Selama beberapa hari baik Andin dan Doni tidak saling bertemu, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Jika bertemu pun hanya dalam konteks berpapasan, Andin tersenyum pada Doni, tapi Doni masih merasa canggung untuk kemudian menyapa balik Andin. Padahal dia harus minta maaf soal dia yag berbicara ketus pada Andin sewaktu dia mengantarkan pulang guru les Sinta ini.
Andin sibuk dengan eskul lukis yang kemudian akan membuat acara di sekolahnya bekerja dengan sponsor juga mendatanggakan pelukis yang sudah memiliki ‘nama’. Lalu juga dia masih harus membimbing adik dari Doni untuk mengikuti lomba yang akan minggu depan diadakan. Tapi dalam kurun waktu seminggu ini dia tidak melihat Doni di rumahnya sendiri ketika dia datang mengajar Sinta.
Selain itu Andin juga tengah membantu seorang teman kelasnya yang kerap memintanya untuk menggambar komik yang hanya selesai dalam satu atau dua bidang gambar. Andin menggambarnya dengan menggunakan pulpen di atas kertas HVS yang diberikan temannya itu. Temannya itu juga membelikannya pulpen dengan ujung tipis untuk menggambar.
“Gambar lo emang bagus, Ndin! Suka banget juga gue sama ide-ide lo!” puji temannya ini pada Andin.
“Hahaha... syukur kalau kamu suka. Aku mendadak hilang ide beberapa hari ini, Nca,” balas Andin pada temannya yang bernama Panca ini.
Panca menganguk-anggukkan kepalanya. “Tapi tetep bagus hasilnyaa,” katanya.
Andin hanya tersenyum lalu lanjut fokus menggambar karena masih butuh penyelesaian. Gambar komik yang dia buat bertema tetang serba-serbi kehidupan sekolah saat SMA, yang dia sendiri kadang ragu untuk menggambarnya karena dirinya tidak tahu betul seperti apa. Karena dia tidak memiliki banyak teman, tidak pernah pergi jalan-jalan atau sekadang nongkrong di cafe-cafe seperti teman-temannya. Semua ide ini hanya dari modal mendengarkan percakapan teman-temannya ketika dia duduk di sekitar mereka, bukan pengalamannya sendiri.
Mungkin ini seperti mencuri pengalaman orang lain tanpa izin, tapi Andin tidak tahu harus bagaimana jika bukan dari situ sumber informasinya.
***
Pulang sekolah hari ini Andin kembali menuju rumah Doni untuk memberikan les pada Sinta. Karena lomba sudah akan diadakan dalam waktu dekat, jadwal les menjadi bertambah. Bukan keinginan orang tua Sinta, melainkan Sinta sendiri. Andin senang saja jika kemudian murid lesnya ini sangat bersemangat untuk mengerjar apa yang dia ingin capai.
Sampai di halaman rumah Doni, Andin memarkirkan sepedanya di bagian pinggir supaya tidak menghalangi mobil atau motor pemilik rumah memasuki garasi. Saat itu juga suara motor terdengar memasuki rumah ini dan seorang dengan seragam SMA terlihat mengendarai motor tersebut. Andin sudah bisa menebak kalau itu Doni.
Andin menunggu Doni yang tengah melepas helm lalu turun dari motor hitamnya yang besar. Dia ingin menyapa Doni selaku penghuni rumah ini.
“Hi, Don!” sapa Andin pada Doni yang berpapasan dengannya sebelum menuju teras rumah.
Awalnya Doni agak canggung melihat Andin sepertinya sedang menunggui dia turun dari motor, apalagi sekarang menyapanya juga. Tapi apa boleh buat, dia juga harus menyapa balik Andin kalau begitu.
“’Hi, kok lo di sini?” tanya Doni tapi kemudian dia segera meralat kalimatnya yang agak kurang sopan. “Maksudnya kenapa lo di sini saat bukan di jadwal les?”
Karena sudah beberapa waktu berlalu, dia jadi ikut hapal kapan saja Andin akan datang ke rumah ayahnya ini untuk mengajari adik tirinya.
“Iya... mmm Andin minta untuk diajarin lebih banyak soal menggambar, jadi dia minta aku datang lebih sering,” jawab Andin. Mereka kini jalan bersama-sama menuju ke dalam rumah besar yang didominasi warna putih ini.
Kepala Doni terangguk mengerti. “Terus gimana sama ayah lo kalau jadwalnya berubah gini?” tanya Doni yang ingat soal ayah Andin yang sakit dan sangat butuh perhatian lebih.
Andin termenung dan merasa haru. Dia baru saja mendangar kalimat yang tidak pernah sekali pun Andin dengar dari teman sekolahnya selama ini tentang ayahnya. Karena memang juga tidak banyak teman sekolahnya tahu soal keadaan ayah Andin. Tapi pertanyaan Doni ini....
Sangat membuatnya tersentuh dan meraa ada seorang yang mengkhawatirkannya. Tapi kemudian Andin segera mengenyahkan perasaan yang mulai merembet pada sesuatu yang tidak seharusnya dia rasakan.
“Oh kalau itu aku juga udah masih tahu tetanggaku untuk minta tolong dijagain,” jawab Andin yang menjawab tuntas pertanyaan Doni.
Setelah percakapan singkat itu Doni pamit untuk masuk ke kamarnya dengan sangat canggung, hanya dengan gestur karena dia tidak tahu harus mengatakan apa pada teman sekolahnya ini. Dia juga lupa lagi untuk meminta maaf pada Andin, Doni pun memutuskan untuk mencobaa dilain waktu saja.
***
Doni merasa harus setelah melakukan olahraga ringan di kamarnya karena mendadak badannya sakit semua setelah tidur siang. Mungkin karena dia terlalu sibuk akhir-akhir ini dan makannya sangat kacau, penuh dengan rasa pedas, tubuhnya mulai memberontak.
Dia berjalan menuruni tangga dan melihat kalau Andin sedang duduk beralaskan karpet tebal di ruang tengah sedang mengerjakan sesuatu, seperti menggambar karena gerakan tanggannya bukan seperti sedang menulis. Dia tidak melihat keberadaan Sinta sampai kemudian dia mendengar suara adik tirinya itu memanggil dari arah kamarnya, membuat Andin bangkit dari duduknya untuk mengikuti Sinta.
Langkah Doni lanjut menuruni tangga setelah Andin sudah tidak ada di ruang tengah karena Doni masih merasa canggung jika harus berpapasan denngan Andin lagi di rumah ini. Tapi karena penasaran dengan apa yang Andin lakukan, Doni pun menghampiri meja di ruang tengah itu untuk melihat lebih dekat.
Dia bisa melihat ada gambar yang dibuat seperti komik dan masih belum selesai betul. Namun saat ini mata Doni justru membulat kala mengetahui apa yang baru saja dilihatnya. Dia baru saja menyadari sesuatu dari gambar yang dilihatnya ini. Doni segera mengambil ponselnya yang ada di saku celananya lalu membuka aplikasi i********:.
“Kabarsekul... kabarsekul...,” gumam Doni seraya memainkan jari-jarinya di atas layar ponsel pintarnya. Raut wajahnya berkerut serius sampai tidak menyadari kalau Andin dan Sinta sudah berjalan menghampiri posisinya berada.
Sinta tersenyum lebar menghampiri kakak tirinya yang lebih jarang dia lihat ketimbang Andin. “Abang!” pekik Sinta dengan suara riangnya. Hal itu segera menyadarkan Doni dari apa yang dia lakukan.
Doni mendongakkan kepalanya lalu matanya langusng bertemu pandang dengan Andin yang juga tengah melihatnya. Teman sekolahnya ini tampak sedang menggandeng tangan Sinta.
“Hai, Don. Butuh bantuan?” tanya Andin karena sedari tadi Doni hanya diam lalu melihatnya penuh tanda tanya juga.
Doni langsung tersadar karena tadi dia termenung sambil berpikir soal gambar yang dibuat Andin. Tangannya kemudian teracung menunjuk kertas putih yang dicoret-coret oleh Andin. “Ini elo yang gambar?” tanya Doni kemudian.
Andin menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Doni lalu menganggukkan kepalanya. “Iya, aku yang gambar,” jawabnya.
Mata Doni sempat membulat karena terkejut lalu bertanya lagi untuk memastikan sesuatu. “Elo gambar sendiri atau ada orang lain juga yang bantuin elo?” tanya Doni lagi.
Meski sempat bingung dengan maksud pertanyaan Doni, tapi Andin menjawabnya dengan santai. “Iya... ini aku gambar sendiri.”
“Lo yakin?” tanya Doni yang makin membuat Andin bingung.
“Yakin... memangnya kenapa ya? Apa ada yang salah?” giliran Andin yang bertanya.
Doni menggelengkan kepalanya. “Enggak papa... cuma tanya aja karena... gambarnya bagus,” jawab Doni. Dia juga sedikit bingung dengan jawaban Andin tapi dia memilih untuk tidak melanjutkan rasa penasarannya.
“Gambar kak Andin emang bagus, Bang! Aku juga suka minta gambarin bunga sama kak Andin,” celetuk Sinta, ikut nimbrung kala Doni memuji gambar guru lesnya.
Sedangkan Doni langsung canggung begitu Sinta mengajaknya bicara di depan orang lain. Dia tidak ingin membalas, tapi ada Andin di antara mereka.
“Hmm... nanti kamu harus banyak belajar dari kak Andin supaya gambarmu juga bagus,” balas Doni yang kemudian segera menuju dapur untuk memenuhi tujuannya tadi saat memutuskan keluar kamar.
Tapi saat di dapur, dia kembali berpikir soal gambar Andin dan pengakuan yang dibuat teman sekolahnya ini.
“Kenapa dia keliatan santai banget waktu orang lain tahu dia yang ngegambar itu?” gumam Doni sembari melihat sebuah akun i********: dengan nama @kabarsekul.