Membuka

1130 Kata
Jam istirahat, makanan kesukaanku sudah ada di atas nampan berwarna coklat ini. Saat-saat seperti ini mataku harus jeli melihat bangku yang kosong karena penuhnya kantin. Mataku fokus mencari, tak jauh aku melihat ada bangku kosong dan segera menuju tempat itu dengan semangat. Mataku terus fokus pada kursi tersebut tanpa memperdulikan orang di sekitarku. Sebuah tangan memegang kerahku, menyeretku ke kursi tiba-tiba. Ia mendudukanku di kursi bersebelahan dengannya yang membuat aku merasa seperti anjing peliharaannya saja. Aku pun menaruh makananku diatas meja seperti tidak terjadi apa-apa. Rasa emosi sepertinya menyelimutiku seperti kabut hitam yang sangat tebal. Tapi, lagi-lagi aku tertahan karena dia adalah Bosku. “Apa kamu udah punya jawaban yang tadi?” “Ah, semua ini hanya karena pertanyaan tadi?” jawabku jutek. “Emangnya aku harus memaksa kamu duduk bareng aku karena apa?” teriaknya sangat kencang. Merah wajahnya saat ini tidak menghentikan dia untuk menyendok nasi dan memakannya. Matanya masih menatapku menunggu jawaban yang akan aku berikan. Seriusnya dia untuk mendapatkan jawanban membuat aku panik karena dia berteriak sangat kencang. Membuat seisi kantin menatap kami. “Baiklah-baik. Jawabannya aku gak tau” ucapku lirih sambil memohon agar dia tidak berbicara keras lagi. Buk. Dia memukulku kepalaku dengan tangannya yang besar. Bibirku langsung manyun, tanganku mengelus kepalaku yang terkena dengan pukulannya “aw, kenapa?” rengekku sambil meringis kesakitan. Aku benar-benar gak ngerti jalan pikirannya saat ini. “Aku nunggu jawaban dari tadi siang dan sekarang cuma di jawab gak tau!” ucapnya kesal. “Apa kamu gak tau betapa sibuknya aku?” ia mengacung-ngacungkan sendoknya padaku. “Pak Khana, hubungan itu up n down yang menentukan anda sendiri bukan saya. Mana aku tau lagi pula menurutku dia cukup mencintai Bapak jadi, apa ada masalah lagi?” tanganku memasukan sendok yang berisi nasi yang dari tadi nganggur karena mendengar ocehan bosku yang lagi frustasi. Berfikir sejenak “kadang aku terlalu posesif atau kadang aku terlalu diam. Aku gak ngerti bagaimana bisa membuat dia bahagia? Maksudku dia selalu membuat aku bahagia tapi, aku selalu membuatnya kesal tapi, aku tidak bisa menahan diri” nada suaranya terdengar sangat tidak bersemangat. Wajahnya tertunduk. Makan lebih perlahan. Mendengarkan dia bercerita panjang kali lebar seperti itu aku jadi merasa ikut sedih. Bilang kalau dia posesif iya tapi terlalu diam? Aku pun cuma bisa menatapnya dan mencoba membuka otakku untuk berfikir. Tangan kecilku meraih tangannya dan menggenggamya dengan erat mencoba meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. “Dia tau dia terlalu berkerja keras, terlalu sibuk, kadang terlalu mengabaikanmu tapi, dia juga menyempatkan menjemput Pak Khana, makan malem bahkan menerima telpon di sela-sela kesibukannya. Apa lagi yang membuat kalian cukup?” “Tapi, dia selalu saja sibuk bahkan saat aku berduaan dengannya dia selalu saja mendapatkan panggilang telpon” Berlahan aku menarik tanganku walau pun, genggaman tangannya terasa tidak ingin dilepaskan. Tapi, terlalu lama memegang tangannya tidak bagus untuk hubungan kita berdua. “Bukannya itu semua perkerjaan? Apa dia pernah komplain dengan Pak Kha saat mendapatkan telpon dari kantor” ia hanya menggelengkan kepala “dia berusaha menghargai Bapak, lagian Bapak juga udah ngeliat semua chatnya dia jadi, kenapa masih ragu?” “Benar juga?” wajahnya terlihat ragu tapi bibirnya tersenyum lebar. “Aku pernah melihat Bapak telpon bahkan sering awalnya aku pikir kerjaan tapi, cara ngomong Bapak beda banget. Aku jadi tau kalau itu pasti orang specialnya bapak” “Aku senang punya temen seperti kamu” wajahnya kembali bersemangat. Aku lega melihatnya seperti itu karena itu berarti aku sudah keluar dari masalah. Sekarang dia baru memuji aku, dari kemarin kemana aja dia. “Apa kamu punya kisah cinta?” Tek. Sendokku terlepas dari tanganku, tubuhku membatu, tiba-tiba rasanya jantungku sangat sesak. “Hahaha… aku gak ada” jawabku sambil tertawa yang sangat dipaksakan, aku juga tidak tau otakku sedang ada dimana sekarang. “Vi, air matamu keluar” “Hahaha” tanganku mencari tisu dilangsung mengelap wajahku. “Ah, perutku sakit aku mau ke toilet dulu bye” kaburku meninggalkannya sendirian. Dengan terhuyun-huyun aku berjalan menuju ke kamar mandi, rasa sakit ini membuat aku tidak bia mengontrol diriku sampai kakiku pun terasa sangat lemas. Sakit sekali aku tidak kuat. Ini benar-benar mematahkan seluruh tulangku. “Sial kenapa ia harus menanyakan hal itu padaku. Seharusnya semua itu aku kubur dalam-dalam” pikirku. -o0o- Di kamar mandi. Aku sedang cuci muka. Merapikan dandananku. Setelah lebih dari 5 menit aku jongkok di kamar mandi sendiri menahan rasa sakit yang sangat menusukku. Aku terus memegangi dadaku, rasanya ada berbagai macam pedang yang menghujam jantungku saat ini. Membuat aku ingin mengerang sekeras-kerasnya karena sudah tidak tahan lagi. Wajahku basah begitu juga sebagian bajuku. Aku mencuci muka terlalu keras. Hingga air dari kran membasahi wajahku, baju bahkan lantai kamar mandi. Seorang wanita betubuh gempal seperti baby monster dengan lipstik merah, juga dress polkadotnya masuk ke toilet. Melihat gaya dandannya seperti era 70’n membuat aku geli sendiri. Mungkin pemandangan yang aneh ini bisa membuat aku bahagia. Walau pun bukan dalam hal yang bagus tapi, setidaknya lukaku sedikit tenggelam karena masalah lainnya. “Ah, apa kabar Savi?” ucapnya nyinyir. “Baik, gimana Bu, Risa?” ucapku manis di bibir. Di hati; “aku ingin menenggelamkan dia di toilet sekarang juga” “Ah, masih inget nama gue. Kirain udah lupa. Ohya, gimana lu bisa deket sama Pak Khana? Pasti lu pelet dia ya? Perasaan muke lu biasa aja?” ucapnya. Terpakuku dengan pertanyaannya ia mendekatiku hingga aku menempel tembok “Ngomong!” wajahnya berubah menakutkan. “a***y nie ibu-ibu ngomongnya mak jleb banget, lidahnya bener-bener kayak silet” pikirku. Terdiamku melihat dia melakukan itu semua. Mudah bagiku untuk menyerangnya cuma… aku gak gak menambah masalah hidup. Na masuk dengan sangat terburu-buru kedalam kamar mandi, langsung menuju ke bilik toilet. Mataku sempat melihatnya dari kaca, ia terlihat sedikit kaget dengan pose kami saat ini. Wanita gendut yang menghimpitku ini mulai membuatku tidak bisa bernafas dengan baik. Tenagaku tidak cukup untuk mendorongnya. Mungkin karena efek tadi. “Aku cuma ngebantuin Pak Khana. Lagian dia yg milih aku kenapa Bu Risa yang kesal” aku berusaha menjelaskan. “Oooh, sekarang udah pinter banget jawab ya! Dia milik gue tau!” tegasnya. Aku sedikit bingung. Melihat badannya yang gempal, dalam hati aku berkata; “Ya, kali dia mau sama elu. Walau pun normal ya, agak-agak lah!” “Eh, ngeliatin gue lagi. Berani lo sama gue! Sombong lu udah naik jabatan!” ucapnya lebih emosi lagi. Tangannya sudah mulai menunjuk-nunjuk kepalaku. Jarinya yang besar sangat kuat seperti samson. Bibirku terus mencoba untuk tersenyum agar situasi tidak bertambah buruk namun, sikapnya sangat menyebalkan membuat aku tidak tahan. Wajahnya mau pun ludahnya yang menyembur saat memaki semakin membuat aku jijik. Na keluar dari kamar mandi, tersenyum kepada kami. Ia mungkin berusaha mengabaikan aku tapi, melihat Si gendut menempelkan d**a besarnya ke aku yang membuat aku kembali merasa jijik. Dalam kebimbangannya si gadis imut itu mencoba tersenyum dan memandang kami seperti dalam permainan yang bodoh. “Eh, ada apa nich Bu Risa n Kak Savi?” ucapnya sopan. “Gak papa” si kulkas 2 pintu ini pun mundur sehingga aku bisa kembali bernafas dengan normal. Aku langsung cuci tangan “Ah, kalo butuh bantuan Bu Risa bisa minta tolong sama saya” berbisikku “untuk PD KT sama Pak Khana” langkahku menjauh meninggalkan mereka dengan pemikiran mereka sendiri. Haaah Lega. Akhirnya aku keluar juga dari kamar mandi. Mata Na entah kenapa menatapku seakan-akan ingin merangkulku. Itu sangat mengesalkan karena itu tidak akan berjalan dengan baik untuk orang sepertiku. Aku survivor dan akan selalu survive untuk semua kehidupan yang aku jalani.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN