Undangan Dimas

1006 Kata
Setelah makan malam, tanpa disangka Dimas mengumumkan sebuah berita yang cukup mengejutkan sekaligus membahagiakan. Sambil menatap tajam Kinanti, Dimas mengatakan akan mengajak papanya dan Kinanti ke rumah Andrea, tunangannya. Dimas sudah lama dijodohkan papanya dengan seorang perempuan bernama Andrea sejak dirinya masih kecil. “Andrea ingin bertemu dengan … Mama tiri.” Dimas berkata dengan nada agak tegas dan … berat. Ini pertama kalinya Dimas menyebut Kinanti dengan sebutan Mama Tiri. Tampak Kinanti merenung sebentar dan dia menyadari bahwa Dimas, pewaris utama Biantara Group, 38 tahun, dikenal dengan seorang bujangan kaya raya, ternyata sudah memiliki tunangan. “Andrea ingin berkenalan dengan Mama Tiriku,” ulang Dimas dengan senyum tipisnya. Kinanti berdehem sejenak. “Apa aku perlu menyiapkan sesuatu?” tanyanya yang merasa perlu sedikit informasi tentang keluarga tunangan Dimas. Tatapan Dimas seolah menginginkannya untuk berbuat sesuatu. Undangan Dimas yang tiba-tiba tentu saja membuat Kinanti merasa harus cepat bertindak dan berpikir. Selama ini dia hanya mengenal keluarga Arsa dan Dimas dan tidak ada pihak keluarga selain mereka. Arsa melirik ke arah Dimas, tidak menyangka Dimas menyinggung tunangannya malam ini. Dia ikut senang Dimas yang sepertinya menerima perjodohannya yang sudah diatur Arsa dan Indra, Ayah Andrea, beberapa tahun silam. Dimas dan Andrea sebenarnya sudah menyadari bahwa mereka telah dijodohkan sedari kecil, akan tetapi keduanya tidak saling mengekang dan hidup dengan pilihan masing-masing. Andrea tidak peduli Dimas yang terkadang masih sering tidur dengan perempuan yang disukainya atau sebaliknya Dimas juga tidak terlalu serius menanggapi kehidupan pribadi Andrea. Tampaknya keduanya sudah merasa nyaman satu sama lain dalam beberapa tahun terakhir, meskipun Dimas tidak mengungkapkan rasa puas atau keengganan akan perjodohannya. Arsa dan Indra telah sepakat tahun lalu bahwa nantinya Dimas akan menikah di usianya yang ke empat puluh. Dimas sedikit kaget akan reaksi Kinanti, karena Kinanti mendengar berita pertunangannya dengan mudah dan bersikap santai. Reaksi yang cukup membuat Dimas merasa kurang nyaman. Wajah Kinanti yang tenang dan sikap acuh tak acuh terhadap berita pertunangannya sama sekali bukan yang Dimas harapkan. Ah. Tidak tahu juga kenapa Dimas merasa kurang nyaman dengan reaksi yang ditunjukkan Mama tirinya itu. Dimas merasa seperti seseorang yang sudah menyatakan cinta berulang kali terhadap seorang perempuan dan perempuan itu sama sekali tidak peduli, juga tidak peduli dengan segala perhatian dan kasih sayang. Sebuah emosi yang cukup membuat frustasi dan tidak bisa terelakkan dari diri Dimas. Dimas selalu menduga bahwa tujuan Kinanti menikah dengan papanya dan masuk ke dalam lingkaran keluarganya adalah dirinya. Dia mengira bahwa Kinanti tidak akan senang mendengar kabar pertunangannya atau setidaknya reaksi Kinanti seharusnya tidak secuek ini. Ternyata Kinanti tetap bersikap tenang seakan berita itu sama sekali tidak penting dan seolah semua yang Dimas pikirkan tentang Mama Tirinya itu hanyalah sebuah imajinasi semata. Namun, emosi yang cukup menyesakkan ini hanya sesaat. Dimas dengan cepat mengendalikan perasaan aneh dan posesifnya terhadap Kinanti. "Tidak perlu menyiapkan apa-apa." Suara Arsa menyentak lamunan Dimas. Arsa tepuk bahu Kinanti pelan. "Kamu jangan khawatir. Andrea itu ramah dan murah hati, juga baik hatinya. Dia penuh simpatik sama seperti kamu. Kamu akan senang bertemu dengannya besok." Arsa puji setinggi langit calon menantunya itu di depan Kinanti agar Kinanti tidak gugup saat bertemu Andrea. Dimas amati papanya yang penuh percaya diri mengenai keluarga Andrea. "Om Indra tidak menyukai orang yang terlalu terlihat santai. Hm … jadi … berpakaianlah yang formal,” ujar Dimas seolah mengingatkan. "Oke," Kinanti sedikit menunjukkan kepuasan setelah mendengar ucapan Dimas mengenai keluarga tunangannya. Penjelasan sedikit tentang keluarga Andrea dari mulut Dimas membuat Kinanti berpikir keras sekaligus ragu. Sebelum tidur, dia mencoba beberapa stel pakaian pemberian Arsa. Namun, Kinanti merasa belum puas saat memakai semua gaun tersebut. Kinanti cepat berpikir bahwa Dimas adalah sosok yang paling tahu apa yang membuat Andrea –setidaknya-- terkesan dengan kehadirannya. Setelah cukup lama berpikir, Kinanti pilih tiga pakaian yang paling dia suka dan ke luar dari kamar tidurnya menuju kamar Dimas. Di saat yang sama, Dimas baru saja mandi dan kini sedang duduk di depan meja kerjanya, merokok, sambil melihat-lihat dokumen kerjanya. AC di kamarnya sangat dingin dan Dimas tidak mempermasalahkannya, meskipun tubuhnya hanya terbalut handuk tipis yang melilit pinggangnya yang ramping, dan menutupi area pribadinya seadanya. Dimas fokus membaca dan mencermati isi dokumen kerjanya, sambil sesekali menghisap rokok. Tampak otot-otot lengan kanannya terputar dan terpelintir seiring gerakan naik turun tangannya yang memegang rokok. Sesekali alisnya bertaut dan matanya memicing tajam, dengan ibu jari dan telunjuk yang tanpa sadar mengusap-usap puntung rokok. Ini adalah kebiasaan Dimas saat dia sedang berpikir keras. Suara ketukan pintu kamar membuyarkan lamunan dan kosentrasi Dimas. Dia berdecak sebal sambil melirik ke arah pintu. Dia matikan rokoknya dengan menekannya di asbak rokok saat pintu kamar kembali diketuk. Dengan langkah malas, dia bangkit dari duduk dan melangkah menuju pintu kamar, lalu membukanya. Ketika pintu kamar dibuka Dimas, suhu dingin dari kamar ke luar begitu saja hingga membuat Kinanti spontan mundur beberapa langkah. Dimas amati Kinanti yang sedang membawa beberapa helai baju di tangannya, lalu dia bersedekap melipat tangannya sambil bersender di sisi pintu. “Ada apa?” tanyanya dengan sikap santainya. Karena tubuh Dimas yang sangat tinggi darinya, Kinanti harus mendongak dan dia hanya bisa melihat jakun Dimas ketika menatap lurus ke arah Dimas. Kinanti yang sedikit merasa malu melihat sekilas d**a telanjang Dimas, dengan cepat mengalihkan pandangannya dengan menatap kusen pintu kamar. “Bapak belum tidur?” Ini adalah momen pertama Kinanti mendatangi kamar Dimas, dan dia sendiri sebenarnya merasa tidak nyaman harus mengganggu Dimas. Dimas amati Kinanti dari atas ke bawah, mencoba menerka tujuan Kinanti ke kamarnya. "Belum. Ada apa?" Kinanti mengangkat tumpukan pakaian di tangannya ke hadapan Dimas. Dia tahu Dimas sepertinya tidak sabar ingin mengetahui tujuan kedatangannya. “Bapak bilang bahwa Pak Indra nggak suka orang yang santai. Aku sudah mencoba beberapa pakaian, tapi aku nggak tau mana yang paling bagus untuk dipakai pergi ke sana. Apa Bapak bisa memberiku saran?” tanya Kinanti sesopan mungkin. Dimas tatap Kinanti dengan seksama, merasa tidak percaya Kinanti mendatanginya untuk mempertanyakan masalah sepele. Tapi dia masih ingin tahu apa yang akan Kinanti lakukan selanjutnya. Dimas menepi untuk memberi ruang, memberi isyarat dengan gerakan kepalanya agar Kinanti memasuki kamarnya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN