6. Masa Lalu

1228 Kata
Ayu memperbaiki selimutnya yang terhempas, lalu memiringkan tubuhnya ke sisi sebelah kanan. Ia berusaha memejamkan matanya, tapi sepertinya kantuk enggan menghampirinya. Ayu menelentangkan tubuhnya kembali. Dilihatnya jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Sudah hampir tiga jam Ayu hanya membolak balikkan tubuhnya di atas tempat tidur. Udara dingin malam itu tetap saja tak bisa membuat Ayu tidur lelap. Sepertinya sedang ada yang mengganggu pikirannya. Ayu menoleh ke sebelah kiri, dilihatnya Kinanti yang tidur di sampingnya sudah begitu pulas. Bibir kecilnya sedikit terbuka. Ada sedikit ait liur yang menetes di sudut bibirnya, membuat Ayu manahan tawanya. Dipandanginya gadis kecil itu, wajahnya tampak begitu polos. Terkadang Ayu merasa kasihan pada Kinanti. Anak sekecil itu bisa begitu pengertian. Tak perlu ditanya lagi bagaimana ia selalu berusaha membantu pekerjaan rumah. Ia pun begitu mengalah pada Haikal. Tak pernah sekali pun Kinanti meminta sesuatu seperti anak-anak seusianya. Saat memiliki rejeki lebih dan menawarkan sesuatu padanya, Kinanti pun hanya meminta permen lolipop s**u kesukaannya. Ayu kembali memiringkan tubuhnya ke sisi sebelah kanan. Teringat sore tadi saat ia bertemu dengan Bagus. Ayu begitu beruntung bisa dipinang oleh laki-laki seperti Bagus. Di luar dari kehidupan keluarga Bagus yang kaya dan terpandang, ternyata kebaikan dan ketulusan hati Bagus lebih dari apa yang ia pikirkan selama ini. Ia begitu perhatian pada keluarga Ayu, apalagi adik-adiknya. Ayu semakin merasa bersalah pada Bagus. Tapi cinta tidak bisa tiba-tiba muncul dalam hati Ayu. Ia pun masih memikirkan bagaimana ia mengatakannya pada Ratna. Kurang lebih sayu pekan lagi Ratna akan kembali ke kampungnya. Ayu mengambil selembar foto usang yang selalu ia taruh di bawah bantalnya. Sebuah foto dirinya saat masih berusia satu enam bulan bersama Sanjoko dan Indri. Foto itu diambil saat hari pernikahan salah satu saudaranya di Yogyakarta. Foto itu adalah satu-satunya kenangan bersama ibu kandungnya. Foto itu sudah terlihat lusuh karena Ayu sempat merasa marah dan membuangnya karena ibunya begitu tega meninggalkan dirinya di usianya yang masih sangat kecil, di usia yang masih sangat membutuhkan sosok ibu dalam dirinya. Sudah lebih dari dua puluh tahun Ayu menunggu kedatangan ibu kandungnya, tapi sampai detik ini Indri tak kunjung datang menemuinya. Dulu Ayu sempat berfikir saat ini ibu kandungnya pasti sudah benar-benar melupakannya. Tapi bagaimanapun juga Indri adalah ibu kandungnya. Semarah-marahnya Ayu, dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia begitu ingin bertemu dengan ibu kandungnya, Ayu begitu merindukan sosok yang selama ini hanya bisa ia lihat dalam selembar foto. Walaupun begitu, Ayu tetap berharap suatu saat nanti ia bisa bertemu dengannya. Ia sangat berharap di hari pernikahannya nanti ibunya bisa datang untuk mendampinginya. Pasti hari itu akan menjadi hari yang paling bahagia untuk Ayu. Di foto itu Indri begitu cantik dan dari tatapan matanya terlihat ia begitu menyayangi putri kecil dalam gendongannya itu. Karena itu, Ayu yakin pasti ada alasan lain kenapa ibunya tak pernah sekali pun mengunjunginya. Ada titik air bening yang menetes di sudut matanya. Seketika dadanya sesak. Ayu mengetahui kenyataan pahit itu ketika usianya menginjak sepuluh tahun. Saat itu Ayu masih kelas tiga SD, tepat satu minggu setelah kelahiran Kinanti, adik tirinya. Saat itu Ayu tidak terlalu perduli, mungkin karena masih terlalu kecil dan belum mengerti. Menginjak remaja, Ayu baru mernyadari kehidupan masa kecilnya yang tidak sempurna. Walaupun ia telah mendapatkan kasih sayang dan cinta yang luar biasa dari Sanjoko dan Triningsih, tapi ia juga ingin merasakan kasih sayang ibu yang telah melahirkannya seperti teman-temannya yang lain. Sanjoko menikahi Triningsih ketika Ayu berusia tiga tahun. Sejak itu, Triningsih lah yang dengan telaten dan penuh kasih sayang merawat Ayu seperti putri kandungnya sendiri. Untuk anak berusia tiga tahun, mungkin ia belum memahami apa itu ibu kandung dan ibu tiri. Yang Ayu kecil tahu, Triningsih lah ibunya. *** “Nduk… udah siang. Ayok bangun…” Terdengar samat-samar suara Triningsih membangunkannya. Ayu berusaha membuka matanya. Benar-benar terasa berat. Rasanya ia baru tidur sebentar saja. “Ini udah Subuh lho… ayo shokat dulu,” kata Triningsih sambil mengelus lengan Ayu. “Iya Bu…” ucap Ayu lirih. Kali ini Ayu berusaha membuka mata dan duduk di tepi tempat tidurnya. Ia menguap beberapa kali karena rasa kantuk yang masih menguasainya. “Memangnya kamu tidur jam berapa tadi malem? Tanya Triningsih sembari membereskan buku-buku pelajaran Kinanti di atas meja belajarnya, meja sederhana yang dibuat oleh Sanjoko sendiri dari papan-papan bekas layak pakai yang ia dapat dari tetangganya. “Semalem Ayu ngga bisa tidur Bu.” “Memangnya kenapa? Ada yang kamu pikirin?” tanya Triningsih sambil menoleh ke arah Ayu. “Mmm… ngga ada kok Bu.” Ayu menoleh ke sisi kiri tempat tidurnya, rupanya Kinanti sudah tidak ada. Ia sudah bangun lebih dulu. Ayu menoleh ke jam dinding di salah satu sisi tembok, sudah menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. “Astaga… Ayu kesiangan Bu…” ucap Ayu sambil buru-buru beranjak sdari tempat tidurnya. “Ya udah sana buruan… nanti keburu waktu sholatnya habis.” “Iya Bu…” jawab Ayu sambil berlari keluar dari kamarnya. Tak biasanya Ayu terlambat bangun seperti ini, pasti ada sesuatu yang sedang ia pikirkan, batin Triningsih. Karena biasanya Ayu sudah bangun pagi-pagi sekali, bahkan sebelum adzan Subuh berkumandang. Setelah merapikan meja belajar, Triningsih membantu membereskan tempat tidur. Ia melipat selimut yang dipakai kedua putrinya dan menata bantal dan gulingnya hingga ia menemukan foto lama Ayu bersama Sanjoko dan Indri. Triningsih mengambil foto itu dan memandanginya cukup lama. Tidak ada rasa cemburu, apalagi marah. Justru ia merasa sangat sedih. Termyata diam-diam Ayu masih menyimpan foto itu. Diam-diam Ayu mengharapkan kehadiran Indri dalam hidupnya. Tapi selama ini Ayu sama sekali tidak pernah menanyakan keradaannya, seolah ia tidak perduli. Jika pagi ini Ayu tidak bangun kesiangan dan Triningsih tidak membantu membereskan tempat tidurnya, pasti Triningsih tidak akan pernah mengetahui perasaan Ayu saat ini. Sedikit banyak Triningsih bisa merasakan apa yang Ayu rasakan saat ini karena ia pun selama ini dibesarkan oleh seorang ibu tiri. Bedanya, ibu kandungnya meninggal saat ia masih berusia dua tahun. Triningsih menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Kamu di mana sih Mba? Memangnya kamu ndak ingin bertemu dengan Ayu? Sekarang Ayu sudah tumbuh jadi gadis yang cantik, gadis yang santun, dan sekarang Ayu sudah ada yang melamar Mba, sebentar lagi mau menikah, ucap Triningsih dalam hati. Tiba-tiba Triningsih teringat ketika ia tanpa sengaja bertemu dengan Indri di Purwokerto. Saat itu Triningsih belum menikah dengan Sanjoko. Ia datang ke Purwokerto untuk menghadiri pernikahan salah satu saudaranya. Kebetulan keluarga besar Indri juga berasal dari Purwokerto. Tapi apa yang dikatakan Indri benar-benar sangat menyakitkan. Udah Tri, ngga usah ikut campur masalah aku. Ini kehidupanku, aku yang ngejalanin. Jangan karena pernah sekali aku titipin Ayu ke kamu waktu aku ada urusan trus kamu jadi seenaknya ngatur-ngatur hidup aku. Nih, kamu denger, aku udah ngga peduli lagi sama mereka. Sekarang aku udah punya keluarga baru. Aku sudah lebih bahagia sekarang, kata Indri saat Triningsih mencoba membujuk Indri untuk menemui Ayu. Saat itu Ayu kecil jadi sering menangis dan sakit-sakitan. Walaupun belum bisa bicara, tapi Triningsih tahu Ayu merindukannya. Indri tidak tahu kalau selama ia pergi, Ayu dititipkan kepadanya saat Sanjoko pergi bekerja. Selama dua puluh tahun lebih Triningsih menyembunyikan pertemuannya dengan Indri. Ia tidak ingin menyakiti perasan Sanjoko dengan perkataan Indri saat itu, apalagi menyakiti perasaan Ayu. Triningsih pun berharap suatu saat nanti Indri menyadari kesalahannya dan mau menemui putrinya. Terdengar suara derap langkah kaki menuju ke arah kamar, cepat-cepat Triningsih mengembalikan foto itu ke tempat semula sebelum Ayu memergokinya
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN