Mengagumi dalam diam adalah cara terbaik jika punya perasaan lebih pada seseorang yang sudah memiliki kekasih.
.
.
.
Dita bersenandung sambil menyisir rambutnya. Terkadang ia mempertemukan bibir atas dan bawahnya untuk meratakan lipstick yang dipakainya. Dita benar-benar menggunakan make-up yang natural, karena dari dulu wanita itu tak pernah berlebihan dalam hal penampilan.
Tiba-tiba ponselnya yang berada di tempat tidur berbunyi, langsung saja dia bangkit dari meja rias dan mengambil ponselnya. Ia menduga Rani yang menelepon, tapi dugaannya salah. Ternyata Indra yang meneleponnya.
"Selamat pagi, Andita Sayang."
"Kenapa, Ndra?"
"Ada acara nggak hari ini, jalan yuk."
"Yah, aku udah rapi nih. Mau keluar sama Rani."
"Oh ya udah, nggak apa-apa kok. Tapi besok kamu milik aku, ya?"
"Iya, Ndra. Besok kan jadwal kita. Sekarang udah dulu, ya. Barangkali Rani nungguin."
"Iya Sayang, hati-hati, ya. Muach."
"Terus hari ini kamu mau ke mana, Ndra?"
"Kalau nggak main futsal, ya ke studio."
"Sekali lagi maaf ya nggak bisa nemenin."
"Iya, Sayang. Bukan masalah."
"Baiklah, kalau gitu aku beneran tutup teleponnya, nih."
"Iya, Dita."
Dita tersenyum sambil menutup sambungan teleponnya. Kalau urusan pengertian, Indra memang paling hebat. Saat mengklik back pada ponsel pintarnya, Dita melihat ada tulisan pesan diterima. Tanpa pikir panjang dia langsung membukanya. Mata Dita spontan membelalak saat melihat pesan singkat itu.
RANI
Dit, maaf banget. Bukannya maksud jahat ngebatalin acara gitu aja, tapi seriusan ini aku lagi otewe rumah sakit, nenek aku dirawat. Maaf banget yaa :'(
Tanpa banyak berpikir, Dita langsung menelepon Rani.
"Halo, Dit."
"Ran...," ucap Dita dengan nada penuh kekecewaan, bagaimana tidak, saat ini bahkan ia sudah siap hampir seratus persen.
"Iya, aku ngerti kamu kecewa tapi tolong … aku nggak bisa jalan-jalan sementara Nenek lagi sakit. Ini aku juga lagi di mobil, Dit."
Dita menghela napas, berusaha memahami. "Oke, nggak apa-apa. Semoga Nenek cepat sembuh, ya."
"Iya, kamu jalan sama Indra aja. Dia juga libur, kan?"
"Itu dia masalahnya, Ran. Aku barusan banget nolak dia buat jalan karena milih kamu."
"Ya ampun, jahat banget ya aku? Tapi, kenapa nggak kamu telepon lagi aja."
"Telat, dia pasti udah berangkat ke tempat futsal, atau ke studio. Antara dua tempat itu."
"Pasti belum nyampe, Dit. Ayo dicoba dulu."
"Baiklah aku coba dulu, semoga nomornya masih aktif soalnya dia pasti nonaktifin kalau lagi menjalani hobinya."
Dita kemudian menutup sambungan teleponnya dengan Rani. Lalu beralih mencari nomor pacarnya.
Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi....
Dita langsung membanting ponselnya asal ke tempat tidur. Benar-benar kacau, ia jadi kehilangan mood hari ini. Andai saja Rani menghubunginya lebih dulu, pasti tak akan seperti ini.
Hanya saja, Dita sepertinya harus mengambil sisi baik dari kejadian ini. Setidaknya ia bisa istirahat. Ya, waktu libur bekerja lebih baik digunakan untuk beristirahat.
Baru saja Dita hendak membuka jam tangannya, tiba-tiba terdengar suara pedagang es krim keliling langganannya yang sering lewat depan kontrakan. Dita langsung mengurungkan niatnya untuk membuka jam, Dita pun langsung bergegas keluar. Sebelum keluar, dia mengambil ponsel, juga uang pada dompetnya lalu melemparkan dompetnya lagi.
Mood-nya mungkin dapat kembali membaik jika sudah memakan es krim.
"Biasa ya, Bang. Satu."
Sementara pedagang itu tengah mempersiapkan, ponsel Dita berbunyi. Ada perasaan aneh saat melihat tulisan Saka. Dita tak bisa memprediksi tujuan Saka menghubunginya.
"Halo, Dita," ucap Saka antusias.
"Iya, ada apa?"
"Sekarang kan libur, kamu ada acara nggak?"
Dita diam sejenak, berusaha memikirkan jawaban yang tepat.
"Sebenarnya aku ada acara sama Rani, tapi dia cancel. Aku udah mutusin mau istirahat aja."
"Kalau aku ngajak keluar sebentar aja, mau nggak?"
"Eh?"
"Aku ke tempat kamu sekarang juga, ya."
"Emang kamu tahu?"
"Ya tahu dong, tengok sini ke belakang."
Dengan cepat Dita langsung menengok ke arah belakang, tapi tak ada Saka di sana, sambungan telepon pun sudah terputus. Dita pikir pria itu sedang membuat lelucon.
Tak lama kemudian, pedagang itu memberikan pesanan Dita. Setelah membayar, Dita bergegas kembali masuk ke kontrakan. Namun, langkahnya terhenti saat seorang pria memanggil namanya.
"Saka?"
Saka tersenyum ke arah Dita yang ada di hadapannya.
"Kenapa ada di sini?" tanya Dita lagi.
"Kebetulan lewat dan nggak sengaja lihat kamu. Lagian aku juga mau minta izin."
"Izin apa?"
"Izin ngajak kamu jalan-jalan, daripada bete gagal keluar sama Rani … mending jalan-jalan sama aku."
Dita tidak langsung menjawab, dia tak mengerti bagaimana cara menjelaskan kalau tak mungkin menerima ajakan itu. walau bagaimanapun Dita adalah wanita yang memiliki pacar. Ini akan menjadi hal yang serius jika Indra menanggapinya dengan pikiran buruk.
"Mau, kan?"
Dita kemudian menggeleng. "Kayanya aku mau istirahat aja, deh."
"Kita cuma jalan, nggak lebih. Lagian aku tahu kamu udah punya pacar, kok. Jadi jangan takut apalagi khawatir."
"Ke mana?" Pertanyaan Dita bagai memberi sinyal baik pada Saka. Kemungkinan wanita itu akan menerima ajakannya.
"Di dekat sini ada pantai. Apalagi cuaca lagi bagus banget, nggak panas dan nggak hujan."
Awalnya Dita ragu. Namun, tak lama kemudian dia setuju, mungkin tak ada salahnya sekadar jalan-jalan bersama Saka. Terlebih Indra juga tidak bisa dihubungi lagi. Dita juga tidak perlu khawatir karena Saka sudah tahu kalau dirinya memiliki pacar.
"Silakan masuk, Dit," ucap Saka sambil mempersilakan Dita masuk ke mobilnya.
Saka mulai melajukan mobilnya pelan, mereka masih saling diam, Dita juga sibuk dengan es krimnya. Tak ada yang mencairkan suasana sampai pada akhirnya mobil Saka berhenti di sebuah parkiran pantai. Mereka keluar dan berjalan menuju keramaian di pantai itu.
Dita tersenyum saat angin sejuk menerpa wajahnya. Ah, sepertinya dia memang butuh refreshing sejenak.
Tentu saja Saka juga tersenyum, senyuman yang tidak bisa diartikan. Tersenyum menatap wajah Dita, menatap mata indah wanita itu. Lentiknya bulu mata yang bergerak karena wanita itu berkedip benar-benar indah dipandang. Senyumannya juga sangat menarik sehingga Saka tak bisa fokus, terus menatap Dita.
Ada apa dengan Saka?