Kinanti yang merasa semuanya beres, meminta izin Dimas untuk kembali ke kamarnya untuk berganti pakaian. Dimas mengangguk mengiyakan.
Dimas pikir Kinanti naik lagi ke tangga menuju ke lantai tiga, menuju kamar Arsa. Ternyata Kinanti memasuki kamar yang berada di sebelah kamar Dimas yang biasa ditempati Dimas saat menginap di rumah papanya.
Tentu saja Dimas merasa heran. Langkahnya terhenti dan berbalik mendekati Kinanti dengan tatapan penuh curiga.
"Kamu tidak sekamar dengan papaku?" tanyanya penuh waspada.
"Ha?" Kinanti tidak yakin dengan pertanyaan Dimas. Apalagi dia sedang menyapukan rambut basahnya dengan handuk kecil, tentu pertanyaan Dimas terdengar tidak begitu jelas di telinganya.
"Aku tanya, bukannya seharusnya kamu sekamar dengan papaku?" ulang Dimas memperjelas pertanyaannya.
Kepala Kinanti terangkat sedikit dan mengangguk, memahami pertanyaan Dimas.
“Oh. Nggak,” tanggap Kinanti sambil menggeleng kecil. Dia berhenti menyapukan rambut basahnya. Dia tarik handuk kecil yang melilit rambutnya, sehingga tampak rambut Kinanti acak-acakan, dan wajah mulus Kinanti terlihat merona merah dan segar.
“Pak Arsa sedang kurang sehat. Aku takut akan mengganggunya. Jadi aku menginap di sini,” jawab Kinanti seraya menunjuk pintu kamarnya.
Mata Dimas awas mengamati wajah cantik Kinanti yang sangat mulus dan merona.
"Jadi….” Dimas dengan tenang mendekati Kinanti dengan mata menyipit tajam ke wajah Kinanti.
Kinanti mengerutkan keningnya melihat sikap Dimas yang mengintimidasi.
Dimas tiba-tiba menekan pundak Kinanti ke sisi dinding.
“Kinanti … begini cara kamu melunasi utang keluargamu? Hm ... apa tujuan kamu menikah dengan papaku?" tanya Dimas yang menekan kuat pundak Kinanti.
Akukah target kamu yang sebenarnya, kamu menggunakan papaku untuk mencoba mendapatkanku? Dimas membatin saat menatap tajam wajah Kinanti. Semakin banyak kejadian yang tak terduga, semakin Dimas merasa yakin bahwa ada agenda yang disembunyikan Kinanti dengan pernikahannya. Apalagi kejadian di mobil barusan terbayang di benak Dimas. Dia merasa Kinanti dengan sengaja menekan bagian sensitif tubuhnya, di sela dua pahanya.
Dimas merasa Kinanti sangat ahli merayu dan membidik pria targetnya tanpa meninggalkan jejak. Dimas yakin sekarang Kinanti sedang berpura-pura polos saja.
Tinggi tubuh besar Dimas mencapai satu meter sembilan puluh senti, sedangkan tubuh Kinanti semester enam puluh. Tubuh Kinanti terlihat sangat kecil terperangkap dalam kungkungan tubuh besar Dimas, bak anak kecil yang berada di dalam gua, yang dipaksa menanggung kekuatan lawan.
Tapi ternyata Kinanti tidak gentar. Dia malah membalas tatapan mata tajam Dimas dengan mata jernih dan sikap dingin. “Jika aku beralasan untuk berterima kasih, apa kamu percaya?" Kinanti menjawab dengan balik bertanya.
Dimas menatap bola mata yang gelap Kinanti cukup lama. Lalu kemudian dia mundurkan tubuhnya sedikit berjarak dari tubuh Kinanti, agar aroma tubuh Kinanti menjauh dari hidungnya, dengan tetap mencengkram bahu Kinanti.
"Menurutmu?" tanya Dimas.
“Tentu saja kamu nggak percaya, Pak Biantara,” ucap Kinanti dengan senyum mengejek, bulu matanya bergerak-gerak saat matanya berkedip cepat.
“Sebenarnya aku menikah dengan Pak Arsa Biantara atas dasar keinginanku sendiri. Pak Arsa adalah orang yang sangat baik kepadaku dan aku ingin membalas kebaikannya. Aku sangat berterima kasih kepadanya. Jika pun ada keegoisan dalam diriku, aku tidak menyangkalnya. Tapi yakinlah, keegoisanku sama sekali tidak berpengaruh kepada apapun, apalagi kepada keluargamu,”
Dimas menatap wajah Kinanti yang rendah di bawah dadanya, matanya bergerak menurun dari mata Kinanti ke bibir Kinanti yang indah merekah.
Merasa tidak perlu melanjutkan pembicaraan, Dimas perlahan melepaskan cengkeramannya pada Kinanti. Dia masih dengan tatapan tajam dan sikap dingin.
“Sebaiknya kamu katakan saja yang sebenarnya,” ujar Dimas dengan nada mengancam.
Dimas berbalik badan menuju kamarnya yang ada disebelah kamar yang diinapi Kinanti.
Merasa rambutnya masih basah, Kinanti kembali menyeka rambutnya berulang kali dengan handuk kecil, sembari menatap pintu kamar Dimas yang kini tertutup rapat. Beberapa saat kemudian, barulah dia melangkah memasuki kamar tidurnya. Kinanti tahu dan sadari situasi sulit yang dihadapinya kini, bahwasanya Dimas yang pasti akan terus mencurigainya. Tapi dia maklumi itu, dan dia masih bisa mengatasinya. Setidaknya dia sudah menanggapi kecurigaan Dimas, dan dia tidak peduli apakah Dimas mempercayainya atau tidak.
Sebenarnya Kinanti ingin menjelaskan kepada Dimas tentang keegoisan yang dia maksud. Tapi tidak mungkin dia mengatakan bahwa dia menikah karena ingin menghindar dari situasi sulit keluarganya, terutama dari Jeffrey, saudara laki-laki tirinya yang memiliki niat lain. Pasti Dimas menganggap ini adalah siasat kotor dan Kinanti tentu tidak mau ada perdebatan sengit. Dia baru saja menikah.
***
Arsa mengajak makan ringan pukul tiga siang. Dia tampak sudah sedikit lebih segar. Dia menyesalkan bahwa keadaan kesehatannya yang menurun tiba-tiba, pasti akan merepotkan istri dan anaknya yang masih muda. Apalagi sekarang cuaca sedang cerah-cerahnya, tentu keduanya memiliki kegiatan dan kesibukan.
Kinanti dengan hati-hati memberi perintah kepada juru masak keluarga untuk membuat hidangan yang lebih ringan. Dan kini mereka bertiga, Kinanti, Arsa dan Dimas duduk bertiga di depan meja makan. Dimas sebelumnya menyatakan bahwa dia akan lebih sering tinggal di rumah papanya.
Meskipun Dimas adalah orang yang sulit didekati dan berperangai keras serta dingin, namun baktinya kepada papanya sungguh luar biasa. Keduanya memang terlihat tidak saling dekat ataupun saling tegur, pun keduanya sama-sama tidak menyukai basa basi dalam mengungkapkan perasaan.
Dan suasana makan pun hening tanpa suara. Kinanti terlihat nyaman saat menikmati bubur jagungnya.
Hubungan kekeluargaan seperti inilah yang diinginkan Arsa, rukun dan damai. Dia sangat bahagia saat mendengar bahwa Dimas akan lebih sering tinggal di rumahnya.
Setelah makan makanan ringan, Dimas pergi ke lantai tiga memasuki ruang kerja di sana, untuk menangani pekerjaan yang sempat dia tunda di pagi hingga siang. Sementara Kinanti menemani suaminya berjalan-jalan santai di taman belakang.
Kinanti berbincang dengan Arsa menjelaskan tentang pentingnya sinar matahari di pagi menjelang siang dan baik untuk kesehatan jantung. Apalagi akhir-akhir ini sinar matahari sedang baik-baiknya. Tampak kucing oranye milik Arsa mengikuti langkah Kinanti, seolah ingin Kinanti memanjakannya juga. Kucing itu mengeong berulang kali sambil menggosok-gosok kakinya di celana Kinanti.
***
Sementara itu Dimas bangkit dari kursi kerjanya sambil mengusap bahunya yang kaku. Dia melangkah menuju jendela ruang kerja, melihat kolam renang di halaman belakang. Mengingat Kinanti yang mengikuti latihan berenang pagi ini, Dimas pun tergerak berenang karena sudah lama dia tidak melakukannya.
Dimas memutuskan berenang sore itu.
Bersambung