Bab 9. Aku sangat beruntung

1193 Kata
Ternyata saat senja berada dipuncak menikmati matahari yang akan tenggelam tak kalah indah dari dipantai. Siluet cahaya jingga memenuhi langit hari itu lalu dengan perlahan mulai gelap. Danial dan Gim menyalakan api unggun tiga meter jaraknya dari tenda setelah kedua cowok itu mengumpulkan ranting kayu saat kita bertiga sedang jalan jalan didekat sini. Aku mendekati kedua cowok itu yang berjongkok menghadap api unggun bersiap saat udara malam hari mulai terasa dingin. “Hangat” kataku dengan kedua tangan terulur kedepan. Gim masuk kedalam tenda mengambil alas untuk kita bertiga duduk biar kaki gak keram setelah berjongkok terlalu lama. Sedangkan danial ikutan masuk ketenda mengeluarkan panci kecil untuk kita bertiga memasak mi instan. “Aku yang ambil airnya ya” Aku berusaha menwarkan diri siap untuk berdiri tapi Gim menahan tanganku agar tetap duduk “Biar Dan aja kamu duduk disini” katanya. “Bener tuh kata Gim lagian tempat ambil airnya gak jauh kok kalian tunggu sini bentar ya” “Hati hati ya Dan jangan sampai tersesat” Pesanku sebelum cowok itu pergi mengambil air. Gim terlihat sibuk memperbaiki api agar tidak padam sampai Danial datang membawa air untuk memasak buat makan malam kita bertiga. Sebenarnya yang aku suka dari kedua sahabatku ini adalah ketika aku berada didekat mereka aku merasa jadi ratu dadakan mau kerja ini itu gak dibolehin tapi justru merek ayang ngerjain jadi aku santai santai saja. Danial datang dan langsung memasak air yang dia bawa aku merasa saat saat seperti ini sangat menyenangkan jika tidak diabadikan. Kamera ponselku siap menjepret kedua cowok itu, karena tempanya gelap jadi aku menyalakan blitz nya. “Hafsun silau ih mataku jadi burem ini loh” Protes Danial karena memang tidak bersiap siap sebelumnya dengan cahaya blitz ponselku. “Berapa lama lagi nih baru mateng” kataku melihat air yang direbus dua cowok itu. Gim menatapku “Bentar lagi” jawabnya sambil memasukan mi instan kedalam panci lalu diaduk oleh danial tak berselang lama panci diangkat dan kami bersiap untuk menyantapnya. Oh ya sebelum kami bertiga menyantap makanan ini biar aku jelaskan alasan kenapa kami begitu sangat akrab. Pengen tau kan? Kalau enggak iyain aja. Jadi tuh gini kan pancinya udah dikasih turun dari perapian dan kami kalau camping atau berkemah tuh gak pernah bawa piring alias setelah panci diturun dari perapian ya kami bertiga langsung santap dari pancinya pakai sendok tanpa dibagi kepiring masing masing. Kata orang tua dulu kalau kita makan dalam satu wadah barengan akan mempererat kedekatan bahkan kalau berjauhan gampang kangen. Dan tara! itu terjadi pada kami bertiga jadi sulit dipisahkan karena sudah kayak perangko. Aku, Gim dan Danial makan dari panci yang dipakai masak tadi selain untuk menghemat tempat atau wadah jadi solusi kami ya bawa panci kalau mau makan langsung dari pancinya. Keren kan. Tapi kalau diliat liat udah kayak anak ayam ngantri makan sih soalnya nyendoknya satu persatu. “Bentar aku ambil air minum dulu” pamitku yang diangguki kedua cowok itu saat aku kembali dari dalam tenda Gim dan Danial perang sendok untuk suapan terakhir, aku tertawa dong, Gim yang pendiam suka banget berantem sama Danial kalau udah sampai pada sendokan terakhir. Aku meneguk minum air mineral langsung dari botolnya sambil menonton siapa kali ini pemenangnya diantara Gim dan Danial tapi lagi lagi karena Danial membawa lari pancinya alhasil sendokan terakhir dimenangkan oleh Danial, Aku gak berhenti tertawa melihat tingkah kocak para sahabatku ini, Gim mengambil botol dari tanganku dan menguk sisa air yang tersisa sampai kandas biar satu tetespun gak tersisa. Aku menyerahkan botol lain yang masih penuh untuk Danila “Masih lapar Dan? Tuh mi nya masih banyak di tas ayo masak lagi” Kataku sembari terkekeh pelan. “Gak ah udah kenyang rebutan sama Gim” Jawab danial. Gim menambahkan ranting keatas bara api yang tersisa agar apinya tidak padam. Aku duduk bersila ditempatku yang semula menghadap perapian dengan dua cowok ditiap sisi kanan dan kiriku. Kedua tangan cowok itu merangkul leherku lalu kami bertiga berbaring menatap indahnya langit malam penuh bintang menjadikan tangan Gim dan Danial sebagai bantal. “Ini bagian yang paling aku sukai kalau lagi kemah. Liat langit penuh bintang, udara masih fresh dan gak ada suara bising kendaraan. Rasanya hidup nyaman banget” Ucap Danial sedikit lebay tapi apa yang dikatakannya ada benarnya. Suasana tanpa bising suara kendaraan terasa sangat nyaman. “Gim, Dan” panggilku. Kedua cowok itu langsung menoleh menatapku yang ada ditengah tengah mereka sedangkan aku masih tetap melihat lurus kelangit “Kalau suatu saat nanti kita udah lulus sekolah terus pada punya pacar terus ada yang nikah kita tetep kayak gini gak ya? Tetep dekat dan bersikap gak jelas tiap hari” Danial tersenyum “Entar kalau aku nikah aku bakalan bikin rumah yang gak jauh dari rumah kamu dan Gim biar nanti anak-anak kita bisa melanjutkan persahabatan kita sampai seribu keturunan kalo perlu” katanya. “Yakin Dan? Tapi gimana kalo istri kamu entar malah pengen bikin rumah yang jauh dari tempatku atau kalau enggak kalian bakal jauh dari aku. Aku bakalan kesepian dong” Gim mengusap rambutku dengan tangannya yang lain “Kalau aku gak bakalan nikah sebelum kamu nikah duluan. Aku pengen liat kamu bahagia sebelum aku ikutan bahagia” Ucap Gim. “Aku pengennya juga kayak Gim liat kamu nikah duluan tapi kita kan gak tau masa depan kita kayak apa, gimana kalau sebelum nikah udah mati duluan” Celetuk Danial secara asal, Aku langsung memukul lengan lelaki itu. “Ngomong apaan sih Dan, gak ada yang mati atau apalah itu. Pokoknya kita bertiga akan terus bersahabat sampai akik ninik punya buyut berlusin lusin” Kataku, Dan tertawa garing kemudian kami bertiga kembali menatap lurus kelangit. Aku menoleh kearah Gim yang memejamkan matanya, hidungnya yang mancung alis tebal kayak ulat bulu dan bibir basah ngegemesin apa lagi bulu matanya yang bikin aku iri itu sangat pas di wajahnya. Pokoknya Gim ganteng banget jadi kalau liat Gim rasanya liat aku versi cowok soalnya aku sama Gim miripnya kebangetan. Paling kalau aku nyamar jadi cowok juga orang gak akan bisa bedain mana Gim mana aku. Hanya saja aku kalah tinggi sama Gim. Gim itu persamaan artis korea kim taehyung, nah tuh mirip banget dah. Lalu aku menatap Danial, tak beda jauh sama Gim, Danial punya alis tebal kayak ulat bulu terus rahangnya itu tegas banget tapi aslinya orangnya super kocak. Danial gantenglah mirip Francisco Lachowski gitu tapi banyakan Danial gantengnya. Sedangkan aku? Entahlah aku juga gak yakin. Intinya kalau liat Gim ya itu aku versi cowok jadi bayangin aja Gim versi cewek tuh kayak gimana. Pasti aneh dan keanehan itu adalah aku, Rahafsun. “Kalian janji ya apapun yang terjadi jangan pernah tinggalin aku apalagi sampai melupakan persahabatan kita” Aku mengangakat kedua tanganku menyuruh kedua cowok itu menautkan jari kelingkingnya agar aku yakin mereka akan tetap menjadi sahabat terbaik. Tak butuh waktu lama sampai tanganku pegal, Danial dan Gim menautkan jarinya dengan jari kelingkingku. “Aku janji bukannya dari bayi aku udah dilahirin buat ada disamping kamu” ucap Gim, hatiku berdesir hangat karena merasa sangat senang lalu Danial ikut bicara. “Meski aku datangnya agak sedikit telat dari Gim tapi aku gak akan pernah lupa kalau aku punya dua sahabat yang udah bikin hari hariku lebih berharga. Kalian berdua tuh udah kayak sebagian nyawaku kalau gak ada rasanya ada yang kosong” ucap Danial. Dan kedua cowok itu memeluk ku yang berbaring ditengah tengah mereka meyakinkan diriku kalau mereka gak akan pernah meninggalkanku. Aku sangat bahagia hingga rasanya pengen nangis. “Terima kasih Dan, Gim. Kalian berdua membuatku merasa sangat beruntung di dunia ini” Oke fix air mataku gak bisa dibendung karena terlalu bahagianya memiliki mereka sebagai sahabat yang paling baik. _____ Bersambung....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN