Tenang

959 Kata
Berangkat kerja, seperti biasa. Pagi ini kami meeting dengan klient; tubuhku menjalankan apa pun yang di perintahkan oleh Pak Khana. Aku hanya duduk, memberikan semua yang dibutuhkan. Lalu, mengakhiri semua dengan diam. Sementara Pak Khana menjelaskan semuanya dari awal sampai akhir dengan sempurna. Ia terlihat sangat tegas walau pun, wajahnya yang manis itu sangat tidak cocok dengan keperibadiannya saat ini. Saat kami meeting dengan klient, aku melihat beberapa dari mereka suka sekali menggoda Pak Khana. Gak perduli bagaimana pun pria semanis itu pasti sangatlah menjadi incaran para gadis. Kadang itu membuat aku geli sendiri melihat wanita bisa seagresif itu padanya. Dari wanita yang hanya menawarkan minum sampai wanita yang ingin mengajaknya dating. Ia berusaha terlihat  profesional. Yang terburuk adalah dengan sikapnya itu para para wanita itu semakin ingin menerkam Pak Khana. Seusai meeting, mereka pergi dengan tanda tangan kontrak yang besar di file. Kami sangat senang. Mungkin dia terlihat manis, imut, dan lugu. Tapi, saat sudah menjelaskan sesuatu dia akan sangat teliti. Masih dalam ruangan meeting, ia menyandarkan tubuhnya ke kursi, tersenyum lega dan merasa puas dengan yang telah ia lakukan hari ini. Sementara, aku merapikan ruang meeting. Tidak banyak yang aku lakukan memang, entah kenapa aku merasa sedikit berguna di perusahaan ini. Tidak tau ini karena tanda tangan itu atau yang lainnya. Rasa senang dalam hatiku tidak bisa ditutupi. Hpnya berbunyi memecah keheningan ruangan ini. Wajahnya kembali bersemangat saat mendapatkan pesan dari hapenya itu, dengan cepat ia langsung membalas chat tersebut. Akhir-akhir ini dia seperti maniak hp. Aku tidak perduli cuma kadang aku jadi, bingung saat ingin pamitan, atau mau melakukan sesuatu dengan ijinnya. “Apa ada lagi Pak?” tanyaku berlahan; mencoba mendapatkan perhatiannya. Ia melihat ke arahku “Ah, gak ada. Kamu bisa meninggalkan ruangan ini. Ohya, makasih aplikasinya berjalan dengan baik” ia terdengar lebih semangat kali ini. Aku lega moodnya sedang baik kali ini “terima kasih kembali” ucapku manis. Langkahku menjauh darinya tapi, saat aku akan meraih gagang pintu… “Vi” Suara panggilan itu menghentikan tanganku. Berbalik menghadap pria yang sedang duduk dengan sombongnya, kaki kirinya ia tumpuk ke kaki kananya, matannya menatapku dengan wajah yang sangat serius dan juga angkuh. Tidak mengerti kenapa dia harus selalu meninggikan kesombongannya. Tidak ada gunanya karena aku menganggap itu hanya cara yang digunakan seseorang untuk menunjukan kekuasaannya bukan martabatnya. Senyuman manis terukir diwajahku, bibirku berkata; “Ada apa Pak?” tanyaku lembut. Padahal sebenarnya dihatiku tandukku sudah keluar. “Apa kamu mau naik pangkat?” tanyanya serius. Terkejut dengan hal itu aku pun mendekatkan diriku padanya. Meyakinkan diri bahwa tidak ada masalah dengan telingaku. “Weih? Jadi apa pak?” jawabku ledekku. “Sekertaris gue!” Mendengar perkataanya alisku langsung mengkerut, tubuhku menjauh darinya, sambil menelanludah aku berkata; “kan ada Mba Dea?” ucapku heran. Biasanya yang seperti ini mencurigakannya 1000 kali lipat. Aku gak mau sampai terjebak oleh permainannya yang selalu saja menjadikan aku kambing hitam dalam setiap perkerjaannya. “Dia kayaknya bakal lebih banyak ngurusing yang solo dari pada yang disini” terangnya. Ia menaikan alisnya “Bagaimana?” tanyanya lebih serius lagi. “Hmmmm” gaji besar memang menyenangkan tapi, Pak Khana sangat membenci aku. Bagaimana aku bisa menghandle dia? Pikirku keras. “Aku butuh Sekretaris baru” wajahnya semakin serius. Melihatku yang meragu mulai menepiskan kesombongannya. Mungkin ia berfikir kalau aku akan langsung menerima permintaannya itu. Melihat attitudenya yang buruk siapa yang mau coba? “Auk butuh waktu untuk hal ini, pak” wajahku memelas agar dia berbaik hati, dan tidak membulyku. Dia terdiam sejenak melihat tidak ada reaksi sama sekali dariku. Berlahan bibirnya mulai terbuka dan berkata; “3 hari lagi Dia akan pergi ke solo jadi pastikan sebelum hari ke-3 aku udah tau jawabannnya!” telunjuknya mengetuk-ngetuk meja, matanya menatapku seperti memberi peringatan keras padaku untuk tidak menolaknya. “Baik pak” ucapku dengan sangat meyakinkan. Pergi meninggalkannya sendiri dengan semua keangkuhan and ancamannya terkunci didalam ruangan meeting, tidak menambah minatku untuk menjadi sekertarisnya sama sekali. Sempatku menoleh untuk memastikannya keseriusan permintaannya namun, ia keluar dengan wajah yang sangat santai dan bahagia. Otakku berfikir kalau kenaikan pangkat itu bukan hal yang serius. Aku pun kembali berkerja, dan menganggap semua itu adalah angin. -o0o- Sepulang kerja, melihat Pak Khana berdiri di depan pintu tidak seperti biasanya. Sendiri menunggu sesuatu dengan wajah yang penuh bahagia sambil memukulkan tas hitam yang ia genggam ke lututnya berkali-kali. “Anak TK yang make jas” pikirku Dia seperti uke yang menunggu semenya. Mukanya itu menggemaskan sekali. Tanganku pun dengan semangat merekam kejadian ini. Tak lama mobil berwana putih datang, berhenti tepat dihadapannya. Seperti sudah mengetahui siapa yang datang, ia langsung menunjukan wajah manis, imut, penuh bahagia bahkan sebelum mobil itu berhenti. Tanpa basa-basi ia langsung masuk, dan pergi berlalu. Hape yang sedang sibuk merekam mereka, aku matikan karena mereka sudah berlalu. Dengan berat hati aku memasukan hapeku kedalam tas. Tak lama ojekku datang tak lama setelah mereka pergi. Kami pun melesat pergi dari kantor menuju gubuk kecilku yang berukuan extra mini. -o0o- Didalam kamar saat aku sedang menikmati keindahan kasurku. Sebuah suara menghancurkan gendang telingaku tepat dari rumah sebelah. Sebuah perkelahian terdengar sangat jelas diiringi dengan tangisan yang mengharu biru. Perkelahian ibu dan anak itu terjadi setiap harinya. Mereka bisa menghabiskan 1 malam penuh untuk sebuah teriakan dan tangisan. Terdengar jahat tapi, aku senang mereka berkelahi setiap hari. Berharap mereka akan terus seperti itu selama aku disini.  Perkelahian mereka yang sangat dramatis. Kadang membuat aku mengingat orang tuaku sendiri. Mengenang sesuatu yang aku tidak mengerti. Mengapa aku tidak dimengerti? Hanya dengan kipas yang sibuk menggeleng-gelengkan kepalanya, aku menikmati malam. Bayangan tentang Khana yang sangat menggemaskan tadi benar-benar melekat di kepalaku hingga membuat aku senyam-senyum sendiri. Tidak ada film yang bisa aku tonton akhir-akhir ini karena tidak ada film terbaru. Aku juga sedang bosan menonton film tersebut karena ada yang live kenapa harus yang fake. Hahaha. Sambil mendengar sebuah dendang lagu, tubuhku menghilang diantara tumpukan bantal yang begitu banyak. Panggilan telpon yang kembali berbunyi terus menerus tanpa henti saat aku tidur, benar-benar tidak terdengar olehku. Maafkan aku jika kita tidak bisa bersama. Maafkan aku jika kita berbeda. Aku berharap semuanya akan menjadi baik-baik saja pada keesokan harinya. Bukan Tuhan yang menyakiti kita tapi, kita yang menyakiti dirikita sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN