17. Menolak Papa Baru

1116 Kata
Air wajah Azha seketika berubah yang mulanya cerah dan cerita. Langkahnya juga ikut terhenti ketika ia melihat 2 orang yang ia kenal berjalan beriringan di depannya. Azha tak menyalahkan bila ibunya ingin dekat dengan siapapun. Tapi setelah pertengkarannya dengan Dinda tempo hari, melihat ibunya kini berjalan beriringan dengan Faris—ayah dari Dinda—membuat emosinya memuncak. Azha merasa tidak menyukai itu dan ia masih belum bisa menerima siapapun yang ingin menggantikan posisi ayahnya. Azha belum siap dengan itu. Dia tahu ini sesuatu yang egois... tapi dirinya juga ingin dimengerti. Bahwa dia memiliki alasan kenapa dia menolak ibunya kembali menikah. "Oh, kamu sudah pulang, Nak?" tanya Kinan yang terkejut ketika ia menyadari Azha sudah ada di depannya kini. Ia segera saja menghampiri Azha, putranya itu. "Kenapa nggak telfon Mama kamu mau ke sini?" tanya Kinan lagi. Dia kemudian memperhatikan putranya yang masih menggunakan seragam sekolah. Azha menolehkan kepalanya menghadap ibunya, setelah beberapa saat ia menatap intens pada ayah Dinda yang tersenyum kala melihatnya. Namun ia tak sedikit pun ingin membalas senyuman itu. Tidak masalah kalau ayah Dinda itu akan menganggapnya aneh. "Maaf, Ma. Aku tadinya mau bikin kejutan, tapi kayaknya mama sedang sibuk," jawab Azha dengan kesan dingin yang bisa ditangkap jelas oleh Kinan. Sepertinya Azha ada dalam keadaan mood yang tidak baik. Namun Kinan tidak menemukan petunjuk yang menjadi penyebab putranya bersikap demikian. "Umm... tapi Mama sama sekali nggak sibuk sekarang ini... hanya saja kalau Mama nggak ada di ruangan saat kamu ke sini, gimana?" kata Kinan. Azha hanya menyunggingkan kecil bibirnya tampak tidak berniat menimpali dengan kalimat lagi. Dan Kinan hanya bisa mengerti itu. "Oh, iya... kamu sudah dengar kabar kalau Dinda sakit?" tanya Kinan lagi, dan Azha hanya menganggukan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan itu, membuat Kinan kembali menghela nafas. Ada apa dengan putraku? Batin Kinan, merasa heran akan respon putranya yang masih juga dingin. "Syukurlah kalau sudah tahu. Sekarang ini Dinda juga dirawat dirumah sakit ini, Mama rasa kamu harus menjenguknya," usul Kinan. Tadi Azha memang sempat berpikir bila Faris sengaja datang untuk menemui ibunya itu. Tapi ternyata ayah dari Dinda ke sini karena Dinda juga ada dirumah sait ini? Apa sakit Dinda separah itu? Sebab yang dia tahu Dinda amat sangat membenci tempat berobat ini. Sampai Dinda mau dirawat dirumah sakit berarti lebih dari sekadar sakit biasa. Rasa khawatir Azha pada gadis itu kembali menyeruak tapi dia diam saja dan bersikap seolah tidak terlalu peduli. "Bagaimana? Kamu mau jenguk Dinda? Kebetulan Mama baru aja akan menjenguknya," tawar Kinan sekali lagi pada Azha yang kini menatap ibunya dan Faris secara bergantian. Satu yang tengah dipikirkan Azha saat ini adalah, tadi di sekolah ia mati-matian menghindari bertemu dengan Dinda yang ternyata tak masuk sekolah. Namun sekarang dirinya justru dihadapkan dengan kenyataan bila ia harus bertemu dengan gadis itu. Maka Azha hanya bisa merutuki, kenapa ia tidak bisa menemukan alasan untuk menolak tawaran ibunya untuk menjenguk Dinda? Tentu karena ia tak tega melihat Kinan yang terlihat memohon padanya untuk mengikutinya menjenguk Dinda lewat sorot mata. “Iya, Ma,” ucap Azha. Kinan dan Faris langsung tersenyum senang saat melihat Azha akhirnya mengiyakan tawaran untuk menjenguk Dinda. Segera saja Kinan menggandeng tangan putranya untuk mengikuti langkah Faris yang akan mengantarkan mereka menuju ruang inap Dinda berada. . /// Takdir Kedua | Gorjesso /// . CKLEKK   Dinda baru saja naik ke atas ranjang rumah sakit kembali ketika pintu ruang inapnya terbuka. Mulanya dia merasa biasa saja ketika ternyata itu ayahnya, tapi kemudian matanya berbinar kala dirinya melihat Kinan berjalan di belakang Faris. Dinda bahkan sampai menutupi mulutnya untuk mencegah dirinya memekik karena terlalu senang. Faris juga merasa turut senang saat melihat putrinya ini yang kembali mendapatkan keceriaannya, hanya karena melihat Kinan. Seorang dokter dan ibu dari temannya sendiri. Seorang wanita yang putrinya harap menikah dengannya. Kinan langsung menghampiri Dinda dan memeluk gadis ini dengan lembut. Beberapa kata terlontar dari bibirnya untuk memberi motivasi supaya Dinda sembuh. Tidak lupa juga saling menannyakan kabar setelah beberapa waktu tidak bertemu. Namun Kinan teringat akan sesuatu, jadi setelah ia melepaskan pelukannya dengan Dinda, ia meminta izin untuk kembali keluar. "Sebentar, ya? Ada sesuatu yang saya bawakan untuk kamu sebagai kejutan," katanya penuh rahasia.   Dinda tentu menjadi penasaran dan merasa antusias. "Apa itu, Dok?" tanya Dinda merasa tidak sabar akan kejutan yang dikatakan Kinan. Kinan keluar untuk menjemput 'sesuatu' itu untuk masuk ke dalam kamar inap Dinda. Dia bahkan menarik paksa Azha yang ketika disuruhnya masuk malah terlihat ogah-ogahan. "Ayolah, Sayang...." Mata Dinda berbinar cerah dan sudah begitu penasaran dengan kejutan yang akan Kinan berikan padanya. ia terlihat sangat menunggu dengan wajah cerianya yang seperti biasa. Namun dalam sekejap wajah cerianya itu berubah menjadi murung ketika melihat apa kejutan dari Kinan untuknya. Bukan tidak suka dengan kejutan itu, tapi rasa bersalahnya dengan kejutan yang dibawa oleh Kinan, yang membuat Dinda hanya mampu tersenyum kaku. Berbeda sekali di sisi Kinan yang dengan suara riang memberitahukan kejutannya pada Dinda. “Dinda disapa dong, Nak. Jangan diem aja,” kata Kinan gemas karena suasana yang dia rasakan menjadi canggung. "Ha...  hai, Din," sapa Azha dengan terbata setelah Kinan memaksanya untuk melakukannya. Kinan sendiri pun jadi tidak mengerti kenapa Azha berubah menjadi sekaku ini pada Dinda. Dia merasa seolah putranya ini tidak suka bila bertemu dengan Dinda.   Hal itu dirasakan juga oleh Faris yang merasa ada yang tidak beres dengan situasi yang tercipta di antara mereka dua remaja ini. Ia mengamati putrinya, Dinda yang juga terlihat kaku saat mengetahui Azha lah yang dimaksud oleh Kinan tadi. Wajah ceria Dinda menjadi murung seperti beberapa hari yang lalu. Apa mungkin Dinda dan Azha sedang bertengkar saat ini? Keheningan tercipta setelah itu dan baru terpecah kala seorang petugas mendorong troli makanan. "Um... apa kamu mau saya suapi, Dinda?" tawar Kinan ketika seorang petugas membawakan nampan makanan dan memberitahu bila sudah saatnya Dinda makan. Hal demikian membuat suasana kaku itu teralih, serta memberinya ide untuk membuat suasana itu membaik. Semuanya menoleh pada Kinan. yah, mungkin dengan tawaran mampu menyelamatkan mereka dari suasana yang sangat tak mengenakkan ini. "Iya mau, Dok!" pekik Dinda dengan rasa senang. Dinda bahkan sampai mengangguk mantap. Karena Faris dan Azha hanya diam seolah sedang menyamar menjadi batu, maka Kinan terus mengajak Dinda bicara tentang apa saja yang mampu membuat mood putri Faris itu kembali membaik sehingga berpengaruh juga pada nafsu makan gadis itu. Sedangkan Azha tengah bermain dengan ponselnya duduk dit aas sofa dengan Faris yang duduk di sampingnya. Biarpun saat ini ia tengah melihat Dinda tersenyum gembira dengan Kinan. Tapi Faris masih bisa melihat raut wajah Dinda yang terlihat terpaksa ketika harus tetap ceria dalam suasana yang Faris sendiri tak mengerti. "Saya ingin berbicara dengan kamu, Azha. Bisa kita keluar dulu sebentar?" tanya Faris pada Azha. . /// Takdir Kedua | Gorjesso /// .
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN