Prolog

394 Kata
Cambukan serta pukulan itu diberikan kepada seorang anak kecil berusia 7 tahun, suara ringisan kesakitan memenuhi ruangan itu serta bau amis darah yang keluar dari mulut gadis mungil itu. "Habisi dia!" gumam seorang lelaki, matanya memancarkan dendam yang dalam, namun di hatinya dia tidak tega melakukan ini. "Ampun o..om," lirih gadis itu. Lelaki itu tersenyum iblis, dia senang melihat anak dari mantan sahabatnya kini memohon ampun kepadanya. "Hahahaha, ga akan saya lepaskan kamu! Orang tua mu telah membuat kehidupan saya hancur!" ucapnya. Gadis itu hanya menangis, tidak mengerti apa yang dikatakan lelaki itu. Pukulan demi pukulan dia terima, sangat sakit rasanya. Kepalanya terasa pening setelah menerima pukulan dari balok kayu. Darah keluar dari belakang kepalanya, meringis menahan sakit dan pusing. Suara tawa itu sangat mengerikan dipendengaran gadis itu. "Ampun om, jangan pukul Shiva," ucapnya dan berakhir tidak sadarkan diri. Pintu didobrak dengan sangat keras, Fernandes menatap orang yang sudah mendobrak pintu rumahnya itu. "Oh hai, akhirnya kalian datang juga," sambutnya tersenyum. Ketujuh orang itu menatap Shiva yang berlumuran darah dan tergeletak mengenaskan. "BERANINYA KAMU MELUKAI PUTRIKU!" teriak ayah dan memukul Fernandes dengan membabi buta. "Dia tidak tau apa apa! Kamu sudah melukainya! Aku akan membawa mu ke neraka!" teriak Ayah bertubi tubi memukul Fernandes sampai tidak sadarkan diri. Bunda menghampiri tubuh lemas itu, mendekapnya dengan erat. "Shiva?" terus memanggil nama putrinya dengan lirih, air mata itu tidak pernah berhenti melihat putrinya terluka parah. Terdapat luka Cambukan dan pukulan, entah kemana anak buah Fernandes mereka tidak perduli. "Iva?" panggil Dio. Ayah menatap putrinya sendu, mengangkatnya untuk dibawa ke rumah sakit. *** "Gimana keadaan anak saya dok?" "Putri anda kritis akibat lukanya yang mengenai kepalanya dengan keras, anda boleh menjenguknya", ucap dokter tadi dan berlalu pergi. Keduanya terdiam melihat luka yang ada di tubuh putri semata wayangnya. "Akan kubunuh mereka!" geram bunda. "Ayah bunda", panggilan lirih itu menyadarkan mereka berdua dari amarahnya. Gadis itu telah meracau dari tidurnya. Ayah memencet tombol darurat, setelah beberapa saat dokter dan beberapa suster terlihat berlari untuk memeriksa keadaan Shiva. Bunda menunggu dengan khawatir, air matanya terlihat menetes. Pria itu sungguh biadab, bagaimana mungkin dia melukai anak sekecil Shiva. "Keadaan putri kalian mulai membaik, dia sudah melewati masa kritisnya, saya permisi dulu" Bunda menghela nafas lega, putrinya baik-baik saja dan dia akan memperhatikan gadis ini muai sekarang. "Hei sayang, bunda disini", ucap bunda mengelus lembut rambut putrinya. "Bunda, bunda Shiva takut", racauannya membuat air mata bunda semakin menetes. "Stt,  sayang bunda disini, Shiva tenang ya" Gadis itu terlelap lagi. Bunda berpandangan dengan ayah. Mengerti, ayah mengangguk dan keluar ruangan Shiva.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN