Yang tidak bisa diungkapkan

1147 Kata
    Empat hari sudah kejuaraan berlangsung dari waktu 10 hari yang sudah dijadwalkan. Mereka semua yang mengikuti tinggal di dalam asrama yang disediakan oleh panitya. Mereka seperti menjalani karantina sebagai peserta membuat Hanna kangen dengan keluarganya. Ia yang sudah terbiasa diajarkan untuk mandiri dan disiplin ternyata tetap bisa merasakan apa itu rindu.     Hari ini Hanna baru saja memulai nomor 10m air rifle mixed team. Ia yang sebelumnya sudah yakin dengan kemampuannya tiba-tiba menjadi gugup. Rasa khawatirnya tidak bisa mengikuti ritme anggota tim yang lainnya membuatnya semakin gugup. Tangannya gemetar dan berkeringat dan wajahnya menjadi pucat. Ia yang biasanya mengikuti nomor tunggal pada kejuaraan ini harus siap.     “Tidak usah berpikir macam-macam. Anggap saja kita sedang bermain bersama. Kakak yakin kamu pasti bisa,” ujar Agnes salah satu anggota timnya.     “Aku takut tidak bisa mengikuti Kak.”     “Anggap saja lomba baris-berbaris yang semuanya harus bersamaan. Lagipula kita sudah sering melakukan bersama-sama, kan? Kaka yakin kamu pasti bisa!”     Kedua anggota tim yang lebih senior terus memberi semangat pada Hanna. Mereka mengerti dengan kekhawatiran Hanna yang bagi mereka adalah remaja berprestasi dan mau belajar untuk maju tanpa mengenal putus asa.     Setelah menarik napas dan mengelap keringat di telapak tangannya, Hanna memejamkan mata sesaat mencoba untuk konsentrasi.     “Adek ikuti tanda dari kakak saja. Oke!”     “Oke. Aku siap.”     Dibawah tekanan yang dirasakan Hanna, semuanya berlangsung dengan kecepatan dan keseragaman mereka dalam bertindak. Wajah Hanna masih terlihat tegang begitu mereka selesai pada tembakan terakhir. Ia tidak mampu berpikir sampai bahunya di sentuh oleh Agnes dan Melia yang begitu gembira dengan nilai yang mereka dapatkan.     “Adek…kita berhasil.”     Mereka bertiga berpelukan erat sementara Hanna belum mengerti apa pun juga. Pikirannya masih kosong sampai ia mendengar pengumuman hasil dari panitya.     “Kak…ini serius? Aku tidak melakukan kesalahan?” teriak Hanna membuat Agnes dan Melia menyentil hidung dan pipinya gemas.    Rona kebahagiaan dan semangat serta yakin pasti bisa membuat modal Hanna untuk lebih berani. Ia tidak menduga nomor mixed team yang ditakuti dapat ia lewati dengan baik. Kini sudah waktunya bagi mereka untuk mempersiapkan ke nomor berikutnya. Berharap semuanya sesuai dengan target mereka.     Hanna berjalan meninggalkan arena menuju tempat istirrahat sambil menikmati minuman. Pandangan matanya terlihat optimis melihat peserta yang lainnya masih bertanding. Hari ini ia sudah selesai dan akan dilanjutkan besok siang.     “Aku salut padamu. Selamat ya,” tegur seseorang dengan bahasa Inggris yang halus membuat Hanna berpaling.     Dia lagi…pria yang menyapanya dua hari yang lalu. Hanna hanya tersenyum sebelum menjawab pertanyaannya, “Terima kasih. Aku yakin kau tahu hari ini adalah kerja tim jadi bukan milikku sendiri. Bagaimana denganmu?” tanya Hanna memejamkan matanya.     Bagi sebagian orang mungkin tidak berpikir kalau usia Hanna masih cukup muda karena penampilannya yang sekarang ini. Wajahnya yang tertutup dengan kaca mata hitam lebar dan serta topi dan jaket yang dia gunakan menyembunyikan wajah remajanya yang masih murni.     Keanu, ia tidak tahu mengapa sejak pertama melihat Hanna ketika bertemu tidak jauh dari ruang ganti mulai memperhatikannya. Ia sangat kagum dengan gadis itu yang selalu focus dan tidak memperhatikan yang lainnya. Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seseorang yang mengikuti dan menyukai olah raga menembak.     “Hari ini sudah punya rencana?” terdengar suara Keanu membuat mata Hanna yang semula terpejam terbuka kembali dan langsung menatap wajah Keanu dari balik kaca mata hitamnya.     “Bukankah semua orang yang berada di sini sudah mempunyai rencana?” tanya Hanna mengernyit.     “Benar. Maksudku bagaimana kalau kita makan siang bersama?” tanya Keanu lagi sambil melepaskan topinya.     Hanna tidak berkedip memandang Keanu. Dia sebagai gadis remaja selalu menyukai pria yang mempunyai rambut panjang, tentu saja panjang tapi cukup enak di lihat seperti rambut Keanu. Biasanya orang yang menyukai menembak memiliki potongan rambut yang sama, yaitu pendek sedikit banyak potongan rambut mereka mirip tentara sangat berbeda dengan Keanu.     “Kalau makan siang kita semuanya selalu bersama. Aku tentu saja tidak keberatan kalau kau mau bergabung bersama kami,” jawab Hanna setelah pemujaannya terhadap Keanu mulai reda.     “Terima kasih. Aku akan menemui-mu, nanti,” katanya setelah melihat Hanna bersiap untuk bangun dari duduknya.     “Maaf, kau masih ada nomor pertandingan?” tanya Hanna.     Rasanya tidak sopan berbicara dengan orang yang lebih tua dengan kata kau dan aku, tapi Hanna juga tidak mengerti. Setahunya orang luar selalu menggunakan nama panggilan langsung ketika berbicara membuatnya sungkan.     “Benar. Kalau begitu sampai jumpa saat istirahat,” jawab Keanu sebelum berjalan menjauh meninggalkan Hanna yang  juga berjalan ke arah yang berlawanan untuk bertemu dengan anggota klubnya yang lain.     “Ciee…cie. Sepertinya ada yang udah jatuh hati nih sama adek yang manis,” goda Agnes begitu melihat Hanna yang bergabung bersama mereka.     “Siapa kak?” tanya Hanna menatap mereka satu persatu.     “Berarti kita nanti bisa ditraktir makan nih Nes,” kata Melia sambil tertawa.     “Bener banget. Apalagi si ‘dia’ selalu mendapatkan nilai yang bagus. Calon juara kaya-nya,” balas Rista yang sejak tadi hanya tersenyum.     “Siapa sih Kak. Aku juga mau dong ditraktir makan,” kata Hanna walaupun dia tidak mengerti siapa orang yang dimaksud oleh para seniornya.     “Masa tidak tahu Dek. Itu loh yang baru berpisah dengan peserta asing yang memiliki rambut berwarna coklat dengan ketampanan tingkat dewa,” goda Agnes membuat Hanna semakin tidak mengerti sementara yang lainnya tertawa. Apa mereka menertawai kebingungan mereka?     “Entahlah Kak. Aku ga ngerti siapa yang kalian maksud,” jawab Hanna pada akhirnya karena ia belum juga bisa menebak orang yang dimaksud.     Agnes baru saja bermaksud menjawab pernyataan Hanna saat ia melihat Robby Arya sebagai pimpian klub datang menemui mereka yang sedang istirahat.     “Selamat siang!” sapa pimpinan klub begitu dia berada di dekat mereka.    “Selamat siang,” balas mereka semuanya.     “Hari ini saya sangat bangga pada kalian semua dan mengucapkan terima kasih yang sangat bersar atas kesuksesan yang sudah kalian capai. Untuk Hanna, walaupun kau masih baru dan menjadi satu-satunya peserta yang paling muda, kau sudah membuktikan kalau kau mampu dan mampu bekerja sama dengan yang lebih senior. Kalian semua sudah berusaha yang terbaik untuk klub kita. Semoga kedepannya hanya kemenangan yang kita dapatkan. Semangat!”     “Semangat. Yes,” teriak mereka semuanya.     Mereka memang patut bangga karena mereka yang bertanding mewakili klub tetap bertahan hingga kejuaraan memasuki hari ke-4 sementara dari klub lain sudah mulai berguguran, bahkan ada yang mulai gugur di hari pertama dan kedua. Sungguh persaingan dan pertandingan yang mengutamakan ketajaman dari sepasang mata.     Mereka yang berasal dari klub Gajah Mada Shooting club sudah selayaknya bangga. Dari banyak nomor yang dipertandingan mereka mendapatkan nilai yang cukup bagus. Kemenangan yang sudah mereka capai membuat d**a mereka besar walaupun mereka harus tetap rendah hati.     Mereka tidak mau karena sikap jumawa dan sombong justru menghancurkan mereka. Hasil yang terbaik adalah target yang harus mereka peroleh sebelum menuju babak selanjutnya berharap mereka bisa memenangkan prestasi tertinggi karena mereke semua harus bisa membuktikan kalau mereka bisa.   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN