32. Waktu yang tak tepat

1015 Kata
"Bi, plislah. Jangan di sini." Untungnya Rabian belum datang. Hana masih bisa membujuk Tobias untuk duduk kembali dengannya. Namun, tampaknya cowok itu masih keukeuh dalam pendiriannya. Ia mengambil ponselnya. Mengetikkan sesuatu di sana lalu menempelkannya ke telinga. Hana berjongkok di samping meja cowok itu. "Halo, Gan. Lo dateng hari ini?" "Oh, oke." "Nggak, gue cuma mastiin aja." "Oh, enggak kok. Nggak ditanya guru. Gue cuma mau mastiin aja." Tobias melirik ke samping. "Karena temen sebangku lo udah nanyain lo terus." "Oke. Hati hati di jalan." Tobias mematikan panggilan itu. Membuat Hana berdiri. "Gimana? Dia masuk?" "Iya." Tobias memasukan gawai itu ke dalam saku celananya. "Oke. Gue udah tenang kalo gitu." Hana menepuk bahu Tobias pelan. "Makasi bestiku." Saat ia berbalik, orang yang baru ia khawatirkan muncul dari pintu. Dengan melipat kedua tangannya di depan d**a, Hana berjalan santai menuju mejanya. Matanya sudah sigap memerhatikan setiap gerak-gerik cowok itu. Saat tercium aroma ancaman dengan cepat ia menghalangi daerahnya dengan tangan. "Mau ngapain lo!" "Kayaknya temen lo nggak masuk hari ini." Hana menjentikan tangannya. "Ting. Salah. Temen gue mau dateng. Jadi silakan bapak mencari tempat lain." Rabian melemparkan senyum ke arah Hana, yang dibales senyuman pula. Cowok itu melepas tasnya dan menaruhnya di atas meja. "Lo nggak denger apa gimana?" tanya Hana dengan senyum yang masih tercetak. "Selama temen lo belum dateng gue di sini." Sepertinya cara lembut seperti ini tidak mempan. Hana mendorong tas cowok itu hingga terjatuh. "Kalo gitu lo silakan tunggu temen gue sambil berdiri." Rabian mengambil tasnya dan memeluknya erat. "Oke," ujar cowok itu dengan tersenyum lebar. Mulutnya Hana terbuka. Benar benar tidak habis pikir dengan cowok di depannya. Ternyata ada ya cowok keras kepala, resek, dan nyebelin macam dia. Waktu sudah lewat sepuluh menit. Sebentar lagi jam pelajaran akan dimulai. Namun, Gani belum juga datang. "Mana? Belum dateng juga," celetuk Rabian. Plis, dateng dong, Gan, bantuin gue, batin Hana. "Ha! Itu dia!" Hana berdiri sambil menunjuk ke arah Gani. "Sekarang lo minggir." Gani menghampiri Hana dengan kening mengerut. Ia menggaruk rambutnya yang tak gatal. "Kenapa sih, Na." "Hai, kenalin gue Rabian." Rabian menyela ketika Hana ingin berbicara. Yang otomatis atensi Gani beralih ke cowok itu. "Oh, lo anak baru itu. Gue Gani." Rabian tersenyum. "Lo duduk di sini, ya? Bisa tukeran nggak sama gue." Gani yang hendak mengatakan iya, sedikit terganggu karena isyarat yang diberikan Hana. "Mata gue minus. Dan gue lupa bawa kacamata. Oh, iya lo normal kan matanya?" Gani mengangguk tanpa ragu. "Iya. Gue sih sebenernya—" "Gan!" Hana menempatkan tangannya di bahu cowo itu. "Lo kalau di belakang nggak fokus nanti." Ia meremas bahu cowok itu berharap Gani bisa memahami kode yang ia berikan. Gani melihat barisan bangku paling belakang. "Kayaknya bakalan fokus sih. Gue sama Jojo tuh. Anaknya nggak resek. Malah kalo sama lo gue susah fokus." Rabian menutup mulutnya untuk menahan tawa. Hana melemparkan pelototan mautnya kepada Gani. "Gan, kita udah partner paling debes. Lo tega—" "Makasih, Gan." Rabian tanpa babibu lagi melempar tasnya ke atas meja dan mendaratkan bokongnya di kursi. Gani melepas tangan Hana dari bahunya. "Bay, Hana. Gue nggak apa-apa kok duduk di belakang. Serius. Nggak usah khawatirin gue gitu." Balik cowok itu yang kini menepuk bahu Hana. Sialan, Gani, gue nggak ada ngekhawatirin lo. Gue khawatirin diri gue sendiri, batin Hana teriak. Rabian mendekatkan wajahnya untuk berbisik kepada Hana. "Mari kita lupain masalah nyungsruk lo itu, ya. Maafin gue udah nendang lo, oke?" Hana menggigit bibir bawahnya. Tangannya mengepal. Berusaha menahan diri untuk tidak membakar hidup cowok yang kini sedang mengulum senyum menahan tawa. "Kenapa juga gue harus nyungsruk sih," gumam Hana. Sepertinya ini akan menjadi aib paling memalukan yang dimiliki oleh Hana. *** Seperti sebelumnya, Rabian tertidur saat jam pelajaran. Untung saja kali ini guru yang mengajar tidak ada yang killer dan memerhatikannya. Bahkan saat jam pelajaran berakhir pun Rabian masih pules. "Han, ke kantin bareng yuk." Dira mengajak. "Ayo." Hana menutup bukunya dan berdiri. "Dia nggak dibangunin?" tanya Intan menunjuk Rabian dengan dagunya. Hana mengibaskan tangannya. "Nanti juga kalo laper dia bangun." Nyatanya, sampai Hana kembali dari kantin Rabian masih menutup rapat matanya. Tangan Hana sudah hampir menyentuh bahu cowok itu untuk membangunkannya. Namun, urung dengan tidurnya Rabian setidaknya membuat dirinya terhindar dari gangguan cowok itu. Entah, memang manusia di sampingnya ini jelmaan dari burung hantu. Bahkan sampai jam pelajaran berakhir Rabian masih dalam posisi tidur. Sesekali ia bangun hanya untuk mengganti posisi dan menanyakan jam. Hana berdiri, menyambar tasnya dan berjalan keluar. Masa bodo dengan Rabian yang tertidur di kelas sampai besok. Di depan kelas ia melihat Tobias yang tengah menunggunya. "Gue ada latihan voli. Mau nunggu?" Dahi Hana mengernyit. Tidak biasanya Tobias menanyakan ini. Biasanya ia tidak peduli Hana mau pulang duluan atau menunggunya. "Tumben nanya. Biasanya gue yang ngomong duluan." Dengan wajah datarnya, Tobias berbalik meninggalkan Hana. "E eh iya bareng." Hana berlari mengejar cowok itu. "Gue tunggu di luar, ya, nanti kalau udah selesai latihan telepon gue. Oke?" kata Hana sambil memberhentikan langkah kakinya. Tobias seperti biasa tidak memberikan jawabannya. Namun, Hana menganggap itu sebagai jawaban iya. Maka dari itu ia berbalik arah. Ayunan kakinya melewati lorong kelasnya lagi. Entah malaikat dari mana yang membisikannya. Cewek itu kembali menuju kelas untuk melihat Rabian. "Ni orang emang mau nginep di sini?" Kepala Hana bergeleng. Ia menghampiri cowok berambut acak-acakan itu. "Woy. Bangun lo. Mau sampe kapan tidur." Tangan Hana menepuk bahu Rabian. "Wah, beneran jelmaan kebo nih." Cewek itu kini memukul meja menciptakan bunyi nyaring di sunyinya kelas saat itu. Gebrakan meja Hana terhenti saat tahu-tahu saja pergelangan tangannya ditahan oleh seseorang. "Batre ponsel gue habis. Kalo lo di luar ribet nyarinya. Tunggu di ruang olahraga aja," kata Tobias sambil menarik cewek itu keluar. Hana mendesah pelan. Padahal perempuan itu ingin berkeliling sekolah seperti sebelum-sebelumnya. Karena menurutnya, melihat orang yang sedang latihan makin lama jadi membosankan bagi Hana. Kelopak mata Rabian terbuka. Ia tersenyum tipis sambil mengangkat kepalanya. Memangku wajahnya dengan tangan sambil melihat punggung cewek itu yang sudah menghilang di balik pintu kelas. Sebenernya ia sudah bangun dari tadi. Hanya saja ia ingin mengerjai Hana. Namun, sayangnya waktunya tidak tepat untuk mengerjai cewek itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN