Kesan Pertama Indra

1010 Kata
“Ah. Ini hanya hal kecil. Aku melihat banyak anak muda memakai kaca mata hitam merek ini. Kalo kamu mau, Dimas, kita pergi bersama ke toko itu dan Papa akan belikan untuk kamu. Dengar-dengar anak muda jaman sekarang suka dengan kaca mata merek itu.” Dimas yang sedang menyetir tertawa renyah mendengar pengakuan papanya. Selama ini Arsa tidak pernah tertarik dengan kaca mata atau mungkin tas kulit, apalagi sampai mengetahui secara detail nama toko yang menjual kaca mata. Tampaknya Pak tua Arsa sudah berusaha menyenangkan istri kecilnya itu. Dimas yang tiba-tiba mengingat sikap dingin Kinanti terhadap papanya sebelum menikah dulu, sekilas melirik ke arah wajah Kinanti, ingin melihat reaksi Kinanti. Dia berpikir barangkali perhatian Arsa selama menikah akhirnya menyentuh hati Kinanti. Kinanti tampak mengusap kaca matanya. Pandangannya tertunduk dan dia merasa sedikit malu. “Terima kasih, Pak Arsa. Satu kaca mata hitam ini cukup untukku dan aku sangat menyukai kaca mata hitam ini.” Kinanti memang jarang tersenyum atau banyak berekspresi, tapi di dekat Arsa, dia menjadi lebih lembut dan mudah diajak bicara. Kepedulian dan perhatian Kinanti terhadap papanya menyentuh hati Dimas, karena ini yang memang dia harapkan. Dia seharusnya senang dengan hal ini. Akan tetapi, saat melihat rona merah samar di wajah Kinanti lewat kaca spion mobil, dadanya terasa sedikit sesak. Seolah pengap dan dia tidak tahu kenapa. Dimas memutuskan untuk tidak lagi melirik wajah Kinanti dan mengalihkan pandangannya dari kaca spion. *** Kediaman keluarga Andrea berada di daerah Puncak, Bogor. Butuh waktu sekitar dua jam dari Alam Sutera menuju ke sana. Kediaman Indra, Papa Andrea, dikelilingi perkebunan indah teh. Suasana di sana sangat tenang dan udara sangat bersih dari pada Jakarta atau Tangerang. Saat itu di sana tidak sedingin biasanya dan cuaca pun cukup hangat. Rasa lelah selama perjalanan pun akhirnya terbayar impas oleh pemandangan indah di sisi jalan yang dipenuhi pepohonan hijau dan perkebunan teh yang sangat luas. Tampaknya Kinanti sejenak bisa melupakan Jeffrey yang masih berkeliaran di dekat gerbang perumahannya, dan cukup meresahkannya. Sampai pada akhirnya mobil Dimas memasuki gerbang menuju padang rumput yang sangat luas, di mana di tengah-tengahnya ada rumah berdesain kuno. Rumah keluarga Andrea terisolasi dan jauh dari keramaian penduduk. Hanya beberapa kepala keluarga yang tinggal di sekitar rumah Indra. Calon mertua Dimas tersebut dikenal keras kepala dan kurang menyukai berinteraksi dengan orang lain. Arsa muda dulu juga sama persis Indra yang memiliki temperamen yang buruk. Anehnya, keduanya bersahabat baik dan sangat dekat. Hingga ketika Dimas berusia sepuluh tahun, Indra baru memiliki anak perempuan. Indra dan Arsa dengan senang hati mengatur perjodohan anak-anak mereka. Tahu Dimas yang akan datang menemuinya, Andrea ternyata sudah menunggu lebih awal di paviliun kecil tepat di sisi air mancur perkebunan. Ketika mobil Dimas memasuki gerbang kayu yang kokoh menuju rumahnya, Andrea dengan wajah riang membuka payungnya hendak menyambut kedatangannya. Tapi Andrea malah tidak membuka pintu bagian pengemudi. Dia tahu Arsa duduk di belakang mobil, lalu membuka pintu belakang. “Om Arsa!” panggil Andrea dengan senyum manisnya. “Andrea!” Arsa melambaikan tangannya dari dalam mobil. Kinanti ke luar terlebih dahulu dari mobil, diikuti Dimas yang ke luar dari sisi pintu sopir. Para pelayan perkebunan milik Indra dengan sigap mendekat dan mengangkat payung untuk mereka bertiga. Tak lama kemudian, dengan amat perlahan barulah Arsa ke luar dari mobil. Dimas mengangguk kepada seorang pelayan laki-laki untuk membawakan mobilnya menuju garasi rumah Andrea, sambil meraih payung dan memegangnya untuk Andrea. Sedangkan Kinanti berjalan bersama Arsa, dia yang memegang payung untuk suaminya itu. “Andrea, ini Kinanti.” Arsa memperkenalkan istrinya kepada Andrea saat berjalan menuju kediaman keluarga Andrea. Andrea sebenarnya sudah mengamati Kinanti dari samping. Mengikuti intuisi wanitanya, Andrea tampaknya tidak begitu menyukai calon Ibu tiri mertuanya itu. Kinanti terlalu muda juga cantik. Dia bagai bom waktu yang ada di sebelah Dimas. Selama bertahun-tahun, Andrea sudah ‘memerangi’ pria-pria dan wanita-wanita yang berkeliaran di sekitar Dimas, akan tetapi dia tidak pernah membayangkan seorang Ibu Tiri yang cantik lagi muda di sisi calon Papa mertuanya. Meskipun beragam bayangan dan pikiran mengenai Kinanti di benaknya, Andrea tetap menyapa Kinanti dengan senyum manisnya. “Halo, Mama….” Andrea berusia 28 tahun, dan tentunya jauh lebih tua dari pada Kinanti. Dia adalah anak perempuan bungsu di keluarganya. Dia cukup dimanja hingga sedikit nakal, sangat piawai bersikap sok imut dan manja. Menyapa Kinanti dengan sebutan ‘Mama’ dengan cara manjanya membuat Dimas dan Kinanti sedikit canggung dan malu. Meskipun posisi Kinanti sebagai Mama Tiri Dimas, Dimas selalu menyapanya dengan nama. Untuk pertama kalinya, keduanya terlihat canggung dan kikuk saat tidak sengaja saling pandang. Andrea sekilas memperhatikan tatapan keduanya. “Andrea, panggil saja aku Kinanti,” ujar Kinanti yang berusaha mencoba mencairkan suasana. “Kok gitu sih? Itu artinya aku mengacaukan hierarki keluarga. Papaku pasti akan marah,” balas Andrea disertai senyum manisnya. Lalu mereka berempat ngobrol-ngobrol santai penuh basa basi, hingga tidak terasa mereka tiba di depan pintu utama rumah dan disambut Mama dan Papa Andrea. Saat Arsa dan Kinanti menikah resmi, keluarga Indra sedang berada di Jerman. Mereka harus merawat kakek Andrea yang sakit keras di sana. Jadi mereka sekeluarga tidak bisa menghadiri acara pernikahan Arsa dan Kinanti. Akan tetapi Andrea secara khusus mengirim kado pernikahan untuk pasangan pengantin tersebut. Indra lebih muda sepuluh tahun dari Arsa, tapi pola pikirnya tidak seluas pola pikir Arsa. Arsa lebih terbuka dan bisa menerima keadaan dan pemikiran orang lain. Begitu mengetahui rencana pernikahan Arsa dengan seorang mahasiswi muda, Indra adalah orang yang sangat menentang rencana tersebut. Dia pesimis dengan pernikahan Arsa dan tidak menyukai Kinanti yang belum pernah dia temui atau kenal sebelumnya. Inilah kenapa Dimas secara khusus menanggapi pertanyaan Kinanti saat makan malam, bertanya apa yang harus dia persiapkan untuk menghadapi keluarga Andrea. Dimas menekankan kepada Kinanti untuk lebih memperhatikan cara berpakaian, khawatir Indra semakin tidak menyukainya. Sekarang mereka akhirnya bertemu. Tampak Indra diam-diam menilai sosok Kinanti beberapa kali lewat sorot matanya yang cukup tajam. Seperti Dimas, Indra tidak menyukai perempuan lemah, rapuh dan tidak mandiri. Namun, melihat Kinanti secara langsung, Indra menilai Kinanti sosok yang dingin dan bersih. Kinanti tidak lemah dan halus seperti yang dia duga sebelumnya. Indra cukup terkesan dengan sosok Kinanti. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN