Jabatan Baru

1594 Kata
Jam 8 pas, aku sampai di dalam kantor. Berjalan menuju mejaku yang ada di ujung belakang semua staff. Sambil menikmati segelas kopi tanganku yang satunya sibuk membaca beberapa note sudah ada di mejaku, sepertinya aku harus sudah mulai berkerja sekarang. Ku sandarkan punggungku pada kursi, menarik nafas panjang sebelum mengejarkan tugas. Tanganku meraih file paling atas yang ada di mejaku. Aku mulai mengeceknya satu persatu sambil mengigit jariku. Beberapa hari yang cukup berat membuat aku merasa lelah bahkan saat hari belum dimulai. Beberapa kesalahan muncul saat mataku mengecek berkas tersebut. Tanganku meraih gagang telpon namun, tepat saat aku akan mengangkat gagang telp, telponku berdering. Kepalang tanggung aku pun mengangkat telpon tersebut. “Halo, Savi dari bagian administrasi disini” [“Datang ke ruanganku sekarang juga!”] tegasnya. Terkejut dengan nada suara yang asing, aku langsung terbangun dari lamunanku. Suara yang terdengar kasar itu membuat aku berfikir siapa mahluk yang ada diline “Ah, ini siapa?” tanpa menjawab pertanyaanku orang yang ada di line menutup telpon dengan kasar. Mataku terpaku pada gagang telpon tersebut “Orang ini gak sopan banget langsung marah-marah. Udah gitu gak mau ngasih tau identitasnya terlebih dahulu lagi” gumamku. Aku yang kebingungan dan kesal hanya menggeleng-gelengkan kepala. tanganku kembali menempatkan gagang telpon tersebut pada tempatnya. Tidak ingin dibuat pusing oleh masalah ini otakku kembali fokus pada kerjaanku. Tapi… BUK! Sebuah tumpukan kertas dipukul keatas mejaku dengan sangat keras. Tanganku reflek menutup telinga, mataku terpejam karena terkejut. Ia kembali memukulkan file tersebut keatas meja. Mata bulatku mencoba mengintip siapa yang berani-berani merusak pagi indahku. Sebuah wajah yang merah dengan mata melotot mengejutkan aku. “Haaaaah” teriakku tanpa sadar. “Kenapa teriak begitu, emangnya gue hantu apa.” ucapnya lebih kesal lagi “Kan gue yang kesel kenapa lu yang teriak?” Aku pun langsung berdiri tegap “Maaf, Pak.” ucapku terus berulang. “Masih mau nanya gue siapa.” suaranya terdengar akan membunuhku. Formalitas bos dan bawahan langsung menghilang berubah seperti preman dan korban. Beberapa orang yang melihat kejadian memalukan ini tertawa lepas, aku semakin kesal dan hanya bisa menunduk karena, tidak mau menambah masalah. Aku sedang gak punya ide saat ini, tidak tau harus ngeles apa sekarang “ah, ma-ma-af Pak Khana” jawabku terbata-bata. Aku mencoba menarik nafas untuk meng-clearkan otakku dari tumpukan beban yang baru datang ini. “Hapus file yang waktu itu!” ucapnya ketus. Ia memberikanku 3 hp yang sama saat aku menginstal aplikasi waktu itu. Menatapnya aneh, tiba-tiba aku menjadi ‘mode dewasa’ aku meng-uninstall aplikasi yang beberapa hari yang lalu aku instal di hpnya. “Kepercayaan bukan seperti file ini yang bisa ditanam dan di cabut. Kalo Bapak percaya dia dan dia bisa di percaya so, gak perlu lagi keraguan” petuahku sambil memberikan hp tersebut dengan senyuman yang tulus. Wajahnya kembali memanas, uratnya kembali menegang lebih buruk dari sebelumnya. Ia menatapku sinis membuatku ketakutan setengah mati. Tangannya menarik kerah bajuku hingga mata kami saling bertemu. Tatapan matanya yang tajam membuatku terpaku “orang perlu bukti!” tegasnya. Tanganya mendorongku hingga jatuh ke kursi. Dengan cepat tanganku langsung merapikan kerahku berantakan. Jantungku berdetak kencang saking ketakutannya. Ia terdiam menatapku sekitar 10 menit tanpa sepatah kata pun. Kelakuannya membuat wajahku celingukan gak jelas. Melihat aku yang tidak bereaksi ia pun menghela nafas dan berkata; “Jadi, apa kamu mau jadi sekertarisku?” pertanyaannya terdengar lebih serius meskipun tangannya sedang sibuk memasukan hpnya kedalam kantungnya. “Ah, aku lupa gak mikirin itu pak” jawabku sambil menggaruk kepala. Tanpa sadar 3 hari sudah berlalu, pertanyaan yang sangat simple itu tak pernah sekali pun teringat lagi di pikiranku. Aku menganggap cara tersebut adalah caranya ia gunakan untuk membuliku saat Pak Khana sedang emosi. “Ini udah 3 hari dan Dea mulai hari ini gak ngantor disini. Jadi?” ia memukulkan tangannya ke mejaku dengan sangat keras, badannya sedikit membungkuk karena dia terlalu tinggi, dan serangan terakhirnya adalah menatapku dengan sangat tajam kemana pun mataku bergerak. Dengan jelas di dahinya tertulis ‘KALAU KAMU TIDAK MAU, RASAKAN SENDIRI AKIBATNYA!!!’ Tubuhku membatu. Hatiku menangis, bingung mau jawab apa. Berlahan mencoba menatap wajahnya lembut. Tanganku meraih bahunya, menenangkan emosinya. Semakinku tatap wajahnya semakin serius. Ludah penuh penderitaan pun harus aku telan sebelum mulutku mengawali sebuah kata “A…” “Baik, cepat bereskan meja kamu dan pindah ke meja depan ruanganku. 1 lagi jangan lambat aku gak suka itu. Keong!” Belum sempat aku mengatakan apa-apa tapi, dia sudah memotong pembicaraanku dan melempariku dengan perkataan yang bahkan aku tidak bisa merangkainya. Mulutku menganga seperti orang bodoh yang baru pertama kali masuk ke sebuah kantor. Kata-kata anehnya itu masih terus saja berdengung di telingaku menghilangkanku dari yang namanya fokus. Semua barangku dipindahkan ke meja didepan ruangannya oleh beberapa OB yang tiba-tiba muncul. Otakku masih tidak dapat memasuki apa yang bosku pikirkan. Ketika kesadaranku kembali, otakku akhirnya memahami apa yang dia katakan barusan “aaaaaaaaaaaaaaaa” teriakku terkejut. -o0o- Hari pertama menjadi sekertarisnya, aku sempat merasa sangat canggung walau pun kerjaannya hampir tidak jauh berbeda dengan yang aku lakukan setiap hari. Hmmm…. aku memang sekertaris semua orang. Setiap kali aku membuka pintu ruangan Pak Khana jantungku selalu berdegup kencang karena ekspresinya yang menakutkan yang hanya ia tunjukan padaku itu. Pintu kayu dengan lubang kaca buram disebelah gagang pintu, aku ketuk. Memastikan mahluk yang didalamnya mempersilahkan aku masuk dengan hati yang ikhlas dan lapang d**a. “Masuk” ucapan yang dinanti pun akhirnya terdengar. Mendengar suara itu muncul, baru hatiku kuat untuk menggerakan tanganku meraih gagang pintu. Kakiku dengan sangat berat memasuki ruangan yang penuh dengan aura iblis berwajah malaikat ini. Melihatnya yang sedang sibuk dengan telponnya tapi, matanya fokus menatap berkas yang ada ditangannya. Memaksakan senyuman padanya yang bahkan diabaikan. Tumpukan file yang ada di tangan aku ulurkan keatas meja kemudian segera keluar dari ruangan tersebut. Sudah ada note diatas semua file yang ia minta jadi, aku tidak perlu berbicara banyak padanya. -o0o- Jam istirahat, aku duduk dikantin menikmati makanan sendirian. Entah kenapa semua orang tiba-tiba menjauhiku. Rasa empatiku yang mimim membuat hal ini tidak berpengaruh. Aku bahkan tidak menyisakan 1 butir nasi pun. Setelah selesai makan aku langsung pergi menuju meja kerjaku. Kemabli melakukan aktivitasku sebagaimana biasanya. Bagi beberapa orang makan sendirian adalah hal yang sangat menakutkan karena berarti dia diabaikan dan lain-lain tapi… selalu diperintah orang lain juga perkerjaan yang menumpuk selalu membuat aku makan sendirian. Sebenarnya tidak ada yang berbeda denganku. Saat ini semua teman-temanku yang biasa menyapa tidak ada satu pun dari mereka menyapaku lagi. Seberapa aku gak perdulinya tetap saja ada perasaan sedikit tidak nyaman. Kenyataannya, tidak ada yang bisa memaksakan sebuah pertemanan. Apa aku benar-benar punya teman sebelumnya? Kembali sibuk mengerjakan perkerjaanku. Setelah jam makan siang Pak Khana keluar kantor, semua berkasnya sudah menumpuk di mejanya. Jam sudah menunjukan pukul 5 jadi, aku sms Pak Khana untuk ijin pulang. Terdiamku menanti jawaban dari Pak Khana aku pun hanya memainkan hapeku. 15 menit berlalu, sampai akhirnya aku mendapatkan jawaban darinya. Dan saat aku membuka pesannya… “Nunggu jawaban gue ya?” sontak jawaban menyebalkan membuat aku naik pitam. Tidak perduli dengan ijin yang ia berikan aku langsung pulang. Punya bos gila kayak dia ampun dah. -o0o- Hari terus berlalu, aku mulai terbiasa dengan perkerjaanku. Mendengar gosip hari ini ada karyawan baru yang akan berkerja sebagai penggantiku. Aku belum sempat melihatnya tapi, ya sudahlah ya. Gak penting juga. Pak Khana terlihat sibuk sekali hari ini bahkan, ia benar-benar tidak mau dinganggu oleh siapa pun. Duduk manis, dan melakukan perkerjaan dengan baik. Hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang ini. Pak Khana memanggilku melalui sambungan telpon, dengan sigap aku pun langsung menemuinya keruangannya. Melihat kepalanya terlihat seperti ditimpa oleh batu besar membuat aku mengerti apa yang akan terjadi padaku kedepannya. “Ah, kenapa kamu lama sekali” teriaknya saat melihat aku terdiam di pintu. Bersyukur ruangannya hampir full dengan tembok, kayu, kaca tebal sehingga mungkin kedap suara jadi, orang-orang gak dengar saat si bawel ini marah-marah padaku. “Misi pak, ada apa ya memanggilku?” Ia menatapku dengan wajah yang sangat dalam tanpa berkata. Alisnya mengkerut menyatu jadi satu yang memperlihat wajahnya sedang memikirkan sesuatu yang sangat rumit. Sebuah kata yang dari tadi aku tunggu-tunggu akhirnya akan keluar, mulutku sampai mangap-mangap mengikuti mulutnya “A… a…………….. ah, gak jadi” “.…..” Yesek loch diginiin. Senyuman pahit langsung terukir di bibirku. Aku benar-benar ingin melempar dia keluar dari jendela sekarang juga. Dia memang manis tapi, gak begini juga kali ke sekertarisnya. “Kenapa masih disini.” wajahn angkuhya mengusirku. “Ah, baiklah Pak, maaf” aku yang panik langsung berlari keluar. Rasanya seperti aku adalah orang yang paling bodoh. Bagaimana dia bisa mempermainkan sekertarisnya seperti ini? Aku gak akan marah kalau ini baru pertama kali tapi, ini sudah 10 kalinya dia melakukan hal tersebut padaku. Pinggangku sakit karena harus lari dengan pantofel terus-terusan apa lagi rok spanku cuma selutut. Kalau di pikir-pikir dia selalu saja bersikap ramah bahkan, pada OB sekali pun tapi, dia selalu saja memarahiku setiap ada kesempatan. Dosah apa yang telah aku perbuat sehingga dirinyah berbuat seperti ini padakoeh. Semakin hari memang semakin aku terbiasa dengan sifat aneh dan gak jelas itu. Ya… walau pun kalau mau dibilang itu gak masuk akal sama sekali tapi, bagaimana pun dia bosku. Sepertinya, dia menjadikan aku sekertaris hanya untuk balas dendam. Tiba-tiba aku mengingat semua perkataanku padanya. Aku jadi merasa sedikit menyesal karena telah mengucapkan semua itu. “Aaaah, aku hanya memukulkan kepalaku ke meja.” teriakku dalam hati. -o0o- Jam istirahat, aku duduk sendiri di kantin. Sekarang aku benar-benar tidak memiliki teman, apa lagi setelah aku naik jabatan. Seberapa kerasnya aku mengabaikan hal ini kadang perasaan kecewa itu muncul tiba-tiba. Saat aku sedang menikmati makananku, aku mendengar gosip kalau penggantiku lebih baik. Syukurlah mereka mendapatkan penggantiku yang lebih baik. Disudut hatiku ada sebuah perasaan kalau aku tidak berguna karena dari dulu aku berkerja, tidak ada yang memujiku. Bodohnya aku. Sempat mendengar juga kalau mereka tidak menyukaiku, karena mereka menganggap kenaikkan jabatanku sangatlah tidak wajar. Mereka menganggap aku mendepak Mba Dea karena ada hubungan spesial dengan Pak Khana. Kalau hal tersebut benar-benar terjadi aku pasti senang. Sayangnya tidak. Lumayankan aku mendapatkan pacar yang sangat ganteng terus gak dimarahin mulu. Aku duduk sendiri seperti biasa kadang berfikir ingin menampar beberapa dari mereka tapi, aku malas. Saking malasnya sampai tidak ingin bergerak. Aku berakhir dengan mendengarkan gosip mereka tentang semua keburuka. I’m good.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN