Tetapi beberapa saat kemudian mereka semua masuk ke kelas Bisnis.
“Ada apa? Kenapa kalian ke sini?” tanya Chayra.
Dara berwajah sama seriusnya dengan Chayra, “Tidak ada tempat duduk di kabin ataupun di kelas ekonomi. Kami ke sini karena tidak mendapat kursi kosong.”
“Di kabin?” tanya Chayra.
Dara menggeleng, “Tidak bisa. Barang-barang berjatuhan akibat turbulensi.”
Akhirnya Chayra memperbolehkan mereka duduk di kursi bisnis. Setelah memastikan semua rekannya memakai sabuk pengaman. Chayra mengambil gagang telepon lalu memencet sebuah tombol yang berfungi agar suaranya terdengar di seluruh pengeras suara di dalam pesawat.
“Selamat Sore, Bapak dan Ibu. Saya mohon, untuk duduk di tempat masing-masing dengan memakai sabulk pengaman. Perhatikan orang di sekitar anda, apakah mereka sudah memakai sabuk pengaman dengan benar.” Chayra menghentikan ucapannya untuk menarik napas. “…dalam waktu beberapa menit lagi kita akan melewati kumpulan awan yang lebih besar dari pada sebelumnya. Saya ulangi lagi…”
Chayra membuat pengumuman sebanyak dua kali, lalu mengembalikan gagang telepon. Ia melangkah ke arah wanita hamil tadi, menanyakan keadaannya.
“Sekarang keramnya sudah hilang.”
Chayra bersukur, ia mengatakan agar ibu itu tenang agar keram perutnya tidak lagi kembali saat tubulensi berikutnya. Chayra baru saja ingin berdiri menuju kursi darurat ketika pesawat terguncang keras.
Lampu bahaya menyala merah, pesawat itu terguncang sangat keras hingga mengakibatkan tubuh Chayra sukses terbanting ke dinging. Kali ini Abimanyu tidak dapat meraihnya.
Abimanyu mengulurkan tangannya ketika guncangan pesawat sedikit mereka. Chayra bersusah payah meraih tangan Abimanyu karena kepalanya pening akibat terbentur dinding.
Darah merembes di kening Chayra, pandangannya kabur untuk sementara ketika berhasil meraih tangan Abimanyu. Pria itu dengan sigap menarik tubuh Chayra ke pangkuannya ketika merasakan turbulensi berikutnya akan terjadi.
Mereka dalam posisi itu selama turbulensi terjadi. Ia tidak melepaskan tubuh Chayra walaupun wanita itu memberontak karena guncangan pesawat dapat membuat tubuhnya akan terluka lebih parah.
Abimanyu baru melepaskan tubuh Chayra ketika pesawat akhirnya terbang dengan stabil. Chayra sangat berterima kasih dan meminta maaf kepada Abimanyu karena posisinya yang tidak nyaman dan berterimakasih karena telah menolongnya.
“Sekali lagi terimakasih,” ucap Chayra.
Chayra meringis akibat kepalanya yang sakit, tubuhnya hampir libung jika tidak segera kembali di tolong oleh Abimanyu. Merasa sekitarnya sudah lebih aman, pria itu membuka sabuk pengaman untuk menolong Chyara.
Gadis itu dalam kondisi terluka, sementara pramugari yang mengetahui keadaan Chayra buru-buru membuka sabuk pengaman dan memberikan kotak P3K untuk mengobati Chayra.
“Pergi cek penumpang yang lain, mungkin ada yang lebih membutuhkan bantuan. Aku bisa mengobati diriku sendiri,” ucap Chayra pelan.
Pramugari itu meninggalkan Chayra sendiri, Abimanyu kembali ke tempat duduknya setelah di intruksikan oleh Chayra. Abimanyu memandang gadis itu sampai hilang di perbatasan antara kursi ekonimi dan bisnis.
…
Chayra meringis pelan ketika memberikan obat merah di keningnya, ia mengetatkan rahangnya ketika mengoleskannya di sana. Keningnya terasa sangat perih dan juga pening akibat terhantuk dinding pesawat.
Ini adalah kejadian paling fatal yang ia alami, jika saja Abimanyu tidak menolongnya. Dalam sekejap Chayra sudah memakai perban kecil yang menutupi lukanya. Ia melihat penampilannya di cermin dan ketika merasa sudah aman, ia menutup kembali kotak P3K lalu merapikan baju yang ia kenakan dan keluar dari kabin.
Beruntung Chayra mendapat kabar jika keadaan Pilot dan juga co-Pilot baik-baik saja. Pesawat akan tiba di Jakarta dalam satu jam kemudian karena Pilot memutuskan untuk menghindari awan.
“Bagaimana keadaan di kelas Ekonomi?” tanya Chayra berpapasan dengan Dara.
Dara menoleh, “Cukup kacau karena barang berjatuhan dan mengenai sebagian penumpang tetapi bisa di atasi. Mungkin sebelum pesawat mendarat semua sudah terkendali.”
Chayra masuk membantu penumpang di kelas ekonomi. Di sana para pramugari sibuk membantu penumpang menaikkan barang-barang bawaan mereka di tempat yang memang tersedia di atas kepala untuk menyimpan barang.
“Permisi, mari saya bantu.” Ucap Chayra kepada seorang penumpang.
Penumpang itu mengangguk, mereka saling membantu satu sama lain. Tidak terasa hal itu membuat pekerjaan mereka lebih cepat selesai. Chayra mengintruksikan untuk sebagian pramugari mengambil kotak P3K untuk mengobati penumpang yang terluka.
Hal beruntung lainnya, tidak ada penumpang yang luka serius sampai mereka harus mendarat darurat di bandara terdekat. Chayra menghela napas lega ketika sudah melihat bandara Soekarno Hatta.
Berarti tidak lama lagi mereka akan mendarat, ia berharap tidak ada lagi kejadian yang membuatnya panik.
…
Abimanyu turun dari pesawat, kakinya masih sedikit bergetar ketika mengignat kejadian yang baru saja terjadi. Ia tidak percaya bahwa ia akan mengalami kejadian turbulensi pesawat.
Separuh nyawanya seperti tertinggal di dalam burung besi itu. Abimanyu berkali-kali menarik dan membuang napas, perasaannya sangat tidak nyaman. Ia salah satu penumpang yang turun paling terakhir, tentunya setelah pasangan yang istrinya sedang hamil itu.
Terdengar suara langkah berjalan cepat dari belakang, Abimanyu menoleh ke belakang setelah melihat seorang menepuk pundaknya. Ia terkejut, ternyata yang orang itu adalah Chayra, pramugari yang tadi.
“Hei, aku dari tadi memanggilmu tapi kau sama sekali tidak mendengarnya. Perkenalkan namaku, Chayra. Ku pikir, tidak baik jika aku tidak memperkenalkan diri karena kau sudah membantuku.” Ucap Chayra.
Chayra senang ketika Abimanyu menerima uluran tangannya, tetapi ekspresi dingin pria itu membuatnya agak terintimidasi.
“Abimanyu,” ucapnya dengan suara yang membuat hati Chayra berdegup kencang.
Mereka berjalan bersama keluar dari bandara, Chayra masih memakai baju pramugari dan membuat mereka menjadi pusat perhatian penumpang lain. Sebenarnya, Abimanyu sedikit risih di perhatikan seperti itu tetapi ia hanya bersikap tenang.
Chayra mencari topik pembicaraan, “Sepertiya kau terlihat familiar? Apa ini bukan pertama kali kita bertemu?”
Abimanuu mengangkat alisnya sebelah, tersenyum miring. “Iya, ini kedua kalinya kita bertemu. Pertama kali, saat kau mabuk di kelab malam? ingat?”
Chayra terkisap, “It’s you? Kamu yang membawaku ke hotel?”
“Nah, kau ingat ternyata.” Ucap Abimanyu. “…selamat tinggal.”
Abimanyu berjalan mendahului Chayra, ia yang masih dalam keterkejutannya hanya bisa memandang Abimanyu menjauh tanpa dapat mengejar pria itu.
Astaga! Kenapa pria itu dingin sekali! Batin Chayra.
Chyara berdecak kesal ketika sudah tidak lagi melihat sosok Abimanyu. Padahal ia berencana untuk mengajak pria itu pulang bersama, yah…mungkin mereka bisa lebih sedikit akrab.
Chayra mengakui sangat tertarik kepada Abimanyu, tubuh kekar pria itu dan juga sangat proporsional membuatnya sangat tergoda untuk merasakan pelukannya. Chayra menggelengkan kepalanya pelan, ia mengembalikan kesadarannya karena tidak ingin terlihat seperti orang gila yang tersenyum-senyum sendiri di pintu masuk bandara.
…
Chayra sedang berbaring di tempat tidur, cuaca yang sedang hujan deras membuatnya betah di tempat tidur. Ia memainkan ponselnya, membuka aplikasi i********: untuk mencari nama Abimanyu.
Jari telunjuk Chayra lincah menggulir nama-nama yang berhasil di temukan di dalam aplikasi itu tetapi tidak kunjung mendapati akun milik Abimanyu. Chayra menghela napas panjang ketika tidak menemukannya.
“Ih! Masa nggak punya i********:!” keluh Chayra sembari mengerucutkan bibir.
Chayra tidak menyerah, ia membuka aplikasi lain. Kali ini ia mencari di twitter, menuliskan nama Abimanyu di kolom pencarian. Chayra berteriak bahagia ketika menemukan satu akun dengan sebuah foto bangunan tinggi dengan seorang pria yang sangat ia kenali di dalam foto itu.
“Wah, apa dia seorang pengusaha?” tanya Chayra kepada dirinya sendiri.
Chayra kembali menggulir turun, ia banyak menemukan beberapa postingan Abimanyu yang lain. Ketika Chayra mendapatkan satu foto ketika Abimanyu memposting foto selfie saat ia sedang berolahraga.
“Astaga! Gimana rasanya dipeluk tangan kekar kayak gini,”
Rasanya Chayra mau gila karena melihat foto Abimanyu yang itu, tanpa pikir panjang ia segera menyimpannya di galeri.
Foto berikutnya menampilkan punggung Abimanyu yang di foto oleh seseorang ketika sedang berolahraga. Chayra kembali melebarkan matanya, foto itu ia perbesar sampai ukuran paling maksimal.
“Hm…dia nggak punya tattoo. Bibirnya juga merah, kayaknya nggak merokok.” Gumam Chayra ketika meneliti foto Abimanyu, “…gila! Pasti ini laki’ panas kalau di ranjang.”
Chayra menggigit bibirnya, foto ketiga itu yang paling menggoda. Astaga, kepalanya pening memikirkan hal-hal dewasa di dalam otaknya. Chayra menyudahi aktifitasnya melihat akun twitter Abimanyu, tubuhnya panas dingin hanya karena melihat foto pria itu.
Abimanyu hanya memakai kaos tanpa lengan dengan celana pendek sembari berolahraga menggunakan alat fitnes Peck Deck Fly. Ia melihat dengan sangat jelas otot tangan Abimanyu dan d**a pria itu terlihat sangat bidang di dalam foto.
Pria itu pasti memiliki banyak kotak-kotak di perutnya. Chayra kehabisan napas, ia meninggalkan ponselnya di atas tempat tidur lalu bangun untuk sarapan.
Tiba-tiba perutnya lapar, “Hm…makan Abimanyu enak kali ya.”
Chayra nyegir, pikirannya sudah koslet akibat melihat foto Abimanyu. Ia menggelengkan kepalanya pelan. Chayra memutuskan untuk membuat sarapan. Ia keluar kamar hanya menggunakan celana pendek sepaha dan juga baju kaos tanpa menggunakan bra. Chayra termasuk orang yang tidak suka tidur dengan menggunakan bra, sangat sesak dan tidak nyaman.
“Astaga! Kenapa aku ngak berhenti memikirkan pria dingin itu!”
Chayra sedang memasak, tetapi malah memabayangkan bagaimana jika pria itu menciumnya panas di dapur saat sedang memasak seperti ini. Bahkan, khayalannya itu membuatnya merinding geli.
Chayra mengumpat pelan, ia beruaha memikirkan yang lain agar masakannya tidak menjadi sampah.
…
Abimanyu melemaskan otot lehernya, ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya pagi ini. Pekerjaan yang seharusnya sudah selesai kemarin dan tertunda akibat perjalan pulang baliknya antara Jakarta dan Makassar.
Hasil pekerjaannya itu sudah ia kirimkan kepada klien untuk di tinjau, apakah ada perubahan atau tidak. Abimanyu memutuskan membesihkan diri agar tubuhnya lebih segar, ia hanya beridiri di bawah shower dengan air yang menyiramnya.
Abimanyu memejamkan mata untuk merasakan air yang jatuh di kepalanya. Ini sering ia lakukan untuk membuatnya lebih rileks dan menghilangkan kantuk saat tidak tidur semalaman.
Ia tidak berlama-lama karena tidak ingin terkena flu, Abimanyu keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk putih yang melilit pingganggnya. Air menetes pelan dari kepalanya yang masih basah, ia segera mengambil handuk lebih kecil untuk mengeringkan tubuh dan juga kepalanya.
Setelah memakai pakaian, ia memainkan ponsel sembari berbaring. Ia ingin beristirahat sejenak, sebelum kembali mengerjakan proyek selanjutnya. Masih ada satu lagi desain bangunan yang belum ia selesaikan, walaupun waktunya masih lama tetapi ia berpikir lebih cepat lebih baik dari pada terus mengulur waktu dan akan menyiksanya saat sudah masuk waktu deadline.
Abimanyu memutuskan untuk menghubungi adiknya,
“Halo.” Abimanyu mengerutkan kening ketika yang menjawab adalah suara laki-laki.
Abimanyu memeriksa kembali apakah ia salah telepon atau tidak, ia meliha benar nama Aisyah yang ia hubungi, berarti yang mengangkat panggilannya adalah suami Aisyah.
“Ada apa, kak?” tanya suara itu dari seberang telepon.
Abimanyu berdehem, “Aisyah mana?”
“Oh, lagi tidur. Baru aja setengah jam yang lalu.”
Abimanyu melihat jam dinding, baru setengah sebelas siang.
“Eh? Kok bisa? Tadi malam memangnya begadang?” tanya Abimanyu.
Suami Aisyah lama menjawab, terdengar sayup-sayup suara mobil yang sedang di panaskan.
“Nggak, Kak. Tadi malam malah tidur cepat, sebelum jam 10. Bangun subuh tapi katanya tadi ngantuk dan sekarang ketiduran di sofa pas nonton tv.” Terang suami Aisyah.
Mereka berbincang sebentar mengenai Aisyah lalu sambunga terputus ketika suami Aisyah ingin pergi ke suatu tempat. Abimanyu berpikir, kenapa adiknya menjadi aneh seperti ini, tidur sebelum duhur adalah sesuatu yang cukup buruk untuk kesehatan.
Abimanyu menghela napas panjang lalu memutuskan untuk lebih lama beristirahat, ia memainkan ponsel dan melihat seseorang mengikutinya di aplikasi twitter.
“Chayra Nadifa,” gumam Abimanyu membaca nama orang yang mengikutinya.