38. Seseorang

1017 Kata
Masakan buatan Bu Rumi memang tidak pernah gagal. Koki favorit Hana nomor dua setelah Ibu. "Ditaruh situ aja, Han. Nanti biar Bu Rum yang cuci." Hana bergeleng sambil tersenyum. "Nggak apa apa kok, Bu." Ia memakai sarung tangan karet dan menuangkan sabun cuci piring ke spon. Bu Rumi tersenyum di belakang Hana. Ia ingat dulu sering memisahkan Hana dan Tobias saat mereka bertengkar. Mengobati Tobias saat Hana melukainya. Bahkan membujuk Hana saat ia ingin sesuatu milik Tobias. Namun, saat ini tak terasa kalau dua bocah itu sudah dewasa. Setelah mencuci piring bekas makannya. Hana berniat mau membantu Bu Rumi merapikan meja makan. "Nggak usah, Na. Udah sana main sama Tobias." Hana tersenyum ramah. "Aku ke atas dulu, ya. Bu Rumi istirahat sana." Cewek itu mengelus punggung Bu Rumi. "Iya, anak cantik." Bu Rumi mengusap pipi Hana gemas. Hana tertawa kecil. Ia masih ingat bagaimana dulu Bu Rumi pernah kelimpungan karenanya. Hana menghormati pembantu Tobias itu sudah seperti orang tuanya juga. Seperti Tobias yang memperlakukan Bu Rumi dengan baik. Setelah pamit meninggalkan Bu Rumi, cewek itu melangkahkan kakinya menuju kamar Tobias. Ia penasaran kenapa Tobias tidak ikut makan dengannya. Hana mengetuk pintu kamar itu. Terdengar sahutan dari dalam kamar. Ia pun memutar kenop pintu itu. Aroma parfum khas Tobias menjadi hal pertama yang menyapa Hana. Cewek itu terdiam sepersekian detik melihat penampilan rapi Tobias. Cowok itu memakai dasi kemeja biru dongker dengan tuksedo yang membalut tubuhnya. "Lo mau ke mana?" tanya Hana. "Ke acaranya Viola. Udah lupa?" Ah, iya, ini hari sabtu yang berarti nanti malam minggu Tobias akan pergi bersama Viola. Hana mendudukan bokongnya di atas kasur Tobias. Memperhatikan cowok itu yang tengah menyisir rambutnya. Model comma hair yang tengah dibuat Tobias itu membuat Hana diam-diam memuji sahabatnya itu. "Lo harus pulang. Nggak ada siapa-siapa di sini." "Iya tau. Abis ini gue pulang." Tobias melirik Hana dari cerminnya. "Gue nggak bisa anter lo pulang." Cewek itu menganggukan kepalanya. "Iya, gue pulang sendiri." Hana memerhatikan Tobias yang kini tengah memilih koleksi jam tangan di lemarinya. Kemudian lelaki itu beralih ke lemari sepatu miliknya. Hampir setengah jam lebih cowok itu memilih sepatu dan jam apa yang akan ia pakai. Membuat Hana berpikir kalau acara yang akan dihadiri Tobias ini tampaknya sepenting itu. Memecah kesunyian di ruangan itu. Hana memberikan pertanyaan yang membuat Tobias terdiam. "Lo kenapa kayaknya lagi berusaha buat unggul dalam berbagai hal? Jadi ikut voli ikut jadi duta. Padahal lo yang dulu nggak akan mau jadi pusat perhatian." Tidak kunjung mendapat jawaban, Hana kembali memanggil. "Tobias? Lo denger gue ngomong nggak sih," sulut Hana. Tobias mengambil sepatu kets berwarna hitam tanpa memikirnya lagi. Kemudian memakainya. "Mulai sekarang gue mau diliat sama orang. Gue mau mereka tahu kalau gue punya kemampuan dan ..." Tobias menggantung kalimatnya. Membuat Hana harus menunduk untuk melihat ekspresi cowok itu. "Gue mau buktiin ke seseorang kalau gue bisa." Tobias mendongak membuat mata mereka bertemu. Sebuah ketukan dari luar memutus kontak mata antara Tobias dan Hana. "Mas Bias. Ada Neng Viola." "Iya, Bu. Sebentar," balas Tobias sambil berdiri dan berlari ke luar. Hana membatin, seseorang? Pembuktian kepada siapa? Sambil berpikir, Hana ikut berjalan keluar. Seperti kata Tobias. Ia harus pulang. Dari lantai dua. Ia bisa melihat Viola dengan gaun biru dongker selututnya tampak senada dengan pakaian Tobias. Mereka berdua keluar rumah bersama-sama. Dan Hana hanya memerhatikan itu dari kejauhan. Benarkah seseorang yang dimaksud Tobias Viola? Dengan kata lain yang membuat cowok itu berubah adalah Viola? *** Hana dan Tobias saat SD Cowok itu sejujurnya merasa risih. Jika ia tidak salah sangka, Hana sedari tadi diam-diam memerhatikannya. Tobias menutup sebagian wajahnya dengan tangan. "Ck, bisa nggak tangannya nggak usah ngehalangin gitu." Hana protes sambil menepis tangan Tobias dari wajah cowok itu sendiri. "Lo ngapain sih." Tobias melirik ke arah kertas hvs yang ada di tangan cewek itu. Ia sedikit terkejut melihat hasil coretan sahabatnya itu. Hana menutupnya dengan tangannya. "Belum selesai. Lo kalau mau gue liatin. Jangan gerak. Jangan ditutupin." "Tapi gue risih." "Udah lo fokus aja ke komik lo. Nggak usah peduliin gue." Hana kembali menyandar ke sofa. "Aneh banget padahal nggak gue gangguin juga," gerutu Hana. Walaupun dalam hati Tobias sangat tidak nyaman, ia tetap melakukan apa yang disuruh oleh cewek itu. Waktu sudah berlalu dua puluh menit. Tobias sudah kaku dengan gayanya saat ini. Namun, ia terlalu takut untuk bergerak. "Han, masih lama?" "Dikit lagi." "Gue mau ke kamar mandi." "Ke kamar mandi aja sana. Gue tinggal finishing aja kok," balas Hana acuh tak acuh. Tobias sedikit membatin kenapa nggak ngomong dari tadi kalau udah selesai! Setelah hasil gambarnya selesai. Hana menatapnya dengan bangga. Meskipun enggak begitu mirip dengan Tobias setidaknya ia sudah berhasil membuat lukisan itu. Saat Tobias sudah kembali dari kamar mandi Hana langsung memberikan kertas itu kepada Tobias. "Gue buat lo keliatan lebih ganteng meskipun aslinya nggak seganteng ini." Hana meneguk minumnya. "Gimana gimana? Kasih pendapat dong." "Ini gue?" Kepala Hana naik turun. "Nggak mirip kan? Ya emang. Kan udah gue bilang." "Mirip kok," komentar Tobias melihat gambarnya yang tidak pakai kacamata. Hana menggambar dirinya tanpa kacamata. Tawa menyembur dari mulut Hana. "Mirip apanya. Lo terlalu ganteng." "Lo ini gambarnya gue nggak pake kacamata. Kayaknya gue kalau nggak pakai kacamata kayak gini." Bahu Hana mengendik. "Sini. Itu buat tugas gambar gue besok." Tobias baru ingat kalau ia belum membuat tugas itu sama sekali. Bagi Tobias ia lebih baik mengerjakan sepuluh, lima puluh, atau bahkan seratus soal matematika ketimbang harus menggambar satu objek. "Diliat dari wajah lo. Lo belum ngerjain kan?" Hana menyolek pipi Tobias. Cowok itu terdiam. Ia membenarkan letak kacamatanya dan kembali membuka komik yang sedang ia baca. "Nilai rapot lo bisa turun loh kalau nilai seni nya pas KKM." Tobias terdiam. Hana tersenyum miring lalu mendekat ke arah Tobias. "Mau gue buatin?" Dari nadanya, Tobias sudah tahu maksud dari tawaran Hana itu. "Kan sayang aja kalau lo udah belajar tapi gara-gara tugas gambar aja mempengaruhi skor rapot." "Lo mau apa?" tanya Tobias to the point. Hana tersenyum lebar. Rencananya berhasil. "Gue liat PR bahasa inggris, matematika, sama IPA, ya?" Alis Hana naik turun. "Nanti gue gambarin yang bagus." Tobias mana bisa menolak jika Hana sudah seperti ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN