Tubuh Andin menjadi kaku usai mendengar apa yang Doni katakan padanya. Dia bahkan tanpa sadar sudah menahan napas sejak tadi, baru kemudian ketika suara klakson terdengar nyaring melintasi jalan depan rumah Doni, dia tersadar. “Tapi—“ Andin mendadak kehabisan kata, tidak tahu apa yang harus dikatakan untuk saat ini pada Doni. Jadi setelah membuka bibirnya, dia menutupnya lagi, seperti itu terus sampai membuat Doni merasa tidak sabar menunggu reaksi Andin. “Ndin?” tegur Doni supaya fokus cewek ini kembali padanya. “Ya?” Namun memang Andin sama sekali belum bisa mencerna semuanya. Oke, Doni lebih baik saat ini tidak mengatakan apapun lagi, karena nanti jatuhnya dia seperti memaksa. Jadi dia kemudian hanya menyunggingkan senyum lalu menggelengkan kepala ringan. “Nggak papa. Lo bisa pikir