Chapters 2 [Perusuh Sekolah]

1865 Kata
Kinan duduk di kantin, senyumnya melebar, matanya berkilauan seakan menemukan harta karun. "Gue emang enggak salah ya milih tempat buat sekolah. Gila, cowok-cowok di sini cakep-cakep semua!" katanya sambil menggelengkan kepala, jelas sekali ia terpesona oleh pemandangan di depannya. Matanya terus menjelajahi setiap sudut kantin, mencari sosok-sosok yang menurutnya layak dilirik. Di sampingnya, Hikmah tertawa kecil sambil melirik seseorang di pojok kantin. "Gue setuju banget sama lo, Kin. Dan gue udah nemu calon pacar gue, tinggal deketin dan buat statusnya jelas, hehehe." Yula yang duduk di seberang mereka terlihat kesal. "Gue malah nyesel ngikutin lo bertiga buat sekolah di sini. Coba aja waktu itu gue dengerin omongan bunda, pasti gue sekarang enggak bakal duduk di samping calon mantan yang belum resmi jadi mantan. Mukanya udah kayak bekantan yang pengen gue gorok sekarang." ucapnya dengan nada frustrasi, menatap Arya, pacarnya yang sedang duduk tak jauh darinya. Bukannya merasa bersalah, Arya malah tersenyum manis. "Kamu kok gitu sih? Kamu cemburu ya, banyak yang minta nomor aku sama foto bareng?" Arya menjawab dengan nada tenang, senyumnya tak pernah pudar. Yula mendengus, tak mau kalah. "Idih, pede banget lo! Siapa juga yang cemburu? Gue ulang lagi ya, biar lo jelas dengernya. Lo itu cuma calon mantan. Dan sekarang? Resmi jadi mantan. Kita putus! Putus, lo denger enggak?" nadanya makin tinggi, menarik perhatian seluruh penghuni kantin. Mereka mulai melirik ke arah meja Yula dan teman-temannya. Arya yang masih tetap tersenyum hanya mengangkat alis, memastikan apa yang didengarnya. "Putus? Seriusan?" Yula menatapnya tajam. "Iya, putus! Udah, putusin aja sekarang. Lo pikir lo doang cowok ganteng di dunia ini? Banyak kali yang lebih ganteng!" Kinan dan Hikmah hanya menggelengkan kepala melihat adegan dramatis ini. "Gila, si Yula beneran nekat mutusin Arya di depan semua orang." bisik Kinan sambil cekikikan. Arya, yang tampaknya masih belum menganggap serius situasi ini, tersenyum tipis dan berkata. "Ya udah, putus deh. Tapi nanti siapa yang beliin lo album K-pop?" Yula terdiam sejenak, tampaknya tak siap dengan pertanyaan itu. Namun, harga dirinya sudah terlanjur melambung. Ia menggelengkan kepala dengan tegas, meskipun ada sedikit keraguan di matanya. "Biarin aja, album K-pop bisa gue beli sendiri!" Seluruh aktivitas kantin seakan berhenti sejenak, menyaksikan drama kecil yang berlangsung. Yula merasa semua mata tertuju padanya, membuat suasana semakin memanas. "Kenapa pada liatin? Kalau kalian iri, yaudah tinggal cari pacar terus putus juga, jangan cuma nontonin orang!" Sementara itu, Kinan yang berdiri tiba-tiba menabrak meja dengan keras. "Aduh! Lutut gue!" ia mengelus kakinya yang terkena ujung meja. Hikmah, yang duduk di sebelahnya, juga tampak meringis. "Itu kaki gue lo injek dari tadi, Kin! Alhamdulillah, enggak patah." Tiba-tiba, Rabiatul datang dengan wajah berbinar-binar, seakan baru saja mendapatkan harta karun. "Akhirnya, aku dipertemukan dengan calon imam yang selama ini aku idamkan. Guys! Aku ketemu dia!" katanya penuh semangat, nyaris melompat-lompat. "Ya ampun, Rabi. Lu ngapain?" Kinan menatapnya dengan alis terangkat, tampak tidak percaya. Yula, yang sudah kehilangan kesabarannya, mencibir. "Muka pas-pasan, ngarepnya ketinggian. Jangan mimpi ketinggian, nanti kalau jatuh sakitnya enggak ketolong." "Astaghfirullah." Rabiatul memasang wajah dramatis, seperti tokoh utama sinetron yang baru saja dizalimi. "Kalian ini teman macam apa? Allah menciptakan kita untuk saling mendukung, bukan membully!" Yula dan Hikmah serempak menepuk jidat mereka. "Ya Allah, kenapa gue punya teman kayak dia?" ucap Kinan sambil berdoa. "Tolong jauhkan dia dari hamba, ya Allah. Aamiin." Rabiatul menghentak-hentakkan kakinya, bersiap pergi merasa kesal terhadap teman-temannya itu. Tiba-tiba Rabiatul merasa terkejut dan badannya terjatuh ke lantai. BRUK! Suara itu menggema di kantin, dan bukannya marah, Rabiatul malah terdiam, terpesona oleh sosok yang menabraknya. "Pucuk dicinta ulam pun tiba." gumamnya sambil tersenyum lebar. "Will you marry me?" tanyanya tanpa malu, membuat seluruh kantin terdiam dalam kebingungan. "Buset dah, bahasa Inggris!" Kinan langsung panik dan meminta Hikmah membuka aplikasi translate di ponselnya. Sementara itu, Yula yang sudah tak tahan lagi dengan tingkah Rabiatul menutupi wajahnya dengan tangan. "Maaf, bukan temen gue, gue enggak kenal dia." bisiknya. Melihat situasi yang semakin memalukan, mereka bertiga langsung menarik Rabiatul pergi dari kantin dengan paksa, meninggalkan Arya dan Aldo, si cowok yang menabrak Rabiatul, dalam kebingungan. "Ayo, Rabi, kita balik ke kelas. Lo makin lama di sini, otak lo makin konslet!" ujar Kinan sambil menarik Rabiatul. "Bentar, Kin! Aku mau pamit dulu sama calon imamku!" katanya sambil mencoba melepaskan diri. Kinan, Hikmah, dan Yula hanya bisa menggelengkan kepala, menarik Rabiatul keluar kantin dengan sekuat tenaga. Mereka akhirnya pergi dengan cepat, meninggalkan kantin yang dipenuhi tatapan penasaran dari teman-teman mereka. "Aduh, Rabi. Lo tuh bikin kita malu banget!" ujar Hikmah sambil menepuk jidat. "Untung lo enggak dilaporin ke polisi karena kelakuan lo yang lebay!" Tawa mereka pecah begitu keluar dari kantin, meski mereka semua tahu, hari itu akan diingat sebagai salah satu momen paling memalukan mereka sepanjang sekolah. "Lepasin tangan aku, aku enggak suka di rebutin." ucapnya sambil menarik lengannya dari genggaman teman-temannya. Tanpa basa-basi, Hikmah, Yula, dan Kinan langsung melepaskan tangan mereka dan mengelapnya pada seragam sekolah. "Idih, amit-amit gue ngerebutin lo. Mimpi kali lo." Kinan berujar sambil melirik Rabiatul dengan tatapan penuh jijik. "Udahlah, kita balik aja ke kelas. Kaki gue udah capek jalan terus, pengen rebahan." kata Hikmah. "Tumben otak lo benar, Mah." celetuk Yula, dengan ekspresi mengejek. "Jadi selama ini otak gue konslet?" tanya Hikmah, tak terima. "Ya, begitulah..." Yula mengangkat kedua bahunya, seolah tak peduli. Di tengah percakapan mereka, Kinan sudah menghilang entah ke mana. Saat Yula dan Hikmah sadar bahwa Kinan tidak lagi bersama mereka, keduanya mulai mencari-cari. "Kinan kemana? Tadi dia ada di sini, kan?" Hikmah melihat ke sekeliling, mencoba menemukan sahabat mereka yang hilang tanpa jejak. "Itu anak kayak mahluk halus aja, hilang tiba-tiba." gumam Yula sambil menatap kosong. Rabiatul, yang juga kebingungan, akhirnya menemukan Kinan yang sedang duduk di bangku bawah pohon dekat lapangan basket. Matanya terpaku pada sekelompok kakak kelas yang sedang bermain basket. "Itu yang duduk di bawah pohon... manusia bukan?" Rabiatul menunjuk ke arah Kinan. "Bukan, itu setan." jawab Yula dan Hikmah serempak, membuat Rabiatul terdiam. "Serius deh, dia kelihatan kayak manusia. Kalian yakin itu setan?" Rabiatul mengernyitkan dahi. Yula dan Hikmah hanya bisa menggelengkan kepala, malas menanggapi ucapan Rabiatul yang semakin aneh. Mereka berdua segera menarik Rabiatul menuju kelas, meninggalkan Kinan yang masih asyik menikmati pemandangan kakak kelas bermain basket. Kinan duduk santai, matanya tak henti-hentinya mengikuti gerak para pemain basket. "Daripada dengerin mereka ceramah, mending gue cuci mata. Sekalian nyari-nyari gebetan baru, siapa tahu ada yang nyantol," gumam Kinan, menyeringai. Di tengah lamunannya, tiba-tiba terdengar suara dari belakang. "Ya udah lo teriak aja sekarang, siapa tahu salah satu dari mereka ada yang noleh," ucap sebuah suara yang tiba-tiba terdengar dekat di telinga Kinan. Kinan membalikkan badan dan langsung bertatapan dengan seorang cowok. Itu Rio, kakak kelas yang sering dia lihat di kantin. "Calon gebetan ngapain di sini? Tadi bukannya lo ada di kantin?" tanya Kinan dengan nada genit. Rio menaikkan alis, bingung dengan ucapan Kinan. "Calon gebetan? Nama gue Rio, bukan calon gebetan." jawabnya sambil tersenyum tipis. "Oh, jadi nama calon gebetan gue itu Rio." kata Kinan sambil tersenyum lebar. Namun, momen itu tiba-tiba buyar ketika sebuah bola basket melayang tepat ke arah Kinan dan mengenai kepalanya dengan keras. BUG! "Aduh, kepala gue!" Kinan memegangi kepalanya yang kini terasa berdenyut. Seorang cowok yang melempar bola langsung berlari ke arah Kinan, panik. "Sorry, sorry! Gue enggak sengaja!" ucapnya sambil mencoba meminta maaf. "Lo kira kepala gue ring basket?!" Kinan marah, tangannya melipat di d**a. "Gue udah minta maaf." kata cowok itu, yang bernama Jino. "Sakit nih! Enggak lihat apa, ada cewek cantik di sini, asal lempar." Kinan mendengus dan menatap sebal Jino. "Udah deh, gue balik ke kelas aja. Pusing banget kepala gue, geser nih otak." ujarnya, Kinan lalu melangkah pergi meninggalkan Rio dan Jino yang hanya bisa saling pandang, bingung. "Itu cewek makhluk jadi-jadian atau gimana sih?" Jino bertanya dengan wajah heran. "Gue juga enggak tahu." jawab Rio sambil mengangkat bahunya. "Ya udah, mending kita main basket." ajak Jino. Rio mengangguk setuju, dan keduanya kembali ke lapangan basket, sementara Kinan menghilang di balik pintu kelas. Di kelas MIPA 1, suasana ramai seperti biasa. Yula dan Rabiatul sibuk menonton drama korea terbaru, sementara Hikmah terlihat melamun, menatap kosong ke luar jendela. Tiba-tiba, Kinan datang dengan penuh semangat, menggebrak meja keras-keras, membuat Hikmah tersentak kaget. "Astaghfirullah Al-'Azim, Ya Rahman Ya Rahim, Ya Malik, Ya Karim!" teriak Hikmah dengan suara lantang, membuat seluruh kelas menoleh kaget. Kinan tertawa kecil. "Mah, tumben lo shalawatan, biasanya juga nyanyi asal-asalan kayak drum pecah." Hikmah yang masih terkejut balas menatap Kinan. "Masih mending gue drum pecah, dari pada lo, spiker rusak!" Kinan tidak mau kalah. "Ngapain juga lo ngedebat, suara kita berdua sama aja, sama-sama rusak. Kalau enggak percaya, tanya tuh ketua kelas!" Yula yang sudah mulai merasa terganggu dengan ocehan kedua sahabatnya itu, akhirnya menyela. "Udah, udah, kalian berdua diam deh. Suara kalian sama-sama bikin telinga pengen copot. Gue lagi nonton drama nih, jangan ganggu." Hikmah dan Kinan melirik Yula, yang tak bisa lagi menahan kesal. "Diam aja lo, selang pipa." ejek Hikmah dengan mulut tersenyum. Yula menoleh dengan tatapan penuh amarah. "Apa lo bilang? Gue disamain sama selang pipa? Lo berdua siap-siap ya... terima ini! Hiyatt!" Dengan cepat, Yula melepas kedua sepatunya dan mulai mengejar Hikmah dan Kinan yang langsung kabur keluar kelas. Mereka berlari cepat menyusuri koridor sekolah dengan langkah panik, diikuti oleh Yula yang semakin mendekat. Di dalam kelas, Rabiatul yang sibuk menonton masih kebingungan, sambil melihat teman-teman sekelasnya yang menutup telinga. "Kalian semua kenapa nutup telinga?" tanya Rabiatul heran. Wando, teman sekelas mereka, melirik ke arah Rabiatul. "Lo b***k apa gimana, sahabat lo barusan teriak sekencang-kencangnya. Masa lo enggak denger?" Rabiatul merasa tersinggung. "Bakwan, kamu kok jahat banget sih, ngatain aku b***k!" Wando menatapnya dengan tatapan bingung. "Orang bilang b***k lo denger, tapi pas Yula teriak lo enggak denger. Aneh lo." "Emang Yula tadi teriak?" tanya Rabiatul polos. Wando mendesah. "Dasar b***k. Kuping curut lo itu!" Kesal mendengar ejekan Wando, Rabiatul menantang. "Sekali lagi kamu bilang aku b***k, aku ceburin kamu ke got!" Wando tersenyum mengejek. "Gue enggak takut. Lo kira lo kuat ngangkat gue? Badan lo kayak curut begitu." Rabiatul merasa makin kesal. "Ih, kamu enggak takut sih. Coba takut, kayak di film-film!" "Ogah." jawab Wando santai sambil duduk di kursinya, meninggalkan Rabiatul yang masih kesal sendiri. Sementara itu, di luar kelas, Yula masih mengejar Hikmah dan Kinan hingga mereka sampai di lapangan futsal. Hikmah, yang berlari paling depan, tiba-tiba berhenti mendadak dan menabrak sesuatu yang keras. BRUK! "Ya Allah, sejak kapan menara Eiffel pindah ke Indonesia?" gumam Hikmah sambil mengusap kepalanya yang sakit. Yula dan Kinan berhenti berlari, melihat Hikmah yang tertabrak salah satu pemain futsal yang baru saja keluar dari lapangan. Cowok itu tinggi, tegap, dan jelas bukan menara Eiffel. Cowok itu tersenyum kecil. "Gue bukan menara Eiffel, gue manusia." Hikmah langsung melihat ke atas dan terkejut. "Masya Allah... lo sumpah cakep banget! I love you!" teriaknya tanpa malu. Belum sempat Hikmah menikmati pemandangan di depannya lebih lama, Kinan dan Yula langsung menariknya menjauh dari cowok itu. Cowok yang baru saja ditabrak Hikmah menggeleng sambil tersenyum kecil melihat tingkah mereka. Rayden hanya tersenyum simpul sebelum kembali ke lapangan, sementara Hikmah masih berteriak-teriak. "Lo sumpah cakep banget!" teriaknya di kejauhan, diikuti tawa Kinan dan Yula yang tidak henti-hentinya menertawakan aksi Hikmah. "Temen lo tu, Kin." "Enak aja, temen lo juga."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN