Mereka terus berjalan di antara banyaknya orang yang berkunjung ke mall. Banyak juga pasangan muda yang hangout berdua menghabiskan waktu bersama. Padahal setiap hari mereka juga ketemu di sekolah. Tapi seolah tak puas dengan waktu yang diberikan sekolah.
"Menabung apa tidak?"
"Weis... Abang Adit selalu menabung dong, kan buat ngawinin Neng Lify yang cantik membahana." lagi-lagi Adit menggoda Lify.
Mereka berdua memutuskan duduk sebentar di sofa yang disediakan mall. Lify merasa lelah dari tadi berjalan terus-menerus.
"Ish... Menabung itu buat kepentingan lo sendiri. Lagi pula jalan kita masih panjang." Lify terus saja sibuk memakan gulali pemberian Adit.
"Melamar lo juga kan kepentingan gue, Lif." Adit masih berusaha membela diri.
"Serah lo sajalah. Eh iya... Mumpung di sini, temani gue ke toko buku yuk." Lify kembali semangat jika berhubungan dengan buku.
Adit sudah hafal, pasti gadisnya itu mau memburu n****+-n****+ keluaran terbaru. Lify memang hobby membaca, tapi n****+ yang dia baca. Bukan buku pelajaran!
"Bukannya minggu kemarin sudah beli tiga ya? Sudah kelar dibaca semua?"
"Gue mau mencari buku panduan piano tahun 1990-an, itu buku langka banget. Siapa tahu saja ada di sini, ayo." Lify merengek seperti anak kecil minta dibelikan mainan.
Adit menurut, dia mengikuti saja ke mana Lify mengajaknya. Dari pada ribut dengan gadisnya, lebih baik menurut saja. Lify sudah menghabiskan semua gulalinya, kadang juga dia menyuapi Adit.
Mereka sekarang sudah ada di sebuah toko buku besar yang ada di mall tempat mereka singgah. Lify mencari-cari di mana buku panduan piano tahun 1990-an. Mestinya ada, karena ini salah satu deretan toko buku terbesar.
"Dit, lo tunggu sini saja kalau capek mengikuti gue." Lify membiarkan Adit duduk di bangku yang disediakan pihak toko buku.
"Ya sudah sana cari, gue tunggu di sini. Jangan lama-lama." Adit mengambil satu buku yang sudah terbuka dari segelnya.
Lelaki itu membaca buku harry potter. Meski Adit bukan tergolong orang hobby baca tapi dari pada dirinya menganggur menunggu Lify, lebih baik dia membaca saja.
Lify masih berjalan-jalan menyusuri rak-rak buku. Dia langsung menuju ke rak buku khusus musik. Dia mencari-cari buku yang dia inginkan.
"Eh... Adit, gue kan sudah bilang tunggu saja di sana. Kenapa malah ikut gue." dengus Lify.
Adit tiba-tiba berdiri di dekatnya. Adit hanya diam, tidak menjawab. Lify masih asik mencari dan membaca sinopsis atau judul buku itu.
"Lo nanti capek mengikuti gue terus, Dit. Mending lo sana deh duduk manis sambil baca buku apa kek." Lify memandang manis pada Adit.
Adit pun memandang Lify dengan seulas senyum. Tapi tak ada suara dari bibir Adit.
"Hem... Ya sudah deh kalau memang lo mau menemani gue mencari buku yang gue mau." Lify membiarkan saja Adit ikut dengannya.
"Ini bukan buku yang lo cari?" Adit mengangkat buku panduan piano tahun 1990-an.
Lify melihat dan membaca judul buku itu. Senyumnya merekah seketika karena Adit berhasil menemukan buku yang dia cari dan dia inginkan.
"Wah... Benar Dit, thank ya sudah bantu cari." Lify mengambil buku tadi dan dia melihat Adit tersenyum.
"Em... Kayaknya beli beberapa n****+ juga tidak apa-apa deh. n****+ yang kemarin kan sisa satu yang belum gue baca dan itu pun tinggal setengah buku lagi yang belum gue baca." gumam Lify.
Gadis itu berpindah mencari n****+ baru atau yang belum sempat dia beli minggu kemarin. Pandangan Lify tertuju pada n****+ di ujung, minggu kemarin dia ingin sekali n****+ itu tapi belum kesampaian karena uang jajannya habis.
"Aish... Tinggi banget sih, gue kan tidak sampai." dengus Lify.
"Dit, lo mau kan ban... Loh ke mana itu orang? Kok tidak ada sih? Bukannya tadi di belakang gue?" heran Lify, dia mencari-cari di mana Adit.
"Tuh orang cepat banget duduk di sana lagi. Tadi saja menyusul mau ikutan cari buku, sekarang sudah di sana lagi." Lify menggeleng-gelengkan kepalanya.
Akhirnya dengan bantuan petugas toko, Lify bisa mendapatkan buku itu. Gadis itu juga mengambil satu n****+ lagi keluaran terbaru. Berarti Lify membawa tiga buku, dua n****+ dan satu buku panduan piano.
"Sudah ah, nanti uang gue tidak cukup." Lify memutuskan untuk kembali menemui Adit dan langsung ke kasir.
"Dit, ke kasir yuk." ajak Lify.
"Sudah selesai?"
Lify menganggukkan kepalanya berulang kali dan menunjukkan buku-buku di tangannya. Adit langsung menutup buku harry potter dan mengembalikan ke tempat semula. Mereka berjalan beriringan menuju kasir.
"Terima kasih atas kunjungannya." penjaga kasir tadi tersenyum ramah dan memberikan sekeresek berisi tiga buku.
Adit dan Lify keluar dari toko buku. Karena hari sudah sore, Adit memutuskan untuk mengantar Lify pulang sebelum hari semakin gelap. Dia sudah menculik Lify dari pagi dan Adit masih memiliki etika untuk tidak memulangkan anak gadis orang saat langit sudah berubah warna.
"Eh iya Dit, buat yang tadi thank ya." mereka sudah sampai parkiran. Keduanya masuk ke dalam mobil Adit.
Adit dan Lify sekarang lagi sibuk memasang sabuk pengaman masing-masing. Adit keluar dari area parkir dan membelah jalanan. Harapan lelaki itu hanya satu, jangan sampai macet.
"Thank buat yang mana nih? Menonton film horror?" goda Adit.
"Ish... Bukan, tapi yang di toko buku. Lo kan membantu gue buat mencari buku panduan piano tahun 1990-an yang gue ingin dan lo menemukan buku itu." Lify masih teringat jelas saat Adit mengangkat buku itu mengarah kepadanya.
"Membantu lo cari buku? Gue tidak ke mana-mana kok, orang dari gue masuk kan gue sudah duduk dan tidak menemani lo mencari buku." Adit sekarang yang bingung.
"Pura-pura lupa lagi, kan memang tadi lo yang membantu gue." Lify sudah mulai gemas karena Adit tidak mengakuinya.
"Gue tidak pura-pura lupa Lif, memang tadi gue tidak ke mana-mana sama sekali."
Lify menatap tak percaya pada Adit. Jantungnya berdetak kian kencang. Dalam pikirannya sudah mulai tak karuan.
"Yakin lo tidak menyusul gue dan menemukan buku itu?" tanya Lify sekali lagi untuk memastikan.
"Yakin Lify sayang, gue itu tadi duduk manis di tempat yang disediakan dan tidak pindah ke mana-mana."
Lify meneguk ludahnya dalam-dalam, keringat dingin mengucur di pelipisnya. Lalu siapa yang membantunya mencari buku tadi kalau bukan Adit. Jelas-jelas wajah lelaki tadi sama persis dengan Adit.
"Lif, lo kenapa?" Adit merasa ada yang aneh dengan Lify.
"Eh... Em... Enggak, gue tidak kenapa-napa kok. Mungkin tadi orang yang mirip saja sama lo." cengir Lify.
Adit menghentikan mobilnya di depan rumah Lify. Bertahun-tahun pacaran, sudah jelas dia hafal jalan rumah Lift.
"Terima kasih ya sudah mengajak gue jalan-jalan." Lify menatap manis ke arah Adit.
Adit hanya mengangguk, dia membuka sabuk pengaman Lify. Dalam benaknya masih ada satu pertanyaan, kenapa dengan Lify.
"Lif." panggil Adit saat gadis itu sudah mau membuka pintu mobil.
"Ya, kenapa?" otomatis Lify membalikkan badannya lagi menatap Adit.
Tak mau buang-buang waktu, Adit langsung menyambar bibir tipis Lify. Mereka berciuman di dalam mobil. Lify membalas permainan Adit. Bahkan Lify mengalungkan kedua tangannya ke leher Adit. Mereka terus hanyut dalam suasana dan decapan manis dari saliva yang bercampur.
"Hah... Hah..." Adit melepaskan ciuman mereka.
Lify mengambil tisue dan mengelap sisa saliva di bibirnya. Gadis itu juga membersihkan sisa saliva di bibir Adit. Mereka saling tersenyum satu sama lain. Adit mengusap-usap puncak kepala Lify.
"Gue pernah mengalami apa yang lo alami, tidak usah takut." ujar Adit lembut. Lelaki itu kemudian mencium kening Lify sekilas.
"Terima kasih, Dit." Lify terus tersenyum pada Adit.
"Sekarang lo turun dan istirahat."
"Jangan lupa kasih kabar kalau sudah sampai rumah ya."
Adit hanya mengangguk, Lify langsung turun dari mobil Adit dan masuk ke dalam rumahnya.
"Itu sama persis seperti apa yang gue alamin pas di lorong sekolah. Gue kira cewek yang bawa chitato waktu itu lo, dan nyatanya bukan." ujar Adit. Dia mengembuskan napasnya perlahan dan kembali menginjak pedal gas meninggalkan rumah kedua orang tua Lify.
***
Next...