Kadang seseorang tak menyadari betapa sebuah perhatian itu mulanya dari hal yang paling sederhana, mengingatkan sarapan contohnya.
.
.
.
Ponsel yang tak mau berhenti berdering benar-benar mengganggu tidur Dita. Mungkin lebih dari empat panggilan yang ia abaikan, tapi sang pemanggil itu sepertinya enggan menyerah. Justru Ditalah yang akhirnya malah menyerah, ia meraba-raba samping bantalnya. Setelah menemukan ponsel, ia langsung mengangkatnya tanpa melihat nama penelepon terlebih dahulu.
"Halo," sapa Dita dengan suara parau, khas orang baru bangun tidur. Bahkan matanya belum seratus persen terbuka.
"Akhirnya diangkat juga, selamat pagi Andita Sulistyani," jawab seorang pria.
Dita sebenarnya sudah yakin siapa yang menelepon, tapi ia tetap memastikan dengan melihat layar ponselnya. Rupanya benar kalau pacarnya yang menelepon.
"Ya Tuhan, Indra, ini masih pagi banget!"
"Bagaimana tidurmu? Nyenyak dan mimpi indah, kan?"
"Iya, tapi kamu ganggu mimpi indahku."
"Jangan-jangan kamu lupa," ucap Indra yang berhasil membuat Dita duduk meski dengan mata yang belum membuka sepenuhnya.
"Lupa apa?"
"Kemarin kamu cerita kalau Pak Ardi, atasanmu itu…." Indra tak bisa melanjutkan kalimatnya karena saat ini Dita sudah memotong.
"Ya ampun, aku lupa banget! Untung kamu ingetin. Kalau begitu aku mau mandi dulu. Aku tutup teleponnya, ya?"
"Iya, jangan lupa sarapan ya, Dita sayang."
Tanpa menjawab, wanita yang biasa disapa Dita itu langsung mencari handuk dan bergegas ke kamar mandi. Ia baru ingat kalau Pak Ardi, atasannya itu meminta dirinya untuk berangkat lebih awal. Jadi, tak ada alasan untuk bersantai. Dita harus buru-buru berangkat ke kantor.
***
Dita sudah siap dengan skinny pants berwarna hitam, juga atasan kemeja pink yang serasi dengan tasnya. Hal terakhir yang ia lakukan sebelum berangkat adalah nemakai pantofel lalu menyemprotkan parfum beraroma vanilla ke pakaian yang ia kenakan. Setelah memastikan diri semuanya rapi, Dita tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin.
Beberapa saat kemudian tangannya menyerbu kunci motor matic miliknya dan bergegas keluar untuk mengunci pintu kontrakannya. Setelah memasukkan kunci kontrakan ke dalam tas, Dita langsung bersiap memakai helmnya. Baru saja menyalakan mesin motornya itu, sebuah motor datang menghampiri dirinya.
"Pagi, Sayang," sapa Indra dengan senyuman hangatnya. Senyuman yang selalu menjadi favorit Dita. Pria itu turun dari motornya lalu menghampiri Dita. Dita bisa melihat tangan pria itu tidak kosong, melainkan membawa sebuah paperbag.
"Aku baru aja mau berangkat." Dita mengaitkan tali helmnya.
"Oh, nggak apa-apa. Aku cuma mau ingetin kamu sarapan. Pasti belum, kan?"
Dita tersenyum. "Maaf, nggak sempat."
"Nanti pas nyampe kantor jangan lupa sarapan, ya. Dan ini harus sempet. Sarapan itu penting banget tahu," kata Indra sambil memberikan sebuah paperbag pada Dita.
Dita tersenyum lagi. "Makasih, ya. Masak pagi banget dong kamu, Ndra."
"Aku? Bukan aku yang masak."
"Terus?"
"Calon suami kamu."
Dita tersenyum dan berusaha mencubit Indra, tentu saja pria itu berhasil menghindar.
"Ayo berangkat, Sayang. Nanti terlambat," ucap Indra lagi.
"Oke, kamu hati-hati ya, Ndra."
"Kamu juga."
Mereka akhirnya bersiap mengendarai motor masing-masing. Seperti biasa, inilah rutinitas mereka di pagi hari. Meski tak bisa mengantar Dita dalam satu motor, tapi Indra selalu mengantarnya dengan mengawasi wanita itu dari belakang sampai Dita berada di kantornya. Mereka bekerja di kantor yang berbeda.
Saat sudah sampai, Dita menghentikan motornya di depan gerbang. Ia membuka kaca helmnya dan tersenyum ke arah Indra. "Makasih, ya. Ati-ati di jalan," ucapnya.
"Iya, semangat kerjanya ya, Sayang. Aku berangkat," jawab Indra kemudian menutup kaca helm dan pergi menuju kantornya.
Setelah memarkirkan motornya, Dita merapikan tatanan rambut dengan menatap kaca spion. Tiba-tiba sebuah motor tepat berhenti di sampingnya. Seorang pria yang sangat asing tengah membuka helm dan setelah helm itu sepenuhnya terbuka, tampaklah wajah pria itu. Lumayan tampan. Pria itu tersenyum pada Dita dan Dita pun membalas senyuman itu.
Tak lama kemudian, pria itu berjalan memasuki gedung kantor, sementara Dita masih duduk terpaku di motornya.
"Hei, kok bengong di parkiran, sih?" sapa Rani.
Rani dan Dita sudah bersahabat sejak sama-sama bekerja di situ. Sayangnya mereka yang awalnya satu divisi sekarang malah beda divisi sehingga meski satu kantor, mereka jarang bertemu. Paling kalau pagi seperti ini mereka bertemu di parkiran atau siang di kantin saat jam istirahat.
"Pasti itu makanan ala Chef Indra," ucap Rani sambil menunjuk sebuah kotak dalam paperbag.
"Dia bukan chef, Ran."
"Tapi dia pinter masak, keren tahu!"
Mereka saat ini berjalan bersama, tapi begitu sampai lobi mereka berpisah karena beda tujuan.
"Aku duluan, ya. Pak Ardi minta aku berangkat lebih awal nih."
Setelah itu Dita langsung bergegas ke ruangan Pak Ardi yang terletak di samping ruangan kerjanya. Dita mengetuk pintu dengan sangat hati-hati. Baru beberapa kali mengetuk, suara pak Ardi mulai terdengar mempersilakannya masuk. Dita langsung memegang kenop pintu dan membukanya.
Pemandangan tak biasa yang Dita tangkap kali ini karena Pak Ardi tak sendiri, di depannya duduk seorang pria. Dita tidak bisa melihat wajah pria yang duduk membelakanginya. Namun, pria itu seakan tak asing bagi Dita.
"Mari … silakan duduk, Dita," ucap Pak Ardi, tentu saja Dita langsung tersenyum dan duduk di samping pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bahkan Dita sendiri belum tahu apa maksud Pak Ardi mempertemukan mereka di sini.
"Sebelumnya perkenalkan Dita ini Saka dan Saka ini Dita," ucap Pak Ardi yang membuat Dita menoleh ke arah pria di sampingnya.
Saka cukup tampan, hidungnya mancung, bibirnya terlihat merah alami seolah menandakan kalau pria itu bukan perokok. Selama beberapa detik, Dita terdiam.
“Saka," ucap pria itu sambil mengulurkan tangan ke arah Dita.
Dita langsung membalas uluran tangan Saka. "Dita."
"Kalian harus saling mengenal karena kalian akan menjadi partner kerja. Dita, kamu tidak akan sendiri jika ada tugas ke mana pun. Saka akan membantumu, pokoknya kalian harus saling membantu."
Dita baru ingat, ternyata Saka adalah pria yang dilihatnya tadi di parkiran. Pantas saja ia merasa tak asing terhadap pria itu.
"Dita … kamu dengar saya, kan?" tanya Pak Ardi menegaskan.
"Iya, Pak," jawab Dita secara spontan.
"Termasuk tugas ke luar kota Minggu depan, saya percayakan semua pada kalian," ucap Pak Ardi lagi sambil berdiri. Tentu saja Saka dan Dita ikut berdiri.
Pak Ardi menyalami mereka berdua, "Selamat bekerja sama."