Azha memandang miris seorang gadis yang sudah ia anggap adiknya sendiri. Gadis itu masih saja betah duduk di samping ranjang ayahnya yang tengah koma. Dinda juga masih mengatupkan bibirnya rapat rapat sejak ayahnya itu dipindahkan ke ruang rawat inap karena keadaannya semakin membalik. Dinda masih duduk diam menatap wajah ayahnya dengan mengeluarkan air mata namun tak bersuara sedikit pun. Membuat Azha semakin bersalah. Karena seandainya ayah Dinda tidak menyelamatkannya, Dinda pasti tidak akan menjadi sedih seperti sekarang ini. Walau tadi Dinda sudah berkata bahwa gadis itu tak akan marah atau pun menyalahkan Azha, namun tetap saja Azha merasa harusnya ia lah yang berbaring di ranjang itu, bukan ayah Dinda, Faris. "Maaf," ucap Azha entah sudah keberapa kalinya kepada Dinda. Dinda men