60. Final

1010 Kata
Ini sudah dua hari dari hari di mana kelas IPA F mendapat kelas sesi curhat. Kondisi IPA F sekarang terlihat sangat sepi. Hampir sebagian murid tidak hadir di sekolah. Rabian yang merasa aneh akhirnya bertanya ke teman di depannya. "Anak-anak pada ke mana? Sekarang nggak libur, kan?" "Kayaknya pada dispensasi." "Kenapa?" "Hari ini ada pertandingan final voli. Anak-anak dateng buat jadi suporter." Kepala cowok itu mengangguk kecil. "Di mana?" *** Hana sudah mengambil duduk di samping Intan. Ini kali pertama dia dan teman-teman sekelasnya menjadi suporter voli. Bukan tanpa alasan. Itu karena salah satu teman mereka menjadi pemain inti tim voli sekolah. Tobias Otaru. Pemain bertinggi 180 centimeter. Berkulit kuning langsat dengan kacamata olahraga bertengger di wajahnya. Lelaki itu memasuki lapangan bersama rekan timnya. Melihat orang mereka kenal membuat kelas F sontak meneriaki nama lelaki itu. "Tobias! Tobias! Tobias Semangat!" Bahkan suara Hana ikut tenggelam di antara teriakan teman-temannya. "Tobias posisinya apa, Han?" tanya Intan. "Middle blocker. Dia kan tinggi. Udah gitu pembacaan arah bolanya tu orang jago," seru Hana kepada teman-temannya. "Tobias suka voli udah lama, ya?" Gani bersuara. Cewek itu mengangguk. "Udah dari kecil. Itu pun karena gue," ucap Hana sambil mengingat kali pertama mereka membeli bola biru kuning itu. Announcer bersuara, membuat percakapan antara Hana dan teman-temannya lantas terhenti. Pertandingan antara Galena dan Cakrawala akan dimulai. Hana melihat kedua tim berhadapan lalu bersalaman. Kemudian mereka mulai berdiri pada posisi masing-masing. "Udah mulai, udah mulai," seru Vino. Servis dimulai dari Cakrawala. Pemain bernomor punggung 4 itu melakukan servis lurus. Untungnya Fajri bisa menerimanya dengan baik. Sepuluh menit sudah terlewati. Skor menunjukan 10-15. Ketertinggalan untuk Galena. "Yah, kita kalah dong. Ah, nggak mau liat. Aduh, yah, kan, masuk lagi," oceh Windi. "Belum kalah, Win. Baru juga babak pertama. Santai aja, sih. Tim voli kita jago-jago, kok. Percaya sama gue." Galena dan Cakrawala memainkan 5 set pertandingan. Setiap set membutuhkan 25 poin untuk menang. Tim yang berhasil memenangkan 3 set itulah pemenangnya. Set pertama selesai. Dimenangkan Cakrawala. Skor 0-1 "Kita udah kalah kan itu. Tim cakrawala jago," kata Windi lagi. "Tim kita lebih jago, Win. Percaya sama gue. Masih ada empat babak lagi. Gue yakin babak ini kita menang," ucap Hana percaya diri. Benar saja. Tim Galena berhasil menyamakan kedudukan menjadi satu sama. Lanjut ke babak ke tiga. Permainan antara Galena dan Cakrawala makin memanas. Beberapa kali Cakrawala melakukan kesalahan yang membuat skor menjadi milik Galena. Begitu pun sebaliknya. Priwitt Kali ini yang melakukan kesalahan adalah tim Galena. "Itu kenapa?" Windi bertanya. Dengan mata lurus ke depan Hana menjawab, "Tangan Tobias tadi ngelewatin net. Itu pelanggaran." Tanpa cewek itu sadari, ia menggigit bibirnya cemas. Tobias tampak kelelahan. Ia berharap pelatih Galena menyadari itu. Mata cewek itu terus-terusan melirik papan skor, jam dan Tobias. Hana tidak pernah melihat Tobias secapek itu. Sebuah peluit tanda pergantian pemain berbunyi. Cewek berambut gelombang itu mengembuskan napas lega saat tahu siapa yang diganti. Jika masih dipertahankan lagi, Hana tidak yakin cowok itu tidak pingsan di lapangan. Meskipun sudah keluar dari lapangan. Tobias masih setia memberi semangat pada rekan-rekannya. Cowok itu ikut berseru kepada teman-teman di tengah lapangan. Hingga set ke tiga selesai dan dimenangi oleh Tim Cakrawala. "Set ke empat bakalan berat buat Galena. Temen-temen nanti semangat yel-yelnya, ya!" seru Hana. Intan yang tidak paham dengan maksud ucapan Hana bertanya. "Ini permainan 5 set. Kemenangan tiga set. Cakrawala sekarang udah ada dua poin. Sedangkan Galena satu poin. Cakrawala butuh satu poin lagi buat menang. Sedangkan Galena masih harus ngumpulin dua poin lagi," terang Hana. "Secara mental, Galena lagi tertekan," lanjutnya. Intan mengangguk sambil ber-oh ria. Suasana di tribun semakin memanas. Kedua tim saling bersorak, menyuarakan yel-yel masing-masing. Set ke empat berakhir. Dimenangkan oleh Galena. Skor menjadi dua sama. Terganti pergantian lapangan. Set ke lima ini sebagai penentu pemenang di tahun ini. Tidak hanya orang di dalam lapangan. Suporter pun sama gugupnya. Tobias memberikan spike-an mautnya. Bahkan libero lawan pun tidak bisa menyelamatkan daerah mereka dari serangan Tobias. Pancaran kesungguhan dan ambisi terlihat di mata lelaki itu. Mungkin bagi rekan setimnya atau bagi sekolah sekali pun. Kemenangan di final adalah hal biasa. Namun, bagi Tobias ini adalah kemenangan pertamanya. Pertama kalinya ia memutuskan untuk berani mengasah bakatnya. Dan kemenangan ini adalah bentuk dari keyakinannya kalau jalan yang ia ambil saat ini tidak salah. Peluit panjang terdengar. Pemain yang memenangkan set ini sontak bersujud. Termasuk lelaki tinggi itu. Galena berhasil memenangkan set ke lima dengan rally point. Suporter dari Galena lantas ikut bersorak senang. "Yeayy, Galena menang ges!" seru Randi. "Nggak sia-sia gue dispen, nggak sekolah dan nonton ini," ucap Intan. "Sok rajin lo. Biasanya juga ribut terus karena nggak dibolehin nonton," sulut Sonia. "Hehe iya." Intan terkekeh. "Eh, eh liat tuh. Pemberian piala," seru Gani. Lantas orang-orang di tribun memfokuskan pandangan mereka kepada tim voli yang kini tengah berfoto dengan piala besarnya. Beberapa temannya memutuskan turun dan keluar dari tribun. Hana terpaksa ikut turun. "Tinggal denger tim basket nih, mereka bisa dapet rangking satu nggak. Kalau enggak, udah dipastikan juara umum tahun ini jatuh kepada tim voli," kata Vino. Teman-temannya mulai membicarakan tentang perangkingan ekstrakulikuler di sekolahnya. Hana yang tidak berminat mendengarnya pergi menuju tim voli. Dia harus yang pertama yang mengucapkan selamat kepada Tobias. *** Perempuan bertubuh mungil itu mengangkat kedua tangannya kala melihat sosok yang ia cari. Sayangnya, sosok itu tidak melihatnya. Cowok itu tampak asyik mengotak-atik ponsel. "Tobias!!" Tobias mengangkat wajahnya. "Selamat, yaa! Lo keren banget," kata Hana bersemangat. "Thanks." Tobias tersenyum tipis membalas senyum lebar cewek itu. "Oh iya, by the way. Lo tadi serius banget main hapenya sampe gue panggil nggak nengok-nengok." Entah kenapa, Hana merasa penasaran dengan apa yang membuat Tobias tidak mendengar saat ia memanggilnya beberapa kali. "Oh, ini, ada yang nge-chat gue." Hana mengangguk pelan. "Siapa?" Wajahnya mendongak untuk melihat wajah cowok itu. "Ada-lah ... Orang," jawab Tobias pelan sambil menaruh kembali ponselnya ke dalam tas. Seharusnya pertanyaan Hana cukup sampai situ saja. Seharusnya, cewek itu tidak menambah pertanyaan lagi. "Nge-chat apa?" Gerakan tangan Tobias yang memegang ritsleting tas terhenti. Cowok itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menjawab. Jawaban yang membuat Hana menyesal mendengarnya. "Ngucapin selamatlah. Apa lagi?"

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN