Bayangan
Langit sore yang kemerahan, pohon yang tidak lagi memiliki daun, reruntuhan bangunan di mana-mana, tidak ada hal natural yang tersisa di muka bumi adalah gambaran besar bumi di masa depan. Bumi telah menjadi neraka bagi manusia. Tidak ada hal yang ramah bagi mereka seperti di masa lampau. Teror terus menerus mengintai. Mereka kini menjadi makhluk yang di buru oleh mayat hidup--yang menjadikan mereka daftar makanan nomor satu.
Mayat hidup itu tercipta akibat eksperimen beberapa ilmuwan tidak bermoral yang ingin menentang alam dengan mencari cara untuk hidup abadi, sehingga menciptakan virus yang mampu merubah susunan enzim DNA sehingga meregenerasi sel-sel mati. Penelitian ini berlangsung selama beberapa puluh tahun sampai akhirnya tercipta Virus Em0. Sayangnya virus itu belum sempurna tapi sudah diujikan pada tikus yang terluka. Mereka sengaja mematahkan kakinya untuk menguji efek virus. Lalu menyuntikkannya dan berharap terjadi keajaiban pada Sang Pemberi Keajaiban, di saat mereka hendak menentang kodrat yang sudah ditetapkan Nya.
Awalnya Tikus yang diuji mati sedetik setelah virus disuntikkan. Para ilmuwan mendesah kecewa, menggelengkan kepalanya dan akan memusnahkan tikus itu. Namun sesuatu terjadi, tanpa mereka sadari Virus Em0 merubah susunan DNA si tikus sehingga efek kejut yang dialami tikus membuatnya mati. Hanya saja, sel-sel darah merah dan putih tikus berubah hitam dan syarat tikus mulai dikendalikan oleh DNA dari virus, membuat otaknya mati tapi kebutuhan mencari makan untuk meregenerasi tubuh mulai mengganas. Tikus itupun menunjukan reaksi dari virus. Matanya berubah putih, yang menjadi tujuannya adalah makan. Seperti terserang kegilaan, tikus itu menyerang ke arah peneliti dan kabur.
"Tangkap tikus itu!"
"Terlambat. Dia sudah pergi."
Gggrrrh.
Peneliti yang saat itu menguji virus panik, dan tanpa diduga satu peneliti yang digigit virus itu juga menjadi aneh, dia mengerang. Suara erangan menarik perhatian rekannya yang lain. Para peneliti merasa ngeri ketika tubuh rekannya bereaksi dengan cara mengerikan. Perlahan kulitnya memutih dan membusuk, urat-urat di tubuhnya bergerak seperti akar pohon yang menonjol keluar, matanya seolah tenggelam ke tempatnya hingga hanya bagian putih yang terlihat dan yang terakhir dia mengejar, menggigit rekannya untuk makan.
"Lari! Kode merah!"
Suara sirine berbunyi keras. Laboratorium menjadi gempar. Terlebih rekannya yang diserang juga berubah menjadi peneliti yang pertama digigit tikus. Hal itu terjadi secara berulang-ulang tanpa bisa dicegah. Tak lama kemudian hanya suara teriakan-teriakan kesakitan dan raungan saja yang terdengar. Setelah kejadian di laboratorium, sebuah kawasan dekat lab peneliti---dalam waktu singkat juga mengalami hal serupa di laboratorium. Wilayah desa yang tenang berubah menjadi kawasan mayat hidup, dan menyebar luas.
Para zombie yang tercipta akibat gigitan tikus yang terus berkeliaran--- menyerang siapapun demi kebutuhan makan. Ternyata efek virus itu tidak meregenerasi sel tapi membuat rasa lapar tak berkesudahan pada makhluk agar sel-sel tubuhnya bertahan hidup. Demi mempertahankan hidup sel-sel tubuhnya, mereka membutuhkan daging segar tanpa henti. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama seluruh bumi sudah dipenuhi zombie-zombie.
Di situlah dunia di mana Aaron tiba-tiba berada. Pria yang seharusnya sedang berkemah di sekolah di perguruan tinggi, mendadak terlempar ke masa depan di mana bumi sebagian besar sudah dipenuhi oleh mayat hidup.
Awalnya dia tidak tau apa yang terjadi padanya. Namun ketika dia melihat sekelilingnya yang hancur, perasaan buruk menghampirinya. Dia pun mencari orang untuk mendapatkan bantuan, tapi yang ia lihat justru sekumpulan mayat hidup yang sedang mencabik-cabik manusia dan makan.
Pemandangan itu membuatnya mati-matian berlari menghindari mereka. Dia berlari tanpa arah dan akhirnya sampai ke sebuah tempat di mana ada bangunan yang nampak sepi. Perlahan Aaron mengintai gedung itu dan berharap tidak ada zombie di sana. Dia memperhatikan dengan cermat sembari beristirahat. Cahaya matahari mulai tenggelam. Lembaran koran melayang tersapu angin ke arah Aaron yang bersembunyi di semak-semak yang coklat- kekuningan. Di situ tertulis jika tanggal terbit koran tadi adalah beberapa tahun dari tahun dia berasal. Beritanya juga menulis munculnya sekumpulan mayat hidup yang menyerang manusia untuk makan.
"Hosh, hosh, kenapa aku bisa terdampar di masa depan yang penuh zombie...?" Gerutu Aaron. Dia melempar koran itu lalu menuju gedung yang tidak memiliki aktivitas apapun. 'Semoga saja di sana tidak ada zombie,' doa Aaron dalam hati.
Sambil menenangkan diri, Aaron berjalan mengendap-endap ke dinding gedung. Lalu masuk dan menuju ke arah salah ruangan di dalamnya. Dia ingin membuat barikade di kamar dan tidak membuat suara agar tidak terdeteksi oleh zombie. Apalagi cahaya matahari mulai menghilang. Selama mereka berada di luar dan tidak melihat sekaligus mendengar suara, Aaron yakin bisa tidur untuk memulihkan tenaga. Setidaknya satu atau dua jam tidur saja sudah cukup baginya agar segar kembali. Beruntung saat itu kondisi sepi. Aaron kemudian menutup pintu dan mengunci dari dalam dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara. Dia juga mengambil segala hal yang bisa menutupi pintu juga tubuhnya sehingga tidak terlihat dari luar ketika tidur.
'Hah, akhirnya aku bisa beristirahat, ' ucap Aaron dalam hati. Matanya yang coklat keemasan meredup. Surai cepak gelapnya juga lusuh akibat debu-debu yang menempel.
Dalam keheningan ini dia mulai merindukan ibunya yang biasanya tidak berhenti mengomel bahkan jika dia memohon. Dia juga merindukan teman-temannya yang konyol sekaligus berandalan. Aaron bahkan merindukan adiknya dan kucing adiknya yang ia benci karena sering mengeong ketika melihatnya. Aaron tidak tau lagi kapan bisa bertemu mereka. Dia juga bertanya- tanya apakah mereka masih hidup di tahun ini.
Kruyuk.
Perutnya mulai protes.
Dia mengeluarkan minuman dari tasnya dan selembar roti. Di masa seperti ini, sangat sulit mendapatkan makanan karena tidak ada satupun tumbuhan yang tumbuh. Semua hewan darat juga mati. Ikan- ikan di sungai bermutasi menjadi aneh. Tidak ada pabrik atau kegiatan ekonomi yang menunjang kehidupan manusia. Kondisi yang sangat mengerikan. Tidak ingin membuang waktu. Aaron segera memakan roti dan minum minuman. Setelah itu membaringkan diri di lantai dengan alas selimut yang ada di tas. Berkat kelelahan yang melanda, dia kemudian tertidur. Lagi pula Aaron sudah berlarian selama berjam-jam untuk menghindari zombie. Niat awal, Aaron ingin tidur selama satu atau dua jam, tapi ternyata dia tidur selama lebih dari lima jam sampai sinar matahari muncul. Warna langit bahkan tidak lagi biru seperti yang ia ingat. Mereka merah dan hitam. Aaron tersentak dari tidurnya dan langsung memasang sikap waspada. Dia bersembunyi dari bangku tadi lalu merapat ke dinding untuk mengintip ke luar jendela. "Cepat lari!" ''Ayo Dad! Mom!" Ternyata ada satu keluarga yang berlari menuju gedung di mana ia bersembunyi. Di belakang mereka terdapat lima zombie yang mengejar mereka dengan kecepatan lambat.
Aaron mengalami dilema. Dia ingin lari dan menyelamatkan diri. Meninggalkan keluarga itu berjuang sendirian melawan zombie yang hanya berjumlah lima.
"Benar, aku harus pergi. Lagi pula mereka berempat, pasti bisa melawan zombie itu tanpa bantuanku."
"Mom sudah tidak kuat. Kalian pergilah."
"Tidak mom. Ayo kami bantu."
Suara berisik dari luar membuat Aaron bimbang. Dia jadi teringat dengan ibunya. Aaron pun kembali mengintip.
"Jika aku tolong, bisa saja zombie yang lain datang... Lagi pula jaman ini sudah tidak ada hukum, buat apa aku jadi sok pahlawan."
"Tinggalkan aku Nak..." teriak sang ibu dari luar.
"Akh... sial!"
Rasa iba menjalar di hati Aaron. Dia membuka barikade ruangan yang ia gunakan. Dengan cepat Aaron menarik pintu dan berteriak pada satu keluarga yang berlari itu. "Ayo cepat!" Keluarga yang terdiri dari pria berusia empat puluhan, wanita berusia tiga puluhan dan kedua anaknya yang berusia diatas lima belas tahun melihat ke arah Aaron. Mereka segera berlari secepat mungkin untuk mendatanginya.
Brak.
Ceklek.
Aaron segera menutup pintu begitu mereka masuk. Dia kemudian mengambil kabel yang ada di ruangan dan mengupas kulit kabel. Aaron mengambil air dari kran yang menetes dan berwarna coklat. Dia menaruhnya di pintu masuk dan menunggu kedatangan lima zombie itu sebelum menghubungkannya pada aliran listrik.
Brak!
Dok.
Dok.
Aaron pun menghubungkan stop kontak pada arus listrik.
Zzzrt.
Zzzrt.
Suara geraman dan teriakan zombie terdengar di luar lalu hening. Aaron yakin jika mereka sudah mati tersengat. Kini ia bisa menghela nafas lega dan bisa beristirahat lagi sambil sarapan.
"Huft untuk sementara kita aman. "
Sang ayah mendekati Aaron. "Terima kasih sudah membantu kami, Nak. Aku Mike, dia istriku Luci dan dua putraku Nike dan Jack."
"Hai," sapa mereka bergantian.
"Hai juga. Aku Aaron, " jawab Aaron dengan ramah.
Aaron melihat ke arah jendela. Keadaan yang sepi menjadi lebih menegangkan. Terutama jika berada di gedung. Bisa saja para zombie itu mengepung dari berbagai arah. Jika itu terjadi maka tidak ada kesempatan untuk lari.
"Kurasa kita tidak bisa terus berada di sini. Para zombie itu akan datang cepat atau lambat. Tapi aku tidak tau ke mana harus mencari tempat aman dari makhluk-makhluk itu. "
Mike melihat ke arah Aaron. ''Ada pangkalan militer yang berada di utara. Salah satu milyuner sudah membangun wilayah yang dikelilingi oleh barikade kuat yang dijaga pihak militer. Sebenarnya ada beberapa barikade di Amerika. Dan wilayah utara adalah yang paling dekat dengan posisi kita. Kami memang berniat ke sana."
Harapan menyala di mata Aaron. Dia ingin hidup normal lagi seperti sebelum terlempar ke dunia ini, meski tidak mungkin ada kata normal lagi di dunia ini. "Aku ingin ke sana juga." "Itu bagus bearti kita bisa menuju ke sana bersama-sama." Aaron tersenyum senang. "Ide bagus. Tapi lebih baik kita sarapan lebih dahulu."
Aaron mengeluarkan biskuit dari tasnya. Dia membagikan pada keluarga itu karena tau jika mereka tidak memiliki makanan. Serbuan ucapan terima kasih pun mereka tunjukkan. Aaron hanya mengibaskan tangannya. Baru kali ini dia menerima ucapan terima kasih sebanyak ini seumur hidupnya. Perjalanan mereka lakukan setelah mengambil barang yang bisa dijadikan senjata dari gedung tak berpenghuni ini. Di kamar- kamar ternyata Mike menemukan pistol. Itu membuat mereka sedikit merasa aman untuk menempuh perjalanan ke sana. Kelima orang itu sudah cukup beristirahat. Mereka keluar dari gedung dan berlari kecil dari pohon satu ke pohon lainnya. Yang pasti mereka tidak bisa berjalan di tempat terbuka dan terus bersembunyi agar tidak ketahuan zombie.
"Kalian lelah? Lebih baik minum dulu." Aaron mengeluarkan botol minum. Mereka memang sudah memempuh perjalanan selama satu jam. Aaron memutuskan untuk bersembunyi di balik batu sebelum kembali berjalan ke utara dengan bersembunyi dari tempat satu ke tempat lainnya. "Lihat di sana!" Nike menuju ke arah pom bensin di mana terdapat mobil yang nampak masih bisa dipakai, juga di jaga beberapa zombie.
Aaron mengerti jika Nike ingin mereka mengambil mobil itu. Hanya saja mereka harus menghadapi para zombie di sana.
"Jika kita ingin mengambilnya maka kita harus mengalihkan perhatian zombie itu, " usul Jack. Melihat kondisi semua orang hanya Aaron yang memiliki fisik bugar.
"Baiklah. Kalian bawakan tasnya dan ambil mobil itu. Aku akan menuju ke arah utara dan kalian menyusulku dengan mobil itu." Semua orang mengangguk. Aaron menyerahkan tasnya agar bisa berlari lebih kencang.
"Siap?" Tanya Aaron.
"Ya."
Aaron pun berlari ke arah utara. Para zombie yang mengelilingi mobil itu mulai mengejarnya dengan kecepatan lambat. Ternyata ada banyak zombie yang bermunculan setelah itu. Mereka mulai mengejar Aaron tanpa kenal lelah.
"Cepatlah!" Teriak Aaron. Mike dan keluarganya segera menuju mobil yang tidak lagi dikelilingi oleh mayat hidup itu. Dia segera naik bersama keluarganya lalu menyalakan mobil.
Aaron menoleh ke belakang di mana para zombie mati-matian mengejarnya. Di belakang mereka, mobil yang dikendarai Mike menabrak para zombie itu menuju ke arahnya. Para zombie jelas tidak perduli dengan nasib teman-temannya. Mereka terus mengejar Aaron yang masih berlari. Brrrmmm! Mike menekan gas ketika mendekat ke arah Aaron. Itu mengejutkan Aaron karena mobil Mike berjalan dengan sangat cepat sehingga dia tidak bisa mengejarnya.
"Hei! Jangan tinggalkan aku!" Aaron berusaha mengejar mereka tapi sia- sia. Mike tetap meninggalkannya. Kini akhirnya ia tau jika mereka memang sengaja meninggalkannya dan memanfaatkannya.
"Maaf, Nak. Kami butuh makananmu agar bisa sampai markas barikade tanpa kekurangan apapun!" Teriak Mike yang sedikit melambat kemudian menekan gasnya meninggalkan Aaron.
"Sialan!" Baru kali ini dia menyesal sudah menolong seseorang. Seharusnya dia sadar jika dunia ini orang bisa membunuh karena makanan. Sungguh ironis. Aaron terpaksa harus terus berlari. Para zombie itu tidak akan berhenti mengejar untuk mencabik- cabik tubuhnya.
"Aku harus mencari cara...hah, hah." Nyatanya, yang berada di jalan depan Aaron hanyalah kekosongan tanpa ada yang bisa ia gunakan untuk menghambat kejaran zombie. Mau tidak mau ia terus berlari.
Hosh.
Hosh.
Bagaimanapun Aaron adalah manusia. Semakin lama dia semakin kelelahan. Kini dia tidak ada pilihan lain selain melawan mereka. Grrrhhh... Grraaao... Aaron mengambil tongkat besi yang tergeletak di jalanan. Dia pun bersiap melawan mereka satu persatu. Dia mengayungkan tongkat besi dengan keras sebelum zombie menerkam. Graoo. "Ayo, majulah. Hah,hah." Dengan nafas memburu, Aaron mulai melawan mereka.
Grraaoo satu zombie yang tercepat mulai akan menerkam Aaron. Pun Aaron kembali melawan sang zombie.
Bugh.
Satu zombie terpental karena pukulannya lagi. Kemudian Aaron berlari ke arah berlawanan. Sayangnya dia sudah dikepung oleh para zombie itu.
"Lebih baik aku bunuh diri dari pada dicabik- cabik mereka atau menjadi mayat hidup seperti mereka." Aaron sudah bulat dengan niatnya.
Dia berniat menusukkan tongkat itu ke tubuhnya. Namun sebelum hal itu terlaksana, sebuah energi telekinesis melempar para zombie hingga terpental beberapa ratus meter.
Bruk.
Bruk.
Sesosok gadis tinggi berusia dua puluhan berdiri di depan Aaron. Rambutnya berwarna perak dan matanya hijau jernih. Aaron merasa familiar dengan sesosok gadis itu.
Grraaaoo.
Tanpa di duga, para zombie yang terlempar akibat energi telekinetis itu tidak mendekat ke arah Aaron dan sang gadis. Mereka segera berlari meski dengan kecepatan lambat, ke arah berlawanan dengan tempat di mana Aaron dan gadis itu berdiri.
"Hei, lihat itu? Mereka tidak berani mendekat ke arah kita! "pekik Aaron senang. Sungguh keajaiban ada sesuatu yang mereka takuti.
Tersadar dari rasa terpananya, Aaron mengulurkan tangan pada si gadis penyelamat. Namun gadis itu tidak bereaksi. Dia diam, berekspresi dingin er bisa dibilang tanpa ekspresi dan yang aneh kulitnya sangat pucat seperti tidak ada darah yang mengalir di kulitnya.
'Apa dia ini manusia?' Batin Aaron.
'Ah, masa bodoh. Yang penting dia menyelamatkanku. Dari pada sekumpulan manusia yang aku selamatkan tadi, mereka bahkan lebih keji dari zombie.' Aaron merasa jengkel dan marah jika mengingat sekumpulan manusia tadi. Sungguh manusia tidak tau terima kasih.
"Hai namaku Aaron. Terima kasih karena menyelamatkanku." Aaron memperkenalkan diri pada sang gadis. Sayangnya gadis itu tetap diam. Dia berjalan menuju ke salah arah zombie yang tertabrak mobil yang dikendarai Mike tadi.
"Hei, itu berbahaya. Ayo kita ke pangkalan militer yang berada di utara. Di sana aman untuk tinggal!" Teriak Aaron. Dalam hati dia juga bersumpah akan memukul Mike dan putra-putranya.
Akan tetapi gadis itu tidak bergeming meski Aaron sudah memperingatkannya berkali-kali. Dia menuju ke arah zombie yang tidak berbentuk untuk mengambil sesuatu. Karena tidak ingin muntah Aaron mengalihkan pandangannya. Dia tidak sanggup melihat ke arah di mana gadis itu seperti mencari- cari sesuatu pada mayat zombie.
"Baiklah, ternyata penyelamatku seperti memiliki jiwa psikopat. Tidak banyak gadis yang suka bermain-main dengan mayat sepertinya,"ucap Aaron pada dirinya sendiri.
Dia pun memutuskan untuk duduk dan menunggu. Meski rasa haus menyiksa tapi tidak ada sumber air di sini. Tak lama kemudian terdengar suara minta tolong dari kejauhan. Suara itu berasal dari satu keluarga tadi. Mereka dikejar-kejar zombie dan yang tersisa hanya Mike dan Jack.
Aaron hanya diam melihat mereka tertangkap kerumunan zombie itu. Tidak ada maaf bagi pengkhianat seperti mereka.
Usai berurusan dengan Mike dan Jack, rupanya zombie mengarahkan tujuannya pada Aaron. Dengan segera Aaron bangkit dari duduknya dan menuju ke arah gadis es tadi. Saat ia akan berbalik, gadis itu ternyata sudah berada tepat di belakangnya.
"Aakhh!" Teriak Aaron reflek.
"Oh, kau mengejutkanku. Ayo lari..." Aaron menggandeng tangan gadis itu untuk menghindari zombie. Yang terjadi justru sebaliknya. Gadis itu menjatuhkan Aaron dan menduduki tubuhnya.
"Hei, apa yang kau lakukan?!" Pekik Aaron. Dia meronta-ronta karena gadis ini ingin mencengkeram rahangnya hingga terbuka.
' Sial lagi-lagi aku mengira orang jahat adalah teman,' batin Aaron. Dia tetap berjuang untuk melepaskan diri dari cengkeraman gadis diatasnya.
'Dia seorang gadis atau pegulat? Tenaganya sangat kuat...' Aaron akhirnya dikalahkan oleh gadis itu. Sesuatu kemudian masuk ke mulutnya. Si gadis membungkam Aaron agar menelan sesuatu yang dingin di mulutnya.
"Hmmpt Fu** Sialan!"
Akhirnya sesuatu yang dimasukkan gadis itu tertelan oleh Aaron. Ini membuatnya marah.
"Apa yang masukkan ke mulutku !"
Sayangnya gadis itu masih tetap berwajah datar. Kemudian dengan satu kali gerakan, dia mengirim Aaron terbang.
''Aakhhh!" Aaron berteriak kencang dan mendarat di dekat sekumpulan Zombie tadi.
Brugh.
"Ugh..." hari ini aku bertemu orang-orang kejam.
Ggrrr.
Grrrr.
"Oh s**t!"
Aaron segera bangkit dari tempatnya terjatuh untuk lari. Para zombie itu sudah tidak jauh dari tempatnya berada. Dan ternyata ada banyak zombie yang mengelilinginya. Jumlahnya lebih dari dua puluh dan siap mencabiknya.
"Tamatlah riwayatku. "
Aaron melihat ke arah gadis yang masih menatapnya datar. Dia melemparkan tatapan kebencian pada gadis itu. Amarah pun menguasainya. Jantungnya berdetak lebih kencang dan tubuhnya memanas. "Dasar jalang tidak laku!" Teriak Aaron sekuat tenaga sebelum para zombie yang sudah berada satu langkah di depannya tiba-tiba tertusuk es.
Aaron yang menunggu tubuhnya di cabik-cabik oleh para zombie masih meringkuk sambil memegangi kepalanya. Dia menunggu rasa sakit tak terkira akibat kulitnya yang dirobek oleh cakar-cakar zombie. Air mata tak sengaja mengalir akibat rasa takut luar biasa yang ia rasakan.
Satu detik.
Dua detik.
Aaron akhirnya membuka matanya. Dia hampir tidak mempercayai penglihatannya saat ini. Semua zombie itu membeku dan teŕtusuk ribuan pisau es. Yang mengejutkan, tubuhnyalah yang mengeluarkan es tadi. Badannya seperti landak dan dia berusaha merontokkan duri-duri es yang muncul dari tubuhnya.
"Apa ini perbuatanku?" Tanya Aaron.
"Ya."
Sebuah suara akhirnya Aaron dengar dari gadis dingin itu. Meski demikian, bibirnya tidak bergerak. "Kau berbicara?" Tanya Aaron yang berlari menuju gadis tadi. Secara mengejutkan, larinya jauh lebih cepat dari sebelumnya.
"Hei, lihat ini. Aku seperti Ice man ahahaha."
Aaron menikmati kemampuannya yang baru lahir. Dia berputar-putar menciptakan es sambil berselancar di atasnya. Aaron nampak seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru.
"Tidak ada waktu untuk bersantai Aaron. Sebenarnya kemunculanmu di masa depan yang hancur ini adalah berkat rekanku yang sudah mengorbankan dirinya." Gadis tadi masih berbicara dengan telepati. Aaron yang akhirnya mendapatkan alasan dari kemunculannya di masa depan yang hancur ini.
"Sayang sekali karena aku ingin sekali memukulnya. Ngomong-ngomong siapa namamu?"
"Saara. Tolong serius Aaron, kau di tarik ke sini karena hanya kau yang bisa membuat serum anti virus Em0 yang merubah manusia menjadi zombie. Hal yang tidak kau ketahui adalah saat kau masih dalam kandungan, profesor Arnold menembakkan sebuah memori khusus di kandungan ibumu. Itu adalah rumus untuk membuat virus Em0. Jadi bisa dibilang hanya kau yang bisa membuat penawar virus tadi."
"Jadi aku harus berterima kasih pada profesor gila yang membuat virus itu?" Sinis Aaron.
Buagh.
Saara melempar tubuh Aaron hingga mendarat dengan keras.
"Aw! Hei ini sakit!"
Namun Saara tidak berhenti. Dia menggerakkan tangan sehingga badan Aaron melayang dan terlempar.
Bruk.
"Jika ada orang yang bicara maka dengarkan!" Teriak Saara dalam telepati. Dia marah karena nada sakartis Aaron yang menyebalkan.
"Dengar, semua manusia terakhir saat ini diincar oleh zombie yang bermutasi tingkat empat. Dia memiliki kemampuan luar biasa dan mengincar para manusia untuk dijadikan zombie dan mencari kristal emas di kepala zombie itu. Asal kau tau, kemampuanmu itu juga berasal dari inti sel-sel zombie yang beregenerasi hingga membentuk kristal. Jika Zombie level empat yang kuat dan cerdas mendapatkan kristal berwarna emas maka itu adalah akhir dunia. Manusia akan jatuh ke dalam p********n. Apa kau dengar!"
Tubuh Aaron kembali melayang dan terlempar.
Buahg.
Saara benar-benar sangat marah.
"Baik, tolong berhenti. Ini sakit."
"Bagus jika kau mengerti. Jadi tugasmu sekarang adalah mengingat-ingat rumus virus untuk menemukan serum itu," perintah Saara dengan membungkukkan badannya ke Aaron yang terlentang karena dilempar oleh Saara.
"Baik." Mau tidak mau Aaron menurut pada Saara. Dia mengekori Saara yang berjalan di depannya. "Kita akan ke mana?"
"Laboratorium bawah tanah."
Glek.
'Mati aku. Dia ternyata serius mendatangi laboratorium pusat zombie itu.'
Aaron pun mendesah sedih. Padahal dia bisa mencari tempat yang aman dengan kekuatan barunya. Ternyata dia harus dihadapkan dengan masalah ini.
Tbc.