31. Pesan dari Buaya

1011 Kata
"Hana." Panggilan dari Tobias membuat langkah kaki Hana tertahan. Terlihat Tobias terburu-buru memasukkan buku dan tempat pensilnya ke dalam tas. Cowok itu berjalan cepat mendekati Hana. "Nggak pulang bareng?" "Loh." Hana melirik ke sekelilingnya. "Nggak ada latihan?" Tobias bergeleng. "Itu pun kalau lo mau—" "Iya mau lah jelas!" sergah Hana sambil menarik tas Tobias. "Gue kira hari ini bakalan pulang naik angkot," kata cewek itu sambil membawa tas milik Tobias. "Tas gue mau diapain?" "Mau saya bawain tuan," jawab Hana sambil menunduk. "Aneh," celetuk Tobias sambil berlalu melewati Hana. Hana berdecih. "Sabar, yang penting dapet tebengan." Yang Hana tidak tahu, Tobias tersenyum tipis karenanya. *** "Ibu." Hana mengambil piring yang tengah di bawa Rika. Membawanya ke meja makan untuk ditata. "Ayah pulang cepet, ya?" Rika yang tengah mencuci sendok dan garpu hanya berdehem. "Kenapa emangnya?" lanjutnya. "Oh, nggak apa apa," kata Hana sambil bergeleng. Kehidupan Hana sebagai anak tunggal sangatlah tidak menyenangkan. Terkadang dia iri dengan Syabil yang memiliki adik atau Tobias yang memiliki kakak. Suara gerbang terbuka membuat Rika bergegas keluar rumah. Hana yang asyik selonjoran di sofa depan tv tidak bergeming sedikit pun. "Han, Ayah pulang tuh salim sana. Tadi nyariin," tegur Rika sambil membawa tas kerja suaminya ke kamar. Hana bangun dari tidurnya untuk mencium tangan Danu. "Ayah mau mandi dulu? Atau langsung makan?" Mendengar pertanyaan yang dilontarkan ibunya ke ayah. Membuat Hana berharap cemas jawaban itu sesuai keinginannya. "Mandi dulu deh." Bahu Hana merosot. Tandanya ia masih harus menunggu Danu mandi sebelum bisa mengisi lambungnya. Kebiasaan makan malam bersama yang membuat terkadang Hana merasa tersiksa. Kalau Hana protes pasti Rika akan mengatakan. "Nunggu beberapa menit nggak buat kamu mati." Huh, padahal cacing di perut Hana sudah menggelar demo besar-besaran. Terpaksa cewek itu kembali merebahkan badannya di sofa. Ia meraih benda pipih miliknya di atas meja. Jarinya asyik menggeser ke atas ke bawah, ke kanan dan ke kiri layar itu. Tidak ada tujuan. Tidak ada yang chat juga. Kadang ia merasa bosan di rumahnya sendiri. Kalau di rumah Tobias mungkin ia sudah asyik berselancar di sosial media. Menonton drama di aplikasi online. Tanpa harus takut kuotanya terbuang sia-sia. Atau ia bisa asyik nyemil makanan sambil menunggu ayahnya selesai mandi. Sayangnya kehidupan mereka berbeda. "Hana ayo makan." Ternyata Danu sudah selesai mandi. Hana langsung loncat ketika mendengar ajakan itu. Sabar cacing, makanan akan datang! Di meja makan mereka makan dengan tenang. Bukan karena peraturan ketat yang mengharuskan mereka diam. Tapi, karena tidak ada topik aja. Mungkin teman-teman sekolah Hana akan mengira suasana rumah Hana akan heboh, seperti suasana kelas jika ada Hana. Namun, nyatanya tidak. Di rumah Hana tidak membuat kehebohan itu. Nasib anak tunggal. Maka dari itu jika ada satu orang yang berbicara pada saat makan, yang lainnya akan tampak aneh. "Ayah." Hana mengeluarkan suaranya. Membuat tidak hanya Danu yang mendongak, Rika pun ikut memberikan atensinya kepada Hana. "Kata Tobias, rumah sakit milik keluarganya Viola ada acara gitu, ya?" Danu mengangguk. "Iya. Kenapa?" Hana tersenyum kecil. Ia harap ekspresinya ini sudah cukup membuat jawaban ayahnya sesuai dengan keinginannya. "Aku boleh ikut?" "Kamu diundang?" tanya Danu balik. Ah, Hana merasakan firasat tidak enak kalau jawaban ayahnya sudah seperti itu. "Kata Tobias, Ayah diundang. " "Iya, Ayah diundang. Jadi Ayah nanti hadir. Kamu diundang?" Hana menggeleng pelan. "Terus ngapain hadir? Masuk ke gedungnya kan harus ngasih liat undangannya." Sudah. Jawaban Danu sudah jelas. "Tapi Tobias aja ikut ke sana." "Berarti dia diundang." "Masa Tobias diundang aku enggak. Aku juga kan kenal Viola. Lagian siapa tau aja Tobias ngikut undangannya Om Irwan." "Tau dari mana? Kalau ternyata Tobias diundang juga. Yang ada kamu ke sana nggak dibolehin masuk karena namanya nggak ada. Itu acara gede pasti tamu undangannya udah terdaftar." "Masa masih SMA udah kedaftar," gumam Hana tidak mau kalah. "Bisa aja. Sekalian acara perjodohan gitu antara Viola sama Tobias," celetuk Rika ikut menimbrung. "Ibu." "Ibu." Protes Danu dan Hana bersamaan. "Loh kok bareng? Bercanda kali bercanda." "Nggak enak kalo kedengeran Pak Irwan. Tau sendiri anaknya suka ember mulutnya. Mana tau dia bercandaan." "Aku tau kalo cuma bercanda," sanggah Hana. "Tapi bercandaan Ibu nggak lucu." Jawaban spontan Hana membuat Rika dan Danu yang hendak menyuap jadi terdiam. "Hana udah selesai. Izin duluan ke kamar, ya." Hana mengangkat piring kotornya dan membawanya ke dapur. Entah, cewek itu tidak sadar bahwa perkataannya membuat kedua orang tuanya memikirkan hal lain. "Bu, Hana nggak lagi cemburu kan itu?" bisik Danu. "Enggak kayaknya, Yah. Jangan sampe maksudnya." *** Ponsel Hana sedari tadi berdering. Tidak biasanya ponselnya seheboh ini. Hana mengambil benda pipih itu dari meja depan tv dan membawanya masuk ke dalam kamar. Pesan dari nomor tidak dikenal. From: 08xxxx Han Han Ini gue Rabian Besok pelajarannya apa? Kok nggak dijawab sih Nggak tau ya lo Oke gue kasih tau Besok PKN, bahasa indonesia, bahasa jepang Bilang makasih ke gue Kok belum dijawab Yaudah gue aja yang bilang Makasih, ya, Han Kening Hana mengerut. "Ini orang kenapa sih? Saraf di otaknya kelilit apa gimana." Membaca namanya saja sudah membuat mulut cewek itu mengomel tidak jelas. Jarinya mulai menari di atas layar. Lo gabut? Apa emang nggak ada kerjaan Send. Tidak ada hitungan detik, pesannya sudah dibalas orang itu. Gue ada kerjaan kok. Kenapa? Lo mau kerja juga? From: Rabian Cewek itu berdecih. Ia sudah malas membalas chat itu dan melempar ponselnya ke atas kasur. Beberapa saat kemudian benda pipih itu kembali bergetar. "Aish sial. Ni orang kenapa sih." Hana mengambil ponselnya lagi. Besok temen lo masih sakit kan? Gue duduk di tempat lo lagi ya From Rabian Enggak! Temen gue besok sehat. Lo duduk di belakang. Send. Temen lo suruh sakit lagi deh. Biar gue bisa duduk di situ. Gue gak keliatan kalo di belakang. Gak bisa konsentrasi belajarnya From Rabian Lo aja tidur di kelas. Sok sokan mau belajar Send. Jadi kalo gue nggak tidur boleh dong duduk di samping lo? From Rabian Enggak! Send. Oke. Sampe ketemu besok From Rabian Hana bergidik ngeri. Ia sudah mencium aroma buaya yang kuat. Untuk itu ia langsung membuka ruang obrolannya dengan Tobias. Memencet tanda rekam suara dan mengirimnya. "TOBIAS POKOKNYA BESOK SEBANGKU SAMA GUE TITIK!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN