Curiga Andrea

1009 Kata
Dimas melangkah mendekati Indra yang berdiri secara berdampingan dengan istrinya di dekat pintu utama rumah mereka. “Om Indra, Tante … ini Kinanti.” Dimas menunduk hormat ke arah Indra dan istrinya saat memperkenalkan Kinanti kepada mereka. Dimas sangat memahami Indra yang memiliki pola pikir kuno di mana yang muda harus menunjukkan rasa hormat kepada orang setua dirinya. “Mama tiriku. Mama Tiri.” Suara Dimas selalu rendah saat menyebut Kinanti sebagai Mama Tiri dengan nada yang sedikit lembut dan cepat seperti gumaman. Semua tentu mengira bahwa dia mungkin memiliki hubungan yang sangat baik dengan sang Mama Tiri. Kinanti menunduk hormat kepada Indra dan istrinya, lalu Indra mempersilakan mereka memasuki rumahnya yang sangat besar. Andrea lalu menggelayut manja di lengan papanya, berjalan bersama yang lainnya menuju ruang makan. Beragam makanan dan minuman ternyata sudah terhidang di atas meja makan. Semua sengaja dipersiapkan keluarga Indra dalam rangka menyambut keluarga Arsa, khususnya anggota baru keluarga yang bernama Kinanti. Setelah makan sambil berbincang penuh basa basi, mereka kembali ke ruang tamu. Indra dan Arsa yang sepertinya terlibat pembicaraan yang lebih serius mengenai usaha bisnis mereka masing-masing, duduk berdampingan di atas sofa empuk. Andrea tampaknya ingin mengganggu Dimas, tapi mamanya menyuruhnya untuk menemani Kinanti. Istri Indra, Yuniarti, kembali ke dapur dan menyiapkan buah-buahan dan makanan ringan. Andrea yang menuruti mamanya, duduk di sebelah Kinanti dan berbicara dengannya. Benar apa yang dikatakan Arsa bahwa Andrea adalah sosok yang ceria dan pandai mengobrol. Akan tetapi saat dipertemukan dengan Kinanti yang dingin, Andrea terlihat sangat mendominasi pembicaraan. Bahkan sesekali ada jedah diam di sela-sela pembicaraan. Sangat tidak enak kala menghadapi lawan bicara yang tidak terlalu antusias terlibat dalam pembicaraan. Di saat terdiam, Andrea menoleh ke arah Dimas yang berbincang dengan Indra dan Arsa penuh semangat. Kemudian menoleh lagi ke arah dapur di mana mamanya masih saja sibuk di dapur. Andrea sedikit mengacak rambutnya yang berada di dekat telinganya sambil menggeserkan posisi duduknya ke dekat Kinanti. “Ma. Ada nggak orang yang dekat dengan Dimas akhir-akhir ini?” tanya Andrea dengan suara sangat pelan. Orang yang dekat? Apakah dia mempertanyakan wanita-wanita di sekitar Dimas? Kinanti sejenak memikirkan pertanyaan Andrea. Dia tahu Andrea ingin mendapatkan informasi tentang Dimas darinya. Tapi dia tentu merasa sulit menjawabnya karena dia tidak memiliki hubungan yang baik dengan Dimas. “Aku sangat jarang berbicara dengan Pak Dimas … jadi aku nggak tau orang-orang yang bagaimana yang ada di dekatnya,” “Pak Dimas?” Andrea sedikit kaget dengan sapaan Kinanti kepada tunangannya. Agak aneh menurutnya. Andrea melirik wajah tegas dan cantik Kinanti dan mengamatinya dengan seksama, entah kenapa ada kecurigaan muncul di pikiran dan perasaannya. Andrea mengacak rambut ikalnya dengan jari-jarinya sebentar, lalu mengambil gelas berisi air minum dari atas meja, untuk menyembunyikan emosinya. “Hm … mengapa Mama muda menikah dengan Om Arsa?” tanya Andrea blak-blakan. Dia adalah sosok yang susah menyembunyikan perasaan gusarnya dan selalu ingin tahu dengan cepat. Lalu dia nyatakan kekhawatirannya, “Mama muda. Bukan untuk dekat-dekat dengan Dimas, kan?” tanyanya lagi. Tangan Kinanti yang memegang cangkir tampak kaku saat mendengar kata-kata dan pertanyaan lugas dari Andrea. Dia tidak mengerti kenapa Andrea bisa berpikir sejauh ini. Namun, lagi-lagi Kinanti pandai mengatur emosinya. Dia mencoba menempatkan dirinya pada posisi Andrea sekaligus mencoba menjawab pertanyaan Andrea. “Andrea ... tidak ada hubungan seperti itu antara aku dan Pak Dimas." Andrea menghela napas kasar setelah mendengar jawaban dari mulut mungil Kinanti. Dia mencurigai ada hubungan khusus antara Kinanti dan tunangannya saat tidak sengaja memperhatikan tatapan Dimas dan Kinanti dalam perjalanan menuju rumahnya. Waktu itu Andrea dengan gaya khas manjanya menyapa Kinanti dengan ‘Mama’. Sapaan yang membuat Kinanti dan Dimas saling pandang dengan perasaan kikuk dan canggung. Andrea belum pernah sama sekali melihat emosi yang begitu dalam dari sorot mata Dimas ke Kinanti. Sambil memperhatikan Kinanti, Andrea meletakkan kembali cangkir di atas meja dan mengungkapkan perasaannya. “Maafkan aku … yang terlalu khawatir. Jangan diambil hati, Mama muda. Aku khawatir karena Dimas selama ini selalu dikelilingi banyak sekali wanita selama bertahun-tahun. Karenanya aku merasa khawatir dan tidak aman." "Aku mengerti, Andrea," ujar Kinanti yang tampaknya tidak marah. Dia malah ingin menenangkan perasaan Andrea. "Kamu tau, Aku selalu merasa bahwa Pak Dimas sangat membenciku. Padahal aku sangat mengharapkan Pak Dimas bisa menerimaku di dalam keluarganya. Aku pasti sangat bersyukur seandainya Pak Dimas benar-benar dapat menerima keberadaanku. Aku akan berterima kasih kepadanya….” Lalu keduanya terdiam kaku, Andrea yang merasa malu atas kecurigaannya terhadap Kinanti dan Kinanti juga malu dirinya yang memutuskan menikah dengan pria tujuh puluh tahun, tentu hal ini mengundang kecurigaan orang-orang. Sebagai orang yang mengenal Dimas sejak kecil, tentu Andrea memaklumi Dimas yang tidak menyukai kehadiran seorang Mama tiri, apalagi Kinanti jauh lebih muda dari usianya sekalipun. Dimas sepertinya menyadari keheningan yang tiba-tiba muncul antara Kinanti dan Andrea. Dia menoleh ke arah Kinanti yang duduk di sofa, dengan cangkir di tangannya. Tampak bibir tipisnya mengerucut di bawah hidungnya yang lurus. Andrea yang duduk di sebelah Kinanti juga diam dengan tatapan kosong lurus ke depan. Hati Dimas pun jadi bertanya-tanya, mengapa keduanya tampak tidak akur. Padahal sebelumnya Dimas sempat mendengar keduanya berbincang-bincang. Apa yang telah mereka singgung? Setelah menghabiskan waktu cukup lama hingga sore hari di rumah keluarga Indra, Arsa dan Kinanti pun pamit pulang. Mereka tidak diantar Dimas, sopir Indra yang mengantar mereka pulang menuju Alam Sutra. Dimas sendiri dipinta Andrea untuk menemaninya ke kota Bogor, sekadar jalan-jalan melihat-lihat tas, barang kesukaannya. Dimas memang sangat sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia memiliki waktu yang sangat sedikit bersama tunangannya. Andrea tentu tidak mau kehilangan kesempatan berjalan berdua bersama tunangannya yang tampan dan memesona itu. Seperti biasa Dimas tentu tidak menolak ajakan Andrea. Dimas tetap mengantar tunangannya tersebut ke toko yang ingin Andrea kunjungi. Tampaknya Andrea cukup dikenal di toko tersebut. Ada beberapa penjaga toko yang sudah mengenalnya, mereka berbisik-bisik bergosip tentang Andrea yang merupakan seorang wanita kaya yang kini telah bertunangan dengan pria kaya raya yang mencintainya. Andrea dengan percaya diri berjalan-jalan di area toko, bangga atas dirinya sendiri dan sangat puas telah berhasil membuat wanita-wanita lainnya yang pasti iri dengan jalan hidupnya. Lirikan-lirikan mereka pun membuat Andrea sangat puas. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN