cerita tentang zombie dan zombie. Apakah kalian benar - benar terobsesi dengan makhluk yang hanya ada di film itu? " tanya Lusiana.
Saara yang sedari tadi diam, mencengkeram lengan Lusiana. Membuat Lusi menoleh dan kebingungan.
"Ikut aku?"
Dia memang ingin mengambil pakaian dari atasan sana dan membawa Lusiana bersamanya. Selain itu, Saara juga akan menunjukkan kenyataan kejam yang tidak dipercaya oleh Lusi.
"Dan Aaron lanjutkan membuat vaksin. Kita butuh banyak vaksin untuk para pengungsi, " perintah Saara. Dia pun menyeret pelan Lusi yang terbalut kain putih ke lorong. Namun setelah itu, tubuhnya merasa melayang dan bergetar hebat.
"Haaah..."
Lusiana terkejut saat tubuhnya mati rasa karena sensasi tadi. Dan dalam sekejap mata dirinya sudah sampai ke bangunan yang rusak, retak dan hampir roboh. Langit yang mengerikan karena berwarna gelap kemerahan dan tidak ada pohon. Lusiana ingat benar jika bangunan ini adalah mall yang terkenal di Manhattan saat itu.
"Apa sebenarnya yang terjadi? Apakah kita diserang nuklir atau semacamnya?" tanya Lusiana.
"Zombie," jawab Saara singkat.
Kini Lusiana terdiam dan tidak berani meragukan perkataan tentang zombie lagi. Barang - barang yang berserakan, kaca gedung yang pecah, dan segala hal yang kacau di depannya menandakan jika memang telah terjadi pertempuran besar di sini. Dia bahkan bisa melihat tulang - tulang manusia di sudut- sudut gedung. Lubang di jalan dan mobil yang terbalik sudah cukup menggambarkan betapa dasyat keributan yang terjadi hingga kota sebesar ini hancur.
"Saara, aku takut," guman Lusiana. Dia memeluk lengan Saara dengan erat. Matanya bergerak - gerak ke sana kemari dengan awas.
"Kau harus berpakaian. Ayo kita ke toko itu."
Saara menunjuk butik yang separuh ruangannya sudah hancur. Akan tetapi masih ada pakaian yang tergantung disana. Dia berniat mengambil pakaian untuk para pria juga. Sejujurnya ia agak terganggu dengan bau mereka.
Lusiana hanya bisa menuruti apa yang dikatakan Saara karena hidupnya saat ini kantung pada gadis itu. Lusiana memang tidak tahu jika para zombie sangat takut pada Saara sehingga tidak akan ada yang berani mendekatinya. Seandainya itu orang lain maka tindakan mendekati gedung bisa disebut dengan tindakan bunuh diri. Sebab ada banyak zombie yang tersembunyi di balik gedung tersebut dan menunggu untuk menyerang manusia atau makhluk hidup lain yang masuk.
Lusiana segera memilih celana jeans dan juga kaos. Dia memilih pakaian tersebut karena dirasa paling nyaman untuk bergerak. Feeling- nya mengatakan jika dia akan mengikuti sesuatu pertualangan yang panjang. Apalagi sekumpulan pria tadi menyebut vaksin, jadi Luciana menebak jika mereka semua akan mem-vaksin para zombie.
***
Di markas pusat.
Jenderal Mayer adalah orang yang pertama terbangun dari mabuknya. Dia perlahan membuka mata dan memegangi kepalanya yang agak pusing setelah mabuk semalam.
"Ugh kepalaku," rintih Jenderal Mayer.
Jenderal Mayer pun tersentak karena menyadari jika sudah berbuat kesalahan yang besar. Dia baru menyadari ada kemungkinan membocorkan rahasia yang ia simpan selama ini, saat sedang mabuk.
"Apa aku kemarin membocorkan rahasiaku?" Guman Jenderal Mayer.
Jenderal Mayer pun berusaha mengingat - ingat apa yang terjadi semalam ketika ia mabuk. Meski sekilas tapi ingat jika Kendal juga bertingkah gila sama seperti dirinya. Dia bahkan lebih dulu mabuk sebelum dirinya.
"Bearti dia juga mabuk tadi malam..." guman Jenderal Mayer. Dia membangunkan Kendal yang sebenarnya juga sudah bangun dan berpura - pura tidur.
"Hei bangun, hari sudah pagi,'' ucap Jenderal Mayer.
"Ahk..."
Kendal juga berpura - pura pusing dan memegang kepalanya. Ini membuat Mayer tidak mencurigai Kendal.
"Ugh... kita terlalu banyak minum tadi malam. Ah kepalaku pusing."
"Kau benar. Ya sudah aku ke kamarku dulu."
Komandan Kendal kembali merebahkan dirinya dan nampak linglung. Hal itu sebenarnya diperhatikan diam - diam oleh Jenderal Mayer yang akan keluar kamar. Dia akhirnya yakin jika Kendal tidak mengetahui rahasianya, sebab dia nampak masih linglung karena mabuk.
Setelah beberapa saat, Komandan Kendal dan juga kedua anak buahnya sedang menghadapi dilema besar. Ketiganya ternyata memiliki satu kesamaan informasi, yaitu adanya kristal zombie di kepala para zombie dan Jenderal Mayer mengubah para pengungsi yang menghilang menjadi zombie untuk mengambil kristal zombie di kepala mereka.
"Apa yang akan kita lakukan, Komandan?" Tanya Jonny.
"Ini jelas kejahatan kemanusiaan. Tapi kita tidak bisa mengalahkan mereka sekarang," jawab Kendal.
Saat ini dia hanya bisa menunggu apa yang akan Mayer lakukan setelahnya. Berkat informasi dari Jonny jika jika Jenderal Mayer akan berhenti menculik para pengungsi markas Selatan, membuatnya agak tenang. Kini ia pun mulai memikirkan untuk mendapatkan kemampuan istimewa seperti Jenderal Mayer dan anak buahnya. Akan tetapi dia takut terinfeksi oleh keserakahan sama seperti Jenderal Mayer jika memakan kristal zombie tersebut. Lebih baik dia tidak memiliki kemampuan dari pada berubah menjadi orang sekejam Mayer.
"Kita lihat kedepannya, untuk sementara jangan bertindak. Jika ada hal gawat segera laporkan padaku."
"Baik."
***
Sara dan Lusiana akhirnya kembali ke laboratorium Profesor Philips. Mereka membawa sekantong pakaian dan juga makanan kaleng yang mereka dapatkan saat berada di dalam gedung.
Begitu tiba di laboratorium, Lusiana menyerahkan pakaian pada para pria. Ini menyadarkan mereka jika tubuhnya sudah berbau sebab tidak pernah berganti pakaian. Meski di laboratorium terdapat kamar mandi yang bisa mereka gunakan untuk mandi, akan tetapi hal tersebut tidak akan menolong jika mereka tidak berganti pakaian.
Pada saat mereka mengamati Lusi, ternyata gadis tadi sangat cantik. Ken adalah orang yang pertama kali merona melihat Lusiana yang sudah berganti pakaian. Dia bahkan bisa membayangkan tubuh telanj*ng Lusiana.
"Terima kasih."
Saara yang melihat hal tersebut tidak memperdulikan reaksi mereka. Dia hanya mengambil satu vaksin yang dan menghilang. Kali ini dia ingin mengujinya pada zombie mutasi kedua dan pertama.
"Saara? Apa yang akan kau lakukan dengan vaksin tadi?" tanya Aaron.
"Aku akan mengujinya pada zombie mutasi kedua dan tingkat pertama."
Aaron menatap serius Saara yang hendak menghilang.
"Baiklah. Tapi ingat, kita memerlukan kristal zombie untuk membuat vaksin. Jadi kumpulkan sebanyak yang kau bisa."
Saara tidak bisa berkata - kata. Partikel nano yang membentuk tubuhnya menghilang dan menyebar menembus atap laboratorium bawah tanah.
"Sungguh menakjubkan, " ucap Lusi.
"Ya, berkali - kali aku melihatnya, aku masih kagum akan keistimewaan dari Saara," ucap Ken.
Aaron, James, Sean dan Saga mencium gelagat jika Ken menyukai gadis itu. Mereka pun pura - pura sibuk dan meninggalkan mereka. Hal ini disambut rasa syukur dari Ken dan masih melanjutkan pendekatannya pada Lusiana.
Tbc.