Bab 8. Kepuncak

1113 Kata
Tak terasa ini sudah akhir pekan tepatnya hari sabtu, berhubung sekolahku hanya senin sampai jumat jadi dua hari masa liburan ini akan aku habiskan bermain sepuas puasnya bersama dua sahabatku. Memang kami selalu bermain dari kecil hingga sebesar ini tapi kenapa aku tidak bosan itu karena kedua nya sangat menyengkan. Karena kami masih berada didaerah bandung kami berencana pergi kepuncak disana pemandangannya sangat bagus jadi kami bertiga sepakat berangkat pagi dan pulang besok sore. Kami sudah membawa tenda untuk di dirikan disana nanti. “Sun jangan lupa bawa jaket!” teriak Gim yang berada dilantai bawah bersama Danial. “Oke sudah siap ayo berangkat. Mah aku berangkat ya!” Pamitku lalu mencium pipi mamaku yang paling cantik sedunia disusul Gim ikutan mencium pipi mamaku yang satunya lagi sedangkan Danial mencium punggung tangan mamaku. Kami bertiga berangkat bersama menaiki mobil papanya Gim yang akan mengantar kami. Kenapa harus papanya Gim? Karena sabtu dan minggu papanya Gim libur jadi untuk mengisi waktu liburnya kami pergi liburan bersama. Selain itu kami bertiga masihlah anak dibawah umur jadi perlu orang dewasa untuk mendampingi kami. Tapi bohong! Hehe.. Jadi papanya Gim itu kebetulan ada dinas tak jauh dari daerah yang akan kami kunjungi jadi sekalian nebeng pergi kesana. “Besok om jemput atau kalian pulang sendiri” Tanya om Herman, papanya Gim. “Gak usah om takut ngerepotin tapi kalau gak direpotin ya gak papa” Jawab Danial sambil cengengesan, aku menampol pelan pundak Danial pelan, cowok itu menatapku sambil nyengir kuda tak jelas. “Nanti aku sama Gim sama Danial pulang naik bus aja om. Kan om kumis lagi dinas nanti malah gangguin om kerja lagi gara-gara ngurusin liburan kita” Aku menoleh kearah om Herman atau biasa sering aku panggil om kumis karena kumisnya gak pernah dicukur habis dari waktu aku kecil hingga sekarang jadi kebiasaan manggil papanya Gim dengan sebutan pak Kumis, itu sudah jadi ciri khasnya orangnya juga gak bakalan marah. “Yaudah kalau gitu tapi nanti kalau seumpama kalian gak nemu bis buat jalan pulang telpon om kumis aja ya. Nanti om jemput” “Siap om” Sahutku dan Danial barengan. Om kumis tersenyum lalu melihat Gim lewat pantulan kaca depan “Gim nanti disana kamu harus jagain Hafsun loh ya. Awas aja nanti kalau pulang kamu ketahuan gak jagain Hafsun sampai adikmu kenapa napa” “Iya pah. Gim tau kok” Jawab Gim. Aku hanya tertawa pelan karena begitu banyak orang perhatian padaku salah satunya adalah om kumis ini. Mobil melaju terasa sangat lambat padahal tempat tujuan kami gak terlalu jauh tapi karena kebiasaanku tiap mobil sedang melaju bawaannya ngantuk mulu, aku menyandar dibahu Danial dan Gim bergantian karena dua cowok itu selalu duduk bersebelahan denganku, aku tidak tau alasannya mungkin alasannya agar kalau aku ngantuk ada buat sandaran. Mereka baik banget sih. Aku tidak tau sudah berapa lama aku tertidur sampai Gim menepuk nepuk lenganku “Sun bangun udah sampai” katanya. Aku membuka mata dan berkedip kedip lalu menguceknya kemudian kami bertiga turun dari mobil membawa bawaan masing masing. “Makasih om tumpangannya” ucapku pada om kumis sebelum papanya Gim melambaikan tangan dan pergi untuk pekerjaannya lagi. “Sini aku bawain” Gim merebut tasku dan membawanya, sekarang Gim membawa dua tas sekaligus, ini enaknya punya teman perhatian. Jika saat berangkat Gim yang membantu membawa tasku pasti pulangnya gantian Danial yang membawanya, keduanya kompak saling berbagi tugas agar membuatku merasa senyaman mungkin. Mereka berdua sangat tau bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan baik. Aku merasa jadi manusia paling beruntung sedunia. Kami bertiga sedikit mendaki untuk mencapai tempat mendirikan tenda, cuacanya sedikit lebih dingin ditempat ini untungnya Gim sudah mengingatkan untuk membawa jaket jadi tidak terlalu terasa. Sebelum istirahat kami bertiga kompak mendirikan tenda dan lucunya Gim bersama Danial merebut tugasku lalu mereka berdua yang mendirikan tendaku didekat tenda mereka. “Terima kasih para cowok gantengku” kataku disambut tangan Danial mengacak rambutku sedangkan Gim menyentil keningku, Ck dasar! Tapi untunglah aku gak perlu repot repot mendirikan tenda. Didaerah kami mendirikan tenda bukan hanya ada tendaku dan tenda kedua cowok sahabatku tapi ada juga beberapa tenda lainnya namun jaraknya sekitar sepuluh meter atau lebih. Aku menyimpan cadangan makanan sampai besok kedalam tenda sebelum menghampiri Danial dan Gim yang berdiri berdampingan menatap keindahan dari ketinggian yang kami tempati. Aku ikutan berdiri disamping Danial tapi Gim menarikku hingga kini aku berdiri ditengah tengah mereka lagi. Kami bertiga barengan melihat keindahan alam yang begitu indah ini lebih indah lagi ketika liatnya bersama dua cowok ganteng yang selalu perhatian kayak emak emak. “Hachuu!” astaga merusak suasana saja suara bersinku, Danial dan Gim menatapku. “Dingin ya?” Tanya Danial perhatian “Aku ambilin selimut didalam ya?” tanya nya lagi, Aku menggeleng. “Gak papa kok. Tadi cuman bersin biasa” jawabku tapi kemudian tangan Gim memeluk pinggangku dari samping dan Danial ikutan merangkul leherku sehingga aku merasa lebih hangat dari sebelumnya. Aku rasanya pengen berteriak dan mengatakan pada dunia jika aku sangat berterima kasih telah diciptakan untuk hidup dan mengenal Gim dan Danial, aku sangat bahagia hingga rasanya pengen kasih tau semua orang dari tempatku berdiri saat ini. “Apa masih dingin?” Tanya Gim. Aku menggeleng lagi di ikuti kedua tanganku membentang balas memeluk kedua cowok itu dari samping. “Thanks ya guys, kalian paling ngertiin aku. Aku gak tau apa kabarnya diriku ini kalau kalian sampai ninggalin aku sendirian” “Itu gak akan pernah terjadi” Ucap Gim dan Danial anehnya mereka berucap barengan dan kalimatnya sama. Aku hanya tersenyum sebelum memutuskan untuk mengambil ponsel dan mengabadikan momen ini agar album ke empatku ada isinya lagi. Kalian gak usah heran jika semua album itu dipenuhi fotoku dan kedua cowok ini dari kecil hingga sekarang. Mereka adalah best friend ku seumur hidup. “Senyum Gim jangan kayak robot gitu dong” Danial mencubit kedua pipi Gim memaksa cowok itu tersenyum sementara aku bersiap menekan tombol yang ada dilayar ponsel untuk menangkap foto kami bertiga. Kita bertiga selesai mengambil beberapa jepretan sebelum memutuskan untuk berjalan jalan disekitar tempat itu karena hari masih pukul sepuluh pagi rugi kalau gak jalan jalan sekalian cari lokasi yang pas buat background foto untuk dipost di sosial media. Fotografer dadakan yang aku bawa ya hanya Gim, antara kami bertiga yang gak suka foto adalah Gim tapi jepretan gambar yang Gim ambil gak pernah jelek padahal dia kan gak suka foto? sedangkan Danial jangan ditanya lagi. Cowok itu paling suka foto bahkan gayanya oke semua tak heran saat ini dia sedang menjabat sebagai artis selebgram dengan jumlah followers ratusan ribu bahkan nyaris satu juta. Keren kan! Kalau followersku? Pengen nangis rasanya kalau liat pengikutnya cuman beberapa digit angka doang sangat jauh dari punya Danial. Jika saja Gim memiliki salah satu media sosial saja aku yakin pasti followersnya akan melambung dalam waktu singkat karena jaman sekarang tuh yang dilihat good looking apa lagi lookingnya Gim itu paling perfect deh pokoknya. Tapi Gim tipe cowok super pendiam jangankan media sosial bersosial saja kayaknya enggak. “Gim! Smile!” Seruku sambil mengarahkan kamera hp didepan Gim. Gim hanya menoleh dan yang tertangkap hanya wajah dinginnya yang cool. s****n tuh anak meski diam tetep aja ganteng. _____ Bersambung..
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN