BCP- 5

2156 Kata
Jika sudah bicarakan hal-hal berhubungan dengan lingkup profesi mereka, dua lawyer ternama itu sampai lupa waktu. Bagi Tara keluar dan bertemu teman adalah cara jitu melupakan sejenak kesedihan yang bersemayam di lubuk hati, selain menyibukkan diri dengan pekerjaan selama Weekdays bahkan Weekend pun Tara akan masih bekerja jika tidak dapat omelan panjang adik tersayang juga Mami. Mereka sepakat untuk saling mengawasi Tara agar tak jadi Workaholic sejati. Tara menganggap perhatian itu sebagai bentuk kasih sayang para wanita di hidupnya. Maka belakangan ini kalau tidak ada kerjaan penting, Tara pilih santai di rumah bersama anaknya. Itu satu kemajuan yang buat keluarganya senang bukan kepalang.  Dia memang terlihat banyak berubah, sulit di baca, namun dia tak menutup diri dari luar dan lingkungan. Masa-masa itu sudah pernah singgah di awal-awal dia kehilangan Clarisa. Hidupnya bagai kehilangan cahaya hingga tak terarah. Setahun pertama itu berat, Tara berharap semuanya hanya mimpi buruk yang ketika dia buka mata, wajah cantik Clarisa tertidur di sampingnya adalah yang pertama dilihatnya. Sayang, setiap pagi datang, setiap matanya terbuka pandangan jatuh pada satu sisi yang hampa.  Clarisa benar-benar hidup hanya dalam kenangan dan harapannya saja. "lo yakin nggak mau ambil klien ini?" Rian Hermawan, sekembalinya Tara dari London setuju untuk bergabung dengan Firma hukum Rashid. Mereka berdua menjadi Lawyer yang sama-sama di sorot karena selalu berhasil memenangkan berbagai macam kasus kliennya juga tentu saja karena masih muda dan rupawan. Kemarin ada satu kasus besar yang ramai di bicarakan di kantornya, soal kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa seorang artis muda di lakukan oleh suaminya yang merupakan anak politisi terkenal. Tara menyerahkan itu pada Rian, karena dia yakin selama menangani kasus ini akan di sorot media. Tara tidak ingin berurusan dengan media lalu masa lalunya di munculkan ke permukaan kembali. "Gue akan bantu lo dari belakang saja, kalau butuh bantuan. Lagi pula gue yakin lo sanggup selesaikan kasus ini, bukti yang dimiliki klien juga kuat kan?" Rian mengangguk lalu memberitahu bukti-bukti apa saja yang sudah ditunjukkan klien ini, Tara bertukar sedikit pendapat agar Rian bisa membuat lawannya nanti kalah telak. Pembicaraan mereka yang terakhir sore itu, ketika sadar di luar sudah gelap. Sepakat untuk keluar dari kafe, Tara dan Rian berpisah di depan pintu kafe, mengambil arah berbeda karena parkir mobil berjauhan.  Ddrttt... Ddrrtt... Panggilan masuk pada ponsel Tara, sembari berjalan Tara menjawab. "Ya, Pi?" Adam Rasyid menelepon. "Di mana kamu, Artara?" "Ini mau pulang, aku baru ketemu Rian." Tangan Tara menengadah, wajahnya mendongak melihat langit yang sudah gelap. Rintik hujan jatuh dari langit, akan segera turun hujan. "Ya sudah pulang, ada yang mau di bicarakan." "I know apa yang akan Papi bicarakan, aku tetap keberatan—" Tinnnntt! Cittttttt! Tara tak selesai bicara begitu dengar suara klakson yang keras berulang-ulang juga rem berdecit dipaksakan berhenti, menarik tubuhnya untuk buru-buru berbalik dan menemukan asal suara itu dari mobil yang dikendarai Rian. "Halo Tara, ada apa?" Tara lupa kalau dia masih tersambung dengan Papi. Papinya terdengar begitu khawatir, pasti suara klakson dari mobil itu sampai terdengar di sambungan telepon mereka. "Tara baik-baik saja, kita bicarakan di rumah Pi, ada insiden kecil terjadi pada Rian." Beritahu Tara. "Rian? Dia kenapa?" "Tara belum pastikan, Pi." Papi menghela napas, "Okay, Papi pikir kamu sedang menyetir dan ceroboh angkat telepon tanpa earphone. Papi tunggu di rumah." "Itu tak akan terjadi, Papi. Tara tak akan bahayakan nyawa diri sendiri apalagi orang lain dengan kelalaian seperti itu. Oke, Pi sampai ketemu di rumah." Tara mengakhiri panggilan, memasukkan kembali ponsel pada saku celana. Ketika kepala kembali pada tempat perkara, ditambah susulan makian Rian yang sudah keluar mobil dan sedang berdebat dengan seorang yang Tara tak bisa melihat wajahnya karena berdiri membelakangi. Tara langsung melangkah cepat untuk melerai atau bahkan mencegah, entah apa yang sebenarnya terjadi itu berhasil membuat Rian yang ia kenal punya pengendalian diri baik jadi tak terkendali. Tepat langkah kaki Tara berpijak dua langkah di dekat Rian, perdebatan sudah selesai, tampaknya wanita tadi pilih pergi tak lanjut meladeni Rian yang masih menggerutu. "cool down, Rian! Lo jadi tontonan, nggak malu berdebat sama cewek di muka umum?" tegur Tara pada sahabatnya, tersirat sekali kekesalan di wajahnya. Bukan tidak mungkin, ada yang mengenali mereka berdua, dan membuat kejadian tadi viral di media sosial, masuk akun gosip ponsel jadul itu dengan news—pengacara muda dan berbakat Rian Hermawan terlibat berdebat dengan perempuan karena hampir menabraknya, apa pengaruh alkohol? Biasanya akun gosip suka mengiring opini. "Gue nggak salah, CCTV di ujung sana." Rian menunjuk beberapa titik yang ada kamera CCTV. "Gue yakin jadi cukup bukti kalau sampai tadi gue nggak refleks injak gas tepat waktu dan menabrak perempuan itu. Demi Tuhan! Tara, cuman demi kucing kecil dia lari ke tengah jalan, menaruhkan nyawa dan kebebasan gue! Astaga!" Rian terlihat masih terkejut akan apa yang hampir dia lakukan. "APA?" Tara membulatkan matanya, keterangan yang buat dia juga tak sangka dan habis pikir. "Wanita tadi? Apa yang dia lakukan?" "Dia malah mengomeli gue yang bilang bisa jadi penjahat kalau sampai buat kucing itu mati di lindas ban mobil. Ada juga gue yang akan jadi penjahat kalau sampai tabrak dia." Dari keterangan singkat itu Tara bisa menyimpulkan, bahwa wanita itu berlari ke tengah jalan untuk selamatkan anak kucing bertepatan mobil Rian yang melaju. Ko ada manusia seperti itu? Pikir Tara heran juga. "Lo tenang dulu, gue mau susul perempuan tadi." "Nggak usah, dia yang salah. Gue juga keburu mengerem. Dia baik-baik juga, cuman lecet sedikit." "Pastikan sekali lagi kalau dia memang nggak apa-apa. Bagaimana pun dia hampir lo tabrak, mau dia salah atau benar." Tara tak lagi dengarkan Rian yang mencegah untuk tak perlu melakukan itu. Kakinya yang jenjang membuat langkah-langkah lebar agar bisa menyusul wanita tadi. Tara sempat melihat arah yang di lewati wanita itu, ke sisi parkir bagian barat. Tidak menemukan, Tara keluar wilayah kafe, bertanya pada petugas keamanan yang menunjuk keluar, Tara lalu melihat gang kecil. Dia yakin wanita tadi pasti mencari tempat nyaman untuk membuat kucing yang di selamatkan itu aman. "It's okay, kamu akan baik-baik saja di sini, jangan berlarian ke jalan lagi. banyak orang yang tak menganggap kamu ada." Suara seseorang yang sedang bicara lembut, membuat langkah Tara memelan. Dugaannya benar saat pilih belok masuk ke sebuah gang kecil dengan penerangan lampu yang temaram, sampai tak beberapa jauh dari tempatnya berdiri, dia melihat seorang wanita berjongkok, ada anak kucing sudah di dalam sebuah kardus terbuka yang berdiri. Kucing itu tak sendiri lagi tapi sudah bergabung dengan kucing besar yang Tara yakin adalah induknya, bersama sekitar empat kucing lainnya. Tara memilih tak bersuara dan perhatikan wanita itu dalam diam. apa dia wanita waras? Pikirnya agak waspada juga. Wanita itu berdiri, Tara siaga untuk bicara begitu wanita itu langsung menoleh dan temukan dirinya sudah berdiri di sana sejak tadi. Tapi, yang terjadi adalah wanita itu tak segera berbalik, dia terlihat cari sesuatu di dalam tas selempang berwarna hitam yang di pakai. Tanpa di perintah matanya menilai penampilan wanita itu, seperti bukan wanita dari kalangan biasa. Mini floral babydoll dress di atas lutut berwarna Dusty coral menampilkan garis leher persegi, kain bertekstur halus itu jatuh pas di tubuhnya yang semampai akan mempertontonkan punggung atasnya hanya dengan pita pengikat ke belakang jika tak terhalangi rambut panjang bergelombang yang berwarna chocolate brown tergerai, warna dan model rambut yang menambah penilaian sementara Tara kalau wanita itu modis dan masih muda. Posisi Tara yang dekat meski keadaan gang temaram, dia bisa melihat jelas penampilan wanita itu. Pantas mengambil tindakan tanpa berpikir berulang-ulang, sampai membuat dirinya celaka. Lagi-lagi Tara menilainya. Lelaki itu menggeleng kecil, agar hentikan matanya untuk nilai lebih lanjut wanita itu dari bagian belakang karena setelah perhatikan punggung, Tara tak ingin di tuduh messum karena menatap bagian setelah pinggangnya, untung pakaian yang dipakai wanita itu mengembang di bagian rok, meski panjang tak menutupi tungkainya yang jenjang putih dan mulus berhiaskan sepatu sneakers white. Shittttt! Tara mengumpat dalam hati karena bukan berhenti dia tetap nilai tungkai wanita itu. Setelah temukan apa yang di cari, wanita itu kembali berjongkok dan buka plastik berisikan makanan entah makanan apa, yang pasti para kucing liar itu langsung mengeong dan merebutkan. "Ehemm... Hm!" Tara akhirnya berdehem untuk beritahu hadirnya pada perempuan itu. Dia berjingkat terkejut, buru-buru bangun lalu berbalik dan menatap Tara dengan bola mata membulat. Mungkin mengira Tara adalah pereman penjaga gang ini. Tidak ada pertanyaan satu pun dari wanita itu, meski mulutnya berlipstik merah muda membuka sedikit, hanya sebentar sebelum dia mulai berekspresi datar, dan mengatur dirinya untuk bersikap biasa. Lampu berada tepat di atas kepala wanita itu, menyorot jelas parasnya. Satu lagi yang Tara akui, paras wajah wanita itu cantik, berbulu mata lentik alami, hidung bangir, wajahnya tirus dengan dagu lancip juga bentuk bibir ala model Miranda Kerr, atas tipis dan bagian bawah lebih tebal. Pastinya masih muda. Tara menarik napas. Hah! Bukan waktu yang tepat menilai fisik wanita di depan ini! Sisi positif di dirinya berusaha membuat Tara fokus akan tujuannya. "Sori karena ikuti kamu sampai sini, saya cuman mau pastikan kondisi kamu." saat itu mata Tara melihat tangan wanita itu luka, ketika membenarkan tasnya. "sepertinya tangan kamu—" wanita itu siaga mundur, sembunyikan tangan kanannya. "Saya dan anak kucing itu baik-baik saja." Setelah mengatakan itu dengan datar, dia melangkah, meninggalkan Tara untuk sesaat melongo. "Niat saya baik, jangan salah paham. Saya mewakili teman yang tadi hampir menabrak kamu untuk minta maaf—" "Niat baik nggak perlu di perjelas dengan pernyataan pribadi akan mengurangi pahala. Lagi pula teman kamu itu bisa berdebat dengan saya tadi, artinya bisa sampaikan maaf sendiri dengan mulut normalnya. Oh astaga! Saya lupa kalau di dunia ini orang-orang terlalu lupa akan kata-kata surga yang sederhana. Maaf dan tolong." Tara makin melongo dengar kalimat sarkasme wanita itu bahkan memotong kalimatnya, seumur-umur karisma dimiliki anak keturunan Rashid selalu membuat orang terdiam patuh, menyimak dirinya saat bicara bahkan di persidangan sekali pun, lawan di meja hijau sungkan untuk memotong ucapannya. Tapi, wanita itu! Dia lupa, jika apa yang baru dilakukannya saja hampir membuat nyawanya melayang dan orang lain di penjara. Jelas wanita ini tak punya pikiran dewasa. Tara bahkan tak biasa nilai orang di pertemuan pertama, dia lakukan sekarang. Penilaian lebih banyak negatif, dan diambil dalam waktu sesingkat-singkatnya. "Hai Nona! Don't forget cantik tanpa attitude sama saja nggak ada gunanya." Pantas Rian terlihat hilang ketenangan, ternyata wanita yang berdebat dengannya sangat pedas saat bicara. Teriakannya, Tara yakin di dengar wanita itu. "Terima kasih karena baru saja berkata jujur tentang fisik saya!" Double shitttt! Umpat batin Tara kembali. Setelah itu dia terkekeh sendiri, ada perempuan seperti itu? "Perempuan seperti itu sangat cocok jadi lawyer dan akan menantang jika bertemu di persidangan." Monolognya. Lalu mata Tara kembali pada para kucing jalanan lagi, si induk sudah rebahan sambil menjilati kaki-kakinya sementara para kucing kecil berjajar teratur sedang menyusu padanya. Terlihat senang karena ada wanita baik hati tak hanya rela korbankan nyawa juga baru saja menyajikan makanan kucing bintang lima yang mungkin saja sebelumnya tak pernah mereka temukan. "Astaga! yang benar saja gue baru memuji dia wanita baik hati?!" Tara menarik pikirannya yang mengatakan wanita tanpa attitude itu baik hati jelas saja itu kesalahan. Tara juga tak ingin berlama-lama di gang sumpek tersebut, lagi pula rintik hujan sudah semakin banyak dan sudah malam. Dia melangkah keluar saat sampai di ujung gang matanya kali ini kembali menangkap wanita tadi masuk ke sebuah mobil SUV Black mewah. Tara menggeleng kecil, berpikir memang pantas attitude nol besar, karena sebagian anak-anak jaman sekarang berasal dari orang tua kaya selalu tak takut akan apa pun. Menganggap rendah orang lain karena berpikir kekuasaan orang tuanya akan melindungi dia. Namun, tunggu dulu. Tara ragu dengan penilaian terakhir. Anak-anak sombong karena kekuasaan dan kedudukan orang tuanya yang sangat mapan, tidak mungkin mau peduli pada hewan liar di jalanan, yang di anggap kotor dan banyak virus. "Tara!" suara panggilan dari Rian yang melangkah ke arahnya membuat Tara berhenti memandangi belakang mobil yang membawa wanita itu pergi. "Gue cariin, lo di sini. Gimana ketemu wanita galak itu?" Rian terlihat masih kesal, kalau ini film-film kartun pasti kepala lelaki itu sudah di selimuti asap. Membayangkan itu membuat Tara malah tertawa, dan dapat protes dari temannya. "Lo benar, dia nggak apa-apa." Sangat nggak apa-apa sampai nggak bisa pahami maksud baik tadi. Lanjut Tara dalam hati. "Setelah ini lo harus lebih fokus pas menyetir, Rian. Jangan sampai kejadian tadi terulang, walau yang lo tabrak anak kucing, tetap saja menghilangkan nyawa makhluk hidup di sebut kejahatan." Lanjut Tara. "Iya, gue benaran nggak sengaja tadi." Rian juga terlihat menyesal, mungkin jika tidak ada gadis tadi dia sudah menghilangkan nyawa hewan kecil. Dia harus hati-hati lagi. Keduanya putuskan kembali ke area kafe, mobil masih di sana dan ketika melangkah menatap pada pintu kafe, langkah Tara berhenti, menarik atensi Rian. "Kenapa? Ada yang tertinggal." Tara berpaling menatap pada Rian, kepalanya menggeleng. "It isn't something important to me." [to be continued] . . Makin seru gak? Heheh... Komentar dong, gimana pilih Tara atau Rian nih sekarang?  Jangan lupa yang belum follow profil Unaartika, Follow. Ig : Unaartika. Di i********: kalian bisa lihat visual Tara lho. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN